Sungguh Allah Subhaanahu wa ta’ala telah mengkhususkan hukuman dosa zina daripada hukuman-hukuman yang lainnya dengan tiga kekhususan, yaitu:
Pertama, dibunuh dengan cara yang sangat keji jika pelakunya seorang yang telah menikah, dan terkadang dicambuk (hukuman ini bagi pelaku zina yang belum menikah), terkadang digabungkan antara dua hukuman kepada pelakunya, yaitu pada tubuhnya dengan cambukan dan pada hatinya dengan diasingkan dari negerinya selama satu tahun.
Ada sebuah hadits dalam Shahihain bahwasanya datang seorang Arab gunung kepada Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam, lalu berkata:
” يَا رَسُوْلَ اللهِ! إِنَّ ابْنِى كَانَ عَسِيفًا ( أَجِيرًا ) عَلَى هَذَا، فَزَنَى بِامْرَأَتِهِ وَإِنِّيْ أُخْبِرْتُ أَنَّ عَلَى ابْنِى الرَّجْمَ، فَافْتَدَيْتُ مِنْهُ بِمِائَةٍ مِنَ الْغَنَمِ وَوَلِيدَةٍ ( جَارِيَةٍ )، فَسَأَلْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ فَأَخْبَرُوْنِيْ أَنَّ عَلَى ابْنِى جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ، وَأَنَّ عَلَى امْرَأَةِ الرَّجُلِ الرَّجْمَ “
“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya anak lelakiku bekerja kepada si fulan, lalu ia berzina dengan istrinya. Diberitakan kepadaku bahwa anak lelakiku harus dirajam. Maka aku membayar fidyah darinya dengan seratus ekor kambing dan seorang budak wanita. Kemudian, aku bertanya kepada ulama dan mereka memberitahukan kepadaku bahwa anak lelakiku harus dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Adapun istri si fulan itu harus dirajam.“
Lalu, Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda:
” وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لأَقْضِيَنَّ بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اللَّهِ، أَمَّا الْوَلِيدَةُ وَالْغَنَمُ رَدٌّ عَلَيْكَ، وَعَلَى ابْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ، وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا، فَإِنِ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا “
“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku akan menetapkan hukum di antara kalian berdua dengan kitab Allah, ambillah kembali budak wanita dan kambing itu olehmu adapun anak lelakimu harus dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Pergilah engkau wahai Unais kepada istri si fulan ini. Jika ia mengakui (perbuatannya), rajamlah ia.” (Lalu, ia pun pergi kepada wanita tersebut dan wanita itu pun mengakuinya. Maka Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam memerintahkan agar wanita tersebut dirajam, lalu dirajamlah ia).
Kedua, Allah Subhaanahu wa ta’ala melarang para hamba-Nya dari kaum mukminin agar tidak mencegah tegaknya hukum Allah Subhaanahu wa ta’ala dalam agama-Nya atas dasar belas kasihan. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
”Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allahk dan hari akhirat. Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nuur [24]: 2)
Ketiga, Allah Subhaanahu wa ta’ala mewajibkan agar aib keduanya (para pelaku zina) ditampakkan. Tidak diragukan lagi bahwasanya Allah Subhaanahu wa ta’ala Satir (سَتِيْرٌ), yang Maha Mencintai ketertutupan dan ‘Afuw (عَفُوٌّ), yang Maha Mencintai ampunan. Akan tetapi, karena jelek dan kejinya perbuatan zina maka Allah Subhaanahu wa ta’ala mewajibkan perkara tersebut sebagai akibat dari perbuatan menggauli orang lain (yakni berzina). Allah Subhaanahu wa ta’ala pun memerintahkan agar hukuman ini dilaksanakan di tempat yang terlihat oleh kaum mukminin, tidak boleh dilakukan di tempat yang keduanya tidak terlihat oleh seorang pun. Hal ini (lebih mengena) untuk kemaslahatan hukum dan hikmah dari sebuah pelarangan,
وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
”Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nuur [24]: 2)
Adapun hukuman bagi pelaku zina yang sudah menikah diambil dari hukuman Allah Subhaanahu wa ta’ala atas kaum Luth, yaitu dengan dihujani (dilempari) batu. Hal ini dikarenakan persamaan zina dan liwat (homoseksual) dari segi kekejiannya. Maka kita berlindung kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala dari perkara tersebut.
