Bismillah
Sebuah pertanyaan :"Uang bunga dari bank (riba) sebaiknya untuk apa?",menjadi ramai menyusul semakin semaraknya praktek – praktek ribawi, dari yang samar sampai terang-terangan, menghiasi muamalah perekonomian pada berbagai bank konvensial dan lembaga keuangan lainnya bahkan sampai pada lembaga keuangan atau bank yang berlabel syariah sekalipun.
Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut kami nukilkan beberapa fatwa ulama rabbani menyangkut masalah tersebut.
Sebuah pertanyaan :"Uang bunga dari bank (riba) sebaiknya untuk apa?",menjadi ramai menyusul semakin semaraknya praktek – praktek ribawi, dari yang samar sampai terang-terangan, menghiasi muamalah perekonomian pada berbagai bank konvensial dan lembaga keuangan lainnya bahkan sampai pada lembaga keuangan atau bank yang berlabel syariah sekalipun.
Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut kami nukilkan beberapa fatwa ulama rabbani menyangkut masalah tersebut.
FATWA – FATWA ‘ULAMA : PEMANFAATAN HASIL RIBA/BUNGA BANK
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Tanya :
Kami tinggal di negeri yang penduduknya (kebanyakan) non muslim. Di negeri kami, Allah telah memberikan karunia uang yang berlimpah sehingga perlu kami jaga dengan disimpan pada salah satu Bank Amerika. Kami kaum muslimin, biasa menyimpan uang kami di bank seperti itu tanpa mengambil bunganya. Tentu saja mereka merasa senang dengan hal itu, dan menuduh kami bodoh, karena kami menginvestasikan uang kami kepada mereka, yang mana uang tersebut mereka gunakan untuk menyebarluaskan ajaran Nashrani, yakni dengan harta kaum muslimin !!
Kenapa kita tidak menggunakan saja uang-uang bunga tersebut dan memanfaatkannya untuk menolong kaum muslimin yang kekurangan, atau untuk membangun masjid dan sekolah-sekolah Islam ? Apakah seorang muslim berdosa bila mengambil bunga-bunga tersebut dan menggunakannya di jalan Allah, sebagai sumbangan bagi kaum mujahidin, atau seballiknya ?
Beliau rahimahullah menjawab :
Menginvestasikan uang di bank-bank riba tidak boleh, baik itu dikelola oleh sesama muslim apalagi oleh non muslim. Karena itu sama saja dengan menolong mereka melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran, meskipun tidak menghasilkan bunga. Akan tetapi kalau seorang muslim terpaksa melakukan perbuatan itu dengan menjaga uangnya saja tanpa mengambil bunganya, maka tidak menjadi masalah, insya Allah, berdasarkan firman Allah : “… Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya..” [QS. Al-An’am : 119].
Adapun bila dengan persyaratan harus menghasilkan bunga, dosanya lebih besar lagi. Karena riba termasuk dosa terbesar. Allah telah mengharamkan riba dalam Kitab-Nya yang mulia dan juga melalui lisan RasulNya Al-Amiin. Allah memberitahukan bahwa harta riba itu akan musnah, dan bahwa orang yang kecanduan melakukan riba berarti memerangi Allah dan RasulNya. Kalau seandainya mereka membelanjakan harta tersebut demi kebajikan dan kebaikan atau untuk menolong kaum mujahidin, pasti Allah akan memberikan pahala buat mereka dan menggantikan harta itu dengan yang lain, sebagaimana firman Allah : “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati …” [QS. Al-Baqarah : 274].
Allah juga berfirman : “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya …” [QS. As-Saba : 39]
Menafkahkan harta dalam ayat itu termasuk membayar zakat atau yang lainnya. Diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Harta itu tidak akan berkurang karena sedekah. Setiap kali seorang hamba memberi maaf, pasti Allah akan menambah kemulianNya. Setiap kali seorang hamba bersikap tawaddhu, pasti Allah akan mengangkat derajatnya”.
