Oleh : Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf
A. Al Kisah
Diriwayatkan dari Sa’id bin Abdulloh Al Audi berkata :
“Saya menyaksikan Abu Umamah saat menjelang meninggal dunia, beliau berkata :“Apabila saya meninggal dunia maka lakukanlah bagiku sebagaimana yang diperintahkan oleh Rosululloh untuk kami lakukan pada orang yang meninggal dunia. Beliau bersabda :“Apabila salah seorang dari kalian meninggal dunia lalu sudah kalian ratakan kuburannya, maka hendaklah salah seorang dari kalian berdiri pada sisi kepala kubur, lalu hendaklah dia berkata : Wahai Fulan anaknya Fulanah, karena dia akan mendengarnya meskipun tidak bisa menjawab. Kemudian katakan : Wahai Fulan bin Fulanah, maka dia akan duduk sempurna. Kemudian katakan Wahai Fulan anaknya Fulanah, maka dia akan berkata : “Berilah aku petunjuk, semoga Alloh merohmati kalian.” Lalu hendaklah dia katakan : “Ingatlah apa yang engkau bawa keluar dari dunia ini yaitu syahadat bahwa tiada Ilah yang berhak di sembah melainkan Alloh dan Muhammad adalah seorang hamba dan utusan Nya, dan engkau ridlo Alloh sebagai robb mu, islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai nabi mu, al Qur’an sebagai imam mu. Karena salah seorang dari malaikat Munkar dan Nakir akan mengambil tangan yang lainnya seraya berkata : Pergilah, tidak usah duduk pada orang yang sudah di talqinkan hujjahnya.” Dengan ini semua maka Alloh akan menjadi hujjahnya dalam menghadapi keduanya.”Lalu ada salah seorang yang bertanya : “Wahai Rosululloh, Bagaimana kalau tidak diketahui nama ibunya ? maka Rosululloh bersabda : “Nasabkanlah kepada Hawa’ , katakan fulan bin Hawa.”
B. Kemasyhuran kisah ini
- Kisah inilah yang menjadi dasar berpijak orang-orang yang melakukan prosesi talqin setelah mayit selesai dikuburkan. Mereka duduk disisi kuburan lalu berkata : Wahai bapak / ibu fulan, engkau nanti akan didatangi dua malaikat, keduanya akan menanyakan kepadamu begini dan begitu….”
- Mengingat bahwa perbuatan ini seakan-akan menjadi sebuah kelaziman di negeri kita ini, maka harus diketahui derajat hadits ini sehingga menjadi peringatan bagi semuanya.
C. Derajat kisah
Kisah ini Munkar
Takhrij kisah :
- Diriwayatkan oleh Thobroni dalam Ad Du’a dan Mu’jam al Kabir 8/289 no : 7979 berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Uqoil Anas Al Khoulani berkata : ” Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ibrohim al Ala’ berkata : “Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin ‘Ayyasy, berkata : “Telah menceritakan kepada kami Abdulloh bin Muhammad Al Qurosyi dan Yahya bin Abi Katsir dari Sa’id bin Abdulloh al Audi.
- Kisah ini juga diriwayatkan oleh Al Khol’i dalam Al Fawa’id 2/55 dari Abu Darda’ Hasyim bin Muhammad al Anshori berkata : “Telah menceritakan kepada kami Utbah bin Sakan dari Abu Zakariya dari Jabir bin Sa’id Al Azdi berkata : Saya masuk menemui Abu Umamah Al Bahili saat beliau sedang sakarotul maut, – Kemudian beliau menyebutkan kisah diatas-.
Sisi kelemahan kisah ini :
- Adapun sanad riwayat Ath Thobroni, maka sisi kelemahannya adalah banyaknya rowi yang majhul, sebagaimana dikatakan oleh Al Haitsami dalam Majma’uz Zawa’id 3/45.
- Sedangkan riiwayat Al Khol’i, maka lebih parah lagi, karena selain banyaknya beberapa rowi yang majhul, ternyata Utbah bin Sakan adalah seorang yang ditinggalkan hadisnya bahkan tertuduh memalsukan hadits, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Daruquthni dan Baihaqi.