Kerasnya Derita Orang yang Dirajam Menunjukkan Akan Besarnya Dosa yang Diperbuat Olehnya
Lihatlah (semoga Allah Subhaanahu wa ta’ala memberi kita petunjuk tentang keadaan orang yang menjadi perbincangan masyarakat dan menjadi perhatian mata mereka, setiap orang menyaksikannya baik yang mukim (penduduk setempat) maupun yang sedang safar, baik yang shalih maupun yang fajir (penuh dosa). Bahkan masing-masing orang yang hadir mengundi malapetaka yang menimpanya, lalu masing-masing dari mereka membawa batu-batu yang telah terkumpul dan melempari orang yang dirajam dengan batu-batu tersebut di satu tempat yang telah ditentukan.
Kepala dan matanya yang telah melihat apa-apa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya `, dilempari…
Hidungnya yang telah mencium bau parfum wanita pezina, dilempari…
Dua bibirnya yang telah mencium pasangan mesumnya, dilempari…
Badannya yang telah memeluknya dan merasakan nikmat pelukannya kepadanya, dilempari…
Tangannya yang telah menyentuh, meraba, dan merasakan kenikmatan, dilempari…
Sesungguhnya setiap anggota badan dan bagian-bagian tubuhnya yang telah merasakan kesenangan dan kenikmatan semuanya, dilempari…
Aduhai…inilah yang terjadi sekarang, engkau dilempari dan diazab dengan siksa yang amat pedih. Dan dari setiap arah, engkau menerima lemparan batu tanpa lemah lembut, kasih sayang, rasa simpati, dan iba diri.
Aduhai…inilah keadaan orang yang tidak merasa malu kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala . Dan sungguh sekarang warna pucat telah tampak, ia sangat malu untuk menatap manusia karena merasa amat hina. Demi Allah Subhaanahu wa ta’ala , ini adalah pemandangan yang sangat mengerikan. Setiap mata terbelalak melihatnya dan setiap hati menjadi berdebar karenanya. Sesungguhnya ini adalah bencana, siksaan, celaan, dan kehinaan.
وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ
”Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah.” (QS. An-Nuur [24]: 2)
Dan engkau, wahai orang yang dosamu ditutup oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala …ajaklah bicara dirimu, katakanlah kepadanya:
Wahai jiwa…tidakkah engkau merasa malu?
Tidakkah engkau bisa tersipu?
Dan apa yang akan engkau katakan kepada Rabb alam semesta?
Wahai jiwa…hidupmu di atas bumi adalah haram. Makananmu, minumanmu, dan napasmu adalah haram atasmu.
Wahai jiwa…sekarang engkau berada dalam hukuman yang menyakitkan, akan ditimpakan kepadamu hukuman mati dan engkau telah memasukinya.
Maka jikalau engkau wahai jiwa…telah memasuki hukuman mati dan aibmu telah tampak, apa yang akan engkau perbuat di depan Dzat yang tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya?
Sesungguhnya siksa terhadapmu akan ditangguhkan sampai hari di mana…
Setiap aib-aib, kejelekan-kejelekan, dan kehinaan-kehinaan tampak di depan semua makhluk!
[Disalin dari buku SEKS BEBAS UNDERCOVER (Halaman 25-31), Penulis Asy-Syaikh Jamal Bin Abdurrahman Ismail dan dr.Ahmad Nida, Penerjemah Syuhada abu Syakir Al-Iskandar As-Salafi, Editor Medis dr.Abu Hana, Penerbit Toobagus Publishing, Bandung. Ditulis kembali untuk http://kaahil.wordpress.com ]
Sumber : http://muslimahbelajar.wordpress.com/2010/06/11/hukum-islam-bagi-pelaku-zina-seks-bebas/
Pertama, dibunuh dengan cara yang sangat keji jika pelakunya seorang yang telah menikah, dan terkadang dicambuk (hukuman ini bagi pelaku zina yang belum menikah), terkadang digabungkan antara dua hukuman kepada pelakunya, yaitu pada tubuhnya dengan cambukan dan pada hatinya dengan diasingkan dari negerinya selama satu tahun.