Diriwayatkan juga dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa belaiu bersabda : “Pada setiap pagi yang dialami oleh umat manusia, pasti turun dua malaikat, salah satunya berkata : “Ya Allah, berikanlah ganti dari sedekah yang dikeluarkan oleh hamba-Mu”. Sementara yang kedua berkata : “Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi hamba-Mu yang kikir dengan hartanya”.
Berbagai ayat dan hadits yang menjelaskan keutamaan sedekah di jalan kebajikan dan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan amatlah banyak sekali.
Akan tetapi kalau seorang investor mengambil bunga riba karena tidak mengetahuinya, atau karena kurang hati-hati, namun kemudian Allah memberinya petunjuk sehingga bisa bersikap benar, maka ia harus membelanjakan harta riba tersebut di jalan kebajikan atau untuk usaha kebaikan, tidak membiarkan harta riba tersebut mendekam dalam harta miliknya. Karena harta riba itu dapat merusak harta lain yang tercampur dengannya, sebagaimana firman Allah : “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah …" [QS. Al-Baqarah : 276].
Semoga Allah memberikan taufiqNya.
[Al-Fatawa Juz Awwal, Edisi Indonesia Fatawa bin Baz, Penerbit At-Tibyan Solo]
Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Tanya :
Fadhilatusy Syaikh, yang mulia, ada seseorang yang menitipkan sejumlah uang di salah satu bank luar negeri sebagai amanat dan sudah berjalan selama beberapa waktu, lalu ketika dia ingin menariknya dari bank, dia mendapatkan jumlahnya telah bertambah (karena berbunga) lebih dari modal semula ketika menitipkan. Apa hukumnya dan bagaimana tindakan yang sesuai dengan syari’at terhadap jumlah uang yang lebih tersebut ? Apakah dia mengalokasikannya kepada orang-orang yang memerlukannya, keluarga dekat yang miksin dan selain mereka ataukah dia menanamkan sahamnya pada proyek-proyek kebajikan yang berbeda? Kami mohon difatwakan mengenai hal itu, semoga Allah mengganjar pahala bagi anda dan membalas kebaikan anda dari kami dengan sebaik-baik balasan.
Beliau rahimuhullah menjawab :
Tidak dapat disangkal lagi bahwa harta adalah milik Allah yang dianugrahkanNya kepada orang yang Dia kehendaki akan tetapi ia (harta tersebut) menjadi haram manakala sudah dimiliki oleh seseorang, dengan begitu ia menjadi khabits (kotor) bagi orang yang mendapatkannya dengan cara mencuri, ghashab (mengambil tanpa izin), menipu, riba, risywah (suap), mengecoh, hasil dari khamr atau semisalnya.
Selain daripada itu, sesungguhnya pengharaman tersebut khusus pada tindakan melakukan hal itu, yakni (haram terhadap) orang yang melakukan ghashab, orang yang melakukan riba dan semisalnya.
Maka berdasarkan hal ini, kapan saja harta-harta tersebut dialokasikan (disalurkan) kepada lahan-lahan alokasi yang disyari’atkan maka ia menjadi halal dan dibolehkan. Oleh karena itu, kaum muslimin mengambil upeti (jizyah) dari hasil khamr dan sebagainya. Dalam hal ini, Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Biarkan mereka mejualnya dan ambillah hasil penjualannya sebagai jizyah dan kharaj sebab Allah telah membolehkan mengambil harta rampasan dari orang-orang kafir sekalipun dari hasil-hasil khamr, babi dan pajak”.
Berdasarkan hal ini pula, bunga-bunga yang diambil oleh pemilik modal, tidak halal akan tetapi dia tidak boleh membiarkannya diambil oleh orang-orang kafir yang memanfaatkannya untuk membangun gereja-gereja dan memerangi kaum muslimin bahkan dia harus mengalokasikannya untuk orang-orang miskin, masjid-masjid dan berbagai bentuk amal yang kiranya bermanfaat bagi kaum muslimin. Karena ia kembali kepada kaum muslimin, maka ia menjadi halal dan sifatnya sebagai khabits telah lenyap sama seperti hasil penjualan babi dan hasil pelacuran bila si pelakunya bertaubat, harus dialokasikan kepada kemaslahatan umum, kaum lemah, fakir dan sebagainya. Hal ini juga telah difatwakan oleh Syaikh Abdullah bin Hamd rahimahullah dan ulama selainnya,
wallahu a’lam
[Fatwa yang diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin pada tanggal 14-12-1419H]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]
Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin
Tanya :
Bagaimana pendapatmu mengenai penghasilan seseorang dari amal ribawi baik melalui bank ribawi atau dari beberapa serikat? Lalu bagaimana cara membebaskan diri dari riba semacam ini? Apakah boleh hasil riba tersebut diberikan pada berbagai amalan kebaikan seperti pembangunan masjid dan semacamnya atau untuk melunasi utang pada sebagian kaum muslimin, memberikan pada kerabat yang membutuhkan atau mungkin harta riba semacam ini dibiarkan begitu saja, tidak diambil sedikit pun? Jazakumullah khoiron.