- Oleh karena itulah, hadits ini dilemahkan oleh para ulama’.
- Berkata al Haitsami dalam al Majma’ 3/45 : Dalam sanadnya banyak perowi yang tidak saya kenal.
- Berkata Ibnu Sholah : Sanadnya tidak bisa dijadikan hujjah.
- Al Imam An Nawawi juga melemahkannya, sebagaima dalam Al Majmu’ Syarah Muhadzab 5/304 dan al Fatawa hal : 54.
- Berkata Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa 24/296 : Hadits ini tidak dihukumi shohih.
- Berkata Imam Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad 1/523 : “Tidak shohih secara marfu’.” Beliau juga berkata dalam Tahdzibus Sunan : “Hadits ini disepakati akan kelemahannya.”
- Imam Al Iroqi juga melemahkannya dalam takhrij Ihya’ 4/420.
- Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Nata’ijul Afkar dan Fathul Bari 10/563 : Lemah sekali.
- Hadits ini juga dilemahkan oleh Zarkasyi dalam Al La’ali al Manstsuroh hal : 59, As Suyuthi dalam Ad Duror al Manstsuroh hal : 25 .
- Berkata Imam Ash Shon’ani dalam Subulus Salam 2/114 : Dari keterangan para ulama’ tersebut dapat disimpulkan bahwa hadits ini lemah, maka janganlah ada yang tetipu dengan banyaknya orang yang mengamalkannya.”
- Berkata Syaikh Al Albani : Kesimpulannya bahwa hadits ini munkar, jika bukan malah palsu.
- Berkata Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini : “Matan hadits ini juga munkar karena bertentangan dengan hadits yang shohih bahwa seseorang dipanggil dengan nama bapaknya, sebagaimana dalam hadits
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْغَادِرَ يُرْفَعُ لَهُ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ هَذِهِ غَدْرَةُ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ
Dari Ibnu Umar bahwa Rosululloh bersabda : “Sesungguhnya seorang pengkhianat akan diangkat benderanya pada hari kiamat dan dikatakan : Inilah pengkhianatan Fulan bin Fulan.”(HR. Bukhori Muslim)
- Berkata Imam Al Bukhori : “Bab manusia dipanggil dengan nama bapak-bapak mereka.”
(Lihat Adh Dho’ifah Syaikh Al Albani : 599, majallah At Tauhid Mesir edisi 8 tahun 29 rubrik hadits asuhan Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini, serta rubrik Tahdzirud Da’iyah oleh Syaikh Ali Hasyisy dalam Majalah Tauhid Mesir juga edisi Robiul Awal tahun 1428)
D. Ganti yang Shohih
Yang merupakan sunnah Rosululloh setelah menguburkan mayit adalah mendo’akan agar si mayit diampuni dosa-dosanya dan diberi kemantapan untuk bisa menjawab fitnah kubur. Sebagaimana hadits :
عن عثمان بن عفان رضى الله عنه قال: ” كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا فرغ من دفن الميت وقف عليه فقال: استغفروا لاخيكم، وسلوا له التثبيت، فإنه الان يسإل “.
Dari Utsman bin Affan berkata : Apabila Rosululloh telah selesai menguburkan mayit, maka beliau berdiri padanya dan bersabda : Mohonlah ampun untuk saudara kalian, dan mohonlah kemantapan baginya, karena dia sekarang ditanya.”(HR. Abu Dawud 2/70, Hakim 1/370, Baiaqi 4/56, Abdulloh bin Ahmad dalam Zawaid Zuhd hlm : 129. Berkata Hakim : Sanadnya shohih dan disepakatai oleh Adz Dzahabi, berkata An Nawawi : Sanadnya bagus, Berkata syaikh Al Albani : hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh Hakim dan Dzahabi. Lihat Ahkamul Janaiz no : 107)
F. Faedah:
Sebagian orang berdalih dengan dua kisah berikut untuk melegalkan talqin setelah mengubur mayit :
1.Ucapan Amr bin Ash
فَإِذَا أَنَا مُتُّ فَلَا تَصْحَبْنِي نَائِحَةٌ وَلَا نَارٌ فَإِذَا دَفَنْتُمُونِي فَشُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ شَنًّا ثُمَّ أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ وَيُقْسَمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ وَأَنْظُرَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي
“Jika saya meninggal dunia, maka jangan ada yang meratapiku, lalu jika kalian menguburku maka tibunlah akau dengan tanah, kemudian berdirilah sebentar sekedar waktu yang cukup untuk menyembelih seekor unta serta membagikan dagingnya sehingga saya bisa merasa tenang dengan kalian dan saya bisa mengetahui apa yang saya jawab untuk para utusan Robbku (malaikat).” (HR. Muslim)
Kisah ini sama sekali bukan dalil talqin, hal ini bisa dilihat dari beberapa sisi :
- Kisah ini hanya mauquf kepada sahabat Amr bin Ash.
