Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Bagaimana hukum syari'at tentang orang yang mengatakan bahwa mencukur jenggot dan memendekkan pakaian merupakan kulit dan bukan dasar agama, atau tentang orang yang menertawakan orang yang melakukannya ?
Jawaban
Ungkapan ini sangat berbahaya dan merupakan kemungkaran yang besar. Tidak ada istilah kulit dalam agama, tapi semuanya adalah isi, kebaikan dan perbaikan. Agama terbagi menjadi pokok dan cabang. Masalah jenggot dan memendekkan pakaian merupakan masalah cabang, bukan pokok, namun demikian, tidak boleh menyebut sesuatu di antara perkara-perkara agama sebagai kulitnya. Dikhawatirkan orang yang mengatakan ungkapan semacam itu akan terjebak ke dalam pengurangan dan olokan sehingga menyebabkan keluar dari agama. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Katakanlah, "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu  berolok-olok ? Tidak usah kamu minta ma'af, karena kamu kafir sesudah  beriman" [At-Taubah : 65-66]
Adalah Rasulullah Shallallahu "alaihi wa sallam yang memerintahkan untuk  memelihara jenggot, membiarkannya tumbuh dan menyuburkannya serta  memotong kumis dan memendekkannya. Yang seharusnya adalah mentaatinya  dan mengagungkan perintah dan larangannya dalam segala perkara. Abu  Muhammad Ibnu Hazm menyebutkan, bahwa para ulama telah sepakat bahwa  memelihara jenggot dan memotong kumis termasuk perkara yang  diperintahkan. Adalah kebinasaan dan kerugian serta akibat yang buruk  bagi yang bermaksiat terhadap Allah dan RasulNya. Begitu pula  meninggikan pakaian hingga di atas mata kaki, merupakan perkara yang  diperintahkan, berdasarkan sabda nabi Shallallahu "alaihi wa sallam.
"Bagian yang melebihi mata kaki yang tertutup pakaian, maka termpatnya  di neraka" [Hadits Riwayat Al-Bukahri dalam Shahihnya, kitab Al-Libas  5787]
Juga berdasarkan sabdanya.
"Tiga golongan yang Allah tidak berbicara kepada mereka di hari kiamat,  tidak pula memandang kepada mereka serta tidak mensucikan mereka dan  bagi mereka adzab yang pedih : Yang mengungkit-ngungkit pemberian dan  yang mempromosikan barang dagangannya dengan sumpah palsu" [Hadits  Riwayat Muslim dengan Shahihnya, kitab Al-Iman 106]
Beliau juga bersabda.
"Allah tidak akan memandang kepada orang yang menyeret pakaiannya karena  sombong" [Muttafaq "Alaih : Al-Bukhari dalam kitab Al-Libas 5783,  Muslim dalam kitab Al-Libas 2085]
Seharusnya seorang muslim bertakwa kepada Allah, meninggikan pakaiannya,  baik itu gamis, kain atau celana, dan tidak melebihi mata kakinya. Yang  lebih utama adalah antara pertengahan betis dan mata kaki. Jika isbal  (melabuhkan ujung pakaian melebihi mata kaki) itu dilakukan dengan rasa  sombong, maka dosanya lebih besar lagi. Jika dilakukan karena  meremehkan, bukan karena sombong, maka ia seorang yang mungkar dan  berdosa, tapi dosanya tidak seperti orang yang sombong. Tidak diragukan  lagi, bahwa isbal bisa menjadi sarana menuju kesombongan, walaupun  pelakunya mengatakan bahwa ia melakukannya bukan karena sombong. Lain  dari itu, karena ancaman yang tersebut dalam sejumlah hadits bersifat  umum. Dari itu tidak boleh meremehkannya.
Adapun kisah Abu Bakar As-Shiddiq Radhiyallahu "anhu yang berkata kepada  kepada Nabi Shallallahu "alaihi wa sallam.
"Sesungguhnya salah satu ujung kainku melorot, kecuali bila aku  memeganginya" 
Lalu Nabi Shallallahu "alaihi wa sallam bersabda.
"Engkau tidak termasuk orang yang melakukannya karena rasa sombong"  [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Libas 5784]
Demikian ini yang terjadi pada Ash-Shiddiq, ia selalu menjaganya dan  berusaha menepatinya. Sedangkan orang yang sengaja mengulurkan  pakaiannya (hingga melebihi mata kakinya), ia tercakup dalam ancaman  tersebut, tidak seperti Ash-Shidiq. Tentang isbal ini, di samping adanya  ancaman sebagaimana yang telah disebutkan di atas tadi, ada keburukan  lainnya, yaitu berlebihan, mudah terkena kotoran dan najis serta  menyerupai wanita. Semua ini wajib dihindari oleh setiap muslim. Hanya  Allahlah yang kuasa memberi petunjuk dan hanya Dia-lah petunjuk kepada  jalan yang benar.
[Majalah Ad-Da'wah, nomor 1608, Syaikh Ibn Baz]
***
[Disalin dari bukuAl-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah  Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa  Terkini-3, Terbitan Darul Haq]
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.