Beliau rahimahullah menjawab :
Adapun jika harta riba tersebut belum diambil, maka harta tersebut tidak halal untuk diambil dan harta riba tadi harus dibiarkan begitu saja. Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut).” (QS. Al Baqarah: 278). Maksudnya adalah tinggalkan sisa riba tersebut.
Siapa saja yang telah melakukan amalan ribawi, lalu dia tidak mengambil riba tersebut, maka dia wajib meninggalkan riba tersebut kemudian bertaubat pada Allah ‘azza wa jalla.
Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut karena tidak tahu bahwa itu riba dan tidak tahu bahwa riba itu haram, maka taubat akan menutupi kesalahan sebelumnya dan riba tersebut (sebelum datang larangan) telah menjadi miliknya. Hal ini berdasarkan firman Allah :
فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ
“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan).” (QS. Al Baqarah: 275)
Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut dan dia mengetahui bahwa riba tersebut haram, namun dia adalah orang yang lemah dalam hutang, sedikit ilmu, maka dia boleh bersedekah dengan riba tersebut. Bisa saja dia manfaatkan untuk membangun masjid, juga jika dia orang yang tidak mampu lunasi hutangnya, boleh untuk melunasi hutangnya, jika mau, boleh juga diserahkan pada kerabatnya yang membutuhkan. Ini semua adalah baik.
[Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 109/9]
Fatwa Syaikh Sholeh Al Munajid
Tanya :
Bagaimana hukum menyerahkan riba pada orang yang membutuhkan?
Beliau menjawab :
Jika ada orang yang beramal dengan riba, lalu dia bertaubat dan berniat untuk membebaskan diri dari harta yang dihasilkan dari riba, maka boleh baginya untuk menyerahkan riba tersebut kepada fakir miskin agar terbebas dari riba tersebut. …
Namun, perbuatan semacam ini tidak dianggap sebagai sedekah karena ingatlah bahwa Allah tidaklah menerima kecuali dari yang thoyib-thoyib (yang baik-baik) saja. Adapun jika seseorang terus menerus bermuamalah dengan sistem riba, maka hal ini tidak diperbilehkan karena riba adalah dosa besar, mengambilnya berarti telah menentang Allah dan Rasul-Nya, walaupun riba tersebut dia serahkan kepada para fakir miskin.
[Fatwa Syaikh Sholeh Al Munajid, 115/1]
Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta
Tanya :
Ada seorang yang mendapat bunga bank yang jumlahnya cukup besar –mudah-mudahan Allah mensucikan kita dan melindungi kita serta kaum muslimin darinya- apakah dia boleh mengalokasikannya di jalan kebaikan, misalnya membangun sekolah-sekolah syar’iyah dan madrasah Tahfidzul Qur’an khususnya, dan sisanya diserahkan untuk kepentingan lainnya? Dan apakah pembangunan masjid dengan menggunakan uang hasil bunga ini diharamkan atau hanya sekedar makruh saja atau kebalikan dari yang pertama? Tolong beritahu kami. Mudah-mudahan Allah membekali anda sekalian dengan ilmu dan pemahaman.
Al-Lajnah menjawab :
Uang bunga yang berbau riba termasuk harta haram. Allah Ta’ala berfirman.