- Setahu kami, tidak ada yang melakukan ini dari kalangan para sahabat lainnya.
- Dalam kisah ini tidak ada perintah talqin.
2. Hadits Baro’ bin Azib
Dari Baro’ bin Azib berkata :
“Kami keluar bersama Rosululloh untuk menguburkan jenazah salah seorang sahabat anshor, dan sampailah kami ke pekuburan ternyata lubang kuburnya belum digali, maka Rosululloh duduk menghadap ke kiblat dan kita pun duduk disekeliling beliau seakan-akan dikepala kami ada burung yang hinggap, Rosululloh memegang batang kayu dan menggaris-gariskannya ketanah, lalu beliau melihat ke langit lalu kebumi, beliau juga mengarahkan pandangan keatas kemudian menurunkannya, lalu beliau bersabda : “Berlindunglah kalian kepada Alloh dari adzab kubur.” lalu beliau berdoa : Ya Alloh, sesungguhnya saya berlindung kepadaMu dari adzab kubur ( 3X ), kemudian beliau bersabda : -tentang perjalanan seseorang mu’min maupun kafir setelah meninggal dunia- (Shohih, HR. Abu Dawud , Hakim 1/37, Thoyalisi : 753, Ahmad 4/287, Lihat takhrij secara lengkap pada Ahkamul Jana’iz oleh Imam Al Albani hal : 202)
Hadits inipun sama sekali tidak bisa dibawa pada masalah talqin, karena beberapa hal:
- Yang dilakukan oleh Rosululloh saat itu hanyalah memberikan wejangan kepada para sahabatnya tentang perjalanan seorang mu’min maupun kafir setelah meninggal dunia.
- Hal itu dilakukan oleh Rosululloh sebelum mayit dikuburkan, tapi beliau melakukannya saat liang lahat masih digali.
(Lihat Subulus Salam oleh Imam Ash Shon’ani 1/577)
G. Kapan talqin dilakukan ?
Yang merupakan sunnah Rosululloh, bahwa talqin dilakukan saat seseorang akan meninggal dunia, dengan cara memerintahkannya untuk mengucapkan kalimat ikhlash La Ilaha Illalloh.
Banyak dalil yang menunjukkan akan hal ini, diantaranya sabda beliau :
Banyak dalil yang menunjukkan akan hal ini, diantaranya sabda beliau :
لقنوا موتا كم لا إله إلا الله، (من كان آخر كلامه لا إله إلا الله عند الموت دخل الجنة يوما من الدهر، وإن أصابه قبل ذلك ما أصابه)
“Talqinlah orang yang akan meninggal dunia diantara kalian dengan La Ilaha Illalloh. Barang siapa yang akhir ucapannya saat akan meninggal dunia La Ilaha Illalloh niscaya dia akan masuk surga suatu ketika, meskipun sebelumnya dia tertimpa sesuatu.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban dan Bazzar)
Dari Anas berakata :
Rosululloh pernah menjenguk salah seorang sahabat anshor. Beliau bersabda : Wahai paman, katakanlah La Ilaha Illalloh.” (HR. Ahmad 3/152 dengan sanad shohih menuut syarat Muslim.)
Lihat Ahkamul Jana’iz oleh Syaikh Al Albani (hlm : 19)
Wallohu a’lam
Sumber : http://ahmadsabiq.com/2010/01/27/talqin-mayit/
Sumber : http://ahmadsabiq.com/2010/01/27/talqin-mayit/
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.