Ada sebuah hadits dalam Shahihain bahwasanya datang seorang Arab gunung kepada Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam, lalu berkata:
” يَا رَسُوْلَ اللهِ! إِنَّ ابْنِى كَانَ عَسِيفًا ( أَجِيرًا ) عَلَى هَذَا، فَزَنَى بِامْرَأَتِهِ وَإِنِّيْ أُخْبِرْتُ أَنَّ عَلَى ابْنِى الرَّجْمَ، فَافْتَدَيْتُ مِنْهُ بِمِائَةٍ مِنَ الْغَنَمِ وَوَلِيدَةٍ ( جَارِيَةٍ )، فَسَأَلْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ فَأَخْبَرُوْنِيْ أَنَّ عَلَى ابْنِى جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ، وَأَنَّ عَلَى امْرَأَةِ الرَّجُلِ الرَّجْمَ “
“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya anak lelakiku bekerja kepada si fulan, lalu ia berzina dengan istrinya. Diberitakan kepadaku bahwa anak lelakiku harus dirajam. Maka aku membayar fidyah darinya dengan seratus ekor kambing dan seorang budak wanita. Kemudian, aku bertanya kepada ulama dan mereka memberitahukan kepadaku bahwa anak lelakiku harus dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Adapun istri si fulan itu harus dirajam.“
Lalu, Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda:
” وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لأَقْضِيَنَّ بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اللَّهِ، أَمَّا الْوَلِيدَةُ وَالْغَنَمُ رَدٌّ عَلَيْكَ، وَعَلَى ابْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ، وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا، فَإِنِ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا “
“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku akan menetapkan hukum di antara kalian berdua dengan kitab Allah, ambillah kembali budak wanita dan kambing itu olehmu adapun anak lelakimu harus dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Pergilah engkau wahai Unais kepada istri si fulan ini. Jika ia mengakui (perbuatannya), rajamlah ia.” (Lalu, ia pun pergi kepada wanita tersebut dan wanita itu pun mengakuinya. Maka Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam memerintahkan agar wanita tersebut dirajam, lalu dirajamlah ia).
Kedua, Allah Subhaanahu wa ta’ala melarang para hamba-Nya dari kaum mukminin agar tidak mencegah tegaknya hukum Allah Subhaanahu wa ta’ala dalam agama-Nya atas dasar belas kasihan. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
”Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allahk dan hari akhirat. Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nuur [24]: 2)
Ketiga, Allah Subhaanahu wa ta’ala mewajibkan agar aib keduanya (para pelaku zina) ditampakkan. Tidak diragukan lagi bahwasanya Allah Subhaanahu wa ta’ala Satir (سَتِيْرٌ), yang Maha Mencintai ketertutupan dan ‘Afuw (عَفُوٌّ), yang Maha Mencintai ampunan. Akan tetapi, karena jelek dan kejinya perbuatan zina maka Allah Subhaanahu wa ta’ala mewajibkan perkara tersebut sebagai akibat dari perbuatan menggauli orang lain (yakni berzina). Allah Subhaanahu wa ta’ala pun memerintahkan agar hukuman ini dilaksanakan di tempat yang terlihat oleh kaum mukminin, tidak boleh dilakukan di tempat yang keduanya tidak terlihat oleh seorang pun. Hal ini (lebih mengena) untuk kemaslahatan hukum dan hikmah dari sebuah pelarangan,
وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
”Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nuur [24]: 2)
Adapun hukuman bagi pelaku zina yang sudah menikah diambil dari hukuman Allah Subhaanahu wa ta’ala atas kaum Luth, yaitu dengan dihujani (dilempari) batu. Hal ini dikarenakan persamaan zina dan liwat (homoseksual) dari segi kekejiannya. Maka kita berlindung kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala dari perkara tersebut.