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” [QS. Al-Baqarah : 275]
Barangsiapa di tangannya masih terdapat sedikit dari uang seperti itu, maka hendaklah dia segera melepaskan diri darinya, yaitu dengan menginfakannya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kaum muslimin. Di antaranya adalah dengan membangun jalan, madrasah atau memberikannya kepada kaum fakir miskin. Sedangkan masjid tidak boleh dibangun dengan menggunakan uang yang berbau riba tersebut. Dan tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk mengambil bunga bank dan tidak terus menerus mengambilnya.
Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
Tanya :
Ada seseorang yang memiliki sejumlah uang dan dia bermaksud untuk menabungnya di salah satu bank, padahal dia tahu bank akan memberinya sejumlah bunga. Tetapi orang ini mengetahui bawa bunga tabungan itu riba dan haram. Dimana jika dia menolaknya, maka bunga bank itu akan diambil dan dimanfaatkan oleh pihak bank. Apakah dia boleh mengambil riba tersebut dan memberikannya kepada keluarga miskin tanpa meminta balasan sama sekali. Yang jelas, keluarga miskin itu hanya sekedar memanfaatkan uang tersebut, karena mereka benar-benar membutuhkannya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian daripada uang tersebut dimanfaatkan oleh pihak bank?
Al-Lajnah menjawab :
Tidak diperbolehkan menabung uang di bank yang menjalankan praktek riba dengan tujuan untuk mengambil bunga yang syarat dengan riba, untuk tujuan apapun. Sebab, Allah telah mengharamkan riba dan memberi ancaman yang sangat keras terhadap hal tersebut. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan dengan riba, serta dua orang saksi dan juru tulisnya. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mengambil bunga bank untuk kemudian menyedekahkannya, karena ia merupakan menabung dengan niat untuk penghasilan yang haram lagi kotor. Sedang Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.
Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
Tanya :
Saya memiliki sejumlah dana di salah satu bank negara ( di mana saya bermukim). Bank ini memberi bunga bulanan kepada saya. Dan setelah mengikuti jawaban yang anda berikan terhadap beberapa pertanyaan serupa, saya mendapatkan bahwa hal tersebut adalah riba. Lalu apa yang harus saya lakukan terhadap bunga yang saya peroleh dari uang yang saya tabungkan tersebut? Saya berharap anda mau menjelaskan kepada kami subtansi riba tersebut. Mudah-mudahan Allah memberikan balasan kebaikan.
Al-Lajnah menjawab :
Bunga yang anda telah ambil sebelum mengetahui pengharamannya, maka kami berharap Allah memberikan ampunan kepada anda. Dan setelah mengetahui hukum haramnya, maka anda wajib menyelamatkan diri darinya serta menginfakkannya di jalan kebaikan, seperti misalnya menyedekahkannya kepada fakir miskin dan para mujahid di jalan Allah, serta betaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari mu’amalah dengan riba setelah mengetahuinya. Hal itu didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus behenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) ; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Adapun orang-orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni Neraka ; mereka kekal didalamnya” [QS. Al-Baqarah : 278]
Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Fatwa Nomor 16576. Fatwa Nomor 19585, Pertanyaan ke-2 dari Fatwa Nomor 15259. Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
Beberapa Penjelasan ‘Ulama lainnya :
Ibn Rajab dalam al Qawa’id hal. 226 berkata: “Harta-harta hasil ghasab yang tidak diketahui pemiliknya, maka harus dishadaqahkan”.
Syeikhul Islam dalam siyasah syar’iyyah hal. 66 berkata: “ Harta-harta yang diambil dari pemilik-pemiliknya tanpa hak dan tidak memungkinkan untuk mengembalikannya kepada mereka sebagaimana halnya harta-harta pemerintah maka harus digunakan untuk kepentingan umum seperti pembiayaan penjagaan di perbatasan negara, nafkah untuk para tentara dan lainnya yang termasuk menolong dalam hal kebajikan dan takwa….”, nafkah para tentara termasuk memberi makan mereka dan ini halal bagi mereka, karena harta tersebut sudah masuk ke baitul maal/lembaga sosial.
Wallahu A'lam.
Sumber : http://www.al-munir.com/artikel-202-bagaimana-pemanfaatan-hasil-ribabunga-bank-.html
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.