Kerasnya Derita Orang yang Dirajam Menunjukkan Akan Besarnya Dosa yang Diperbuat Olehnya
Lihatlah (semoga Allah Subhaanahu wa ta’ala memberi kita petunjuk tentang keadaan orang yang menjadi perbincangan masyarakat dan menjadi perhatian mata mereka, setiap orang menyaksikannya baik yang mukim (penduduk setempat) maupun yang sedang safar, baik yang shalih maupun yang fajir (penuh dosa). Bahkan masing-masing orang yang hadir mengundi malapetaka yang menimpanya, lalu masing-masing dari mereka membawa batu-batu yang telah terkumpul dan melempari orang yang dirajam dengan batu-batu tersebut di satu tempat yang telah ditentukan.
Kepala dan matanya yang telah melihat apa-apa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya `, dilempari…
Hidungnya yang telah mencium bau parfum wanita pezina, dilempari…
Dua bibirnya yang telah mencium pasangan mesumnya, dilempari…
Badannya yang telah memeluknya dan merasakan nikmat pelukannya kepadanya, dilempari…
Tangannya yang telah menyentuh, meraba, dan merasakan kenikmatan, dilempari…
Sesungguhnya setiap anggota badan dan bagian-bagian tubuhnya yang telah merasakan kesenangan dan kenikmatan semuanya, dilempari…
Aduhai…inilah yang terjadi sekarang, engkau dilempari dan diazab dengan siksa yang amat pedih. Dan dari setiap arah, engkau menerima lemparan batu tanpa lemah lembut, kasih sayang, rasa simpati, dan iba diri.
Aduhai…inilah keadaan orang yang tidak merasa malu kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala . Dan sungguh sekarang warna pucat telah tampak, ia sangat malu untuk menatap manusia karena merasa amat hina. Demi Allah Subhaanahu wa ta’ala , ini adalah pemandangan yang sangat mengerikan. Setiap mata terbelalak melihatnya dan setiap hati menjadi berdebar karenanya. Sesungguhnya ini adalah bencana, siksaan, celaan, dan kehinaan.
وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ
”Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah.” (QS. An-Nuur [24]: 2)
Dan engkau, wahai orang yang dosamu ditutup oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala …ajaklah bicara dirimu, katakanlah kepadanya:
Wahai jiwa…tidakkah engkau merasa malu?
Tidakkah engkau bisa tersipu?
Dan apa yang akan engkau katakan kepada Rabb alam semesta?
Wahai jiwa…hidupmu di atas bumi adalah haram. Makananmu, minumanmu, dan napasmu adalah haram atasmu.
Wahai jiwa…sekarang engkau berada dalam hukuman yang menyakitkan, akan ditimpakan kepadamu hukuman mati dan engkau telah memasukinya.
Maka jikalau engkau wahai jiwa…telah memasuki hukuman mati dan aibmu telah tampak, apa yang akan engkau perbuat di depan Dzat yang tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya?
Sesungguhnya siksa terhadapmu akan ditangguhkan sampai hari di mana…
Setiap aib-aib, kejelekan-kejelekan, dan kehinaan-kehinaan tampak di depan semua makhluk!
[Disalin dari buku SEKS BEBAS UNDERCOVER (Halaman 25-31), Penulis Asy-Syaikh Jamal Bin Abdurrahman Ismail dan dr.Ahmad Nida, Penerjemah Syuhada abu Syakir Al-Iskandar As-Salafi, Editor Medis dr.Abu Hana, Penerbit Toobagus Publishing, Bandung. Ditulis kembali untuk http://kaahil.wordpress.com ]
Sumber : http://muslimahbelajar.wordpress.com/2010/06/11/hukum-islam-bagi-pelaku-zina-seks-bebas/
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.