Bismillah...
Sifat mandi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang sempurna yang mencakup fardu-fardunya, kewajiban-kewajibannya, dan hal-hal yang disunnahkan ketika mandi adalah sebagai berikut :
Dari “Aisyah berkata: Adalah Rasulullah jika mandi karena janabah dia mulai dengan membersihkan kedua tangannya1), kemudian menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudlu (dalam riwayat yang lain sebagaimana wudlunya untuk sholat2) (dalam riwayat Maimunah : selain kedua kakinya3), kemudian dia mengambil air lalu dia masukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut (dalam riwayat yang lain : kemudian dia menyela-nyela rambutnya dengan tangannya hingga jika dia telah merasa bahwasanya telah mengena kulit kepalanya maka dia menumpahkan air ke kepalanya4), lalu menyiram kepalanya dengan tiga genggam air (dalam riwayat lain : dia mulai dengan bagian kanan kepala lalu yang kiri5) , kemudian mengguyur seluruh tubuhnya (dalam riwayat lain : ke seluruh kulit (tubuh) beliau6)) dan mencuci kedua kakinya. (Hadits riwayat Bukhari Muslim dan ini adalah lafal yang terdapat di Muslim, sedangkan tambahan-tambahan riwayat yang lain ada di Bukhari)
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim juga dari hadits Maimunah, dia berkata : “Aku meletakkan bagi Nabi air untuk (mandi) janabah. Lalu dia memiringkan (tempat air tersebut ) dengan menggunakan tangan kanannya ke tangan kanan kirinya dua kali atau tiga kali. Kemudian mencuci kemaluannya (dalam riwayat lain : dan kotoran yang ada padanya7) (dalam riwayat lain : dengan tangan kirinya) lalu memukulkan (dalam riwayat lain : menggosok 8) tangannya ke bumi atau ke tembok (dalam riwayat lain : ke tanah9) dua kali atau tiga kali (dalam riwayat lain :kemudian mencuci tangannya itu10), kemudian berkumur-kumur dan beristinsyaq (menghirup air ke hidung) lalu mencuci wajahnya dan mencuci kedua lengannya kemudian menumpahkan air ke kepalanya, lalu mencuci seluruh tubuhnya, lalu berpindah tempat, lalu mencuci kedua kakinya. Lalu aku memberikannya secarik kain dan dia tidak mau (dalam riwayat lain : sapu tangan tapi dia menolaknya11) lalu dia mengeringkan air dengan kedua tangannya”.
1. Berniat
Menurut Hanafiyah, berniat hanyalah sunnah (lihat fiqh wudlu dalam pembahasan niat ). Adapun menurut jumhur adalah wajib.12) Yaitu berniat dalam hatinya untuk mandi besar, berdasarkan hadits Umar bin Al-Khoththab Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“ Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan.”13)
Untuk masalah niat ada empat keadaan :
(1) Dia berniat untuk mengangkat dua hadats (hadats besar dan kecil) secara sekaligus, maka kedua hadats tersebut terangkat . Sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalaam:
“ Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
(2) Dia hanya berniat untuk mengangkat hadats besar saja. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Tai iyah maka hadats kecilnya pun otomatis terangkat (dan ini juga merupakan pendapat Syaikh As-Sa’di). Dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla maka jika dia telah bersuci dengan niat untuk mengangkat hadats besar maka ini telah cukup untuk dia, karena Allah Azza wa Jalla tidak menyebutkan hal-hal yang lain selain bersuci. Dan inilah pendapat yang benar.
(3) Dia berniat untuk melakukan sesuatu yang tidak boleh dilaksanakan kecuali dengan wudlu. Misalnya sholat . Jika dia berniat mandi untuk sholat dan tidak berniat untuk mengangkat hadats maka otomatis terangkat dua hadats dari dirinya, sebab sholat tidak sah kecuali dengan terangkatnya dua hadats.
(4) Dia berniat untuk melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan kecuali dengan mandi (dan tidak mengapa tanpa wudlu). Misalnya membaca Al-Qur’an atau untuk berdiam di mesjid (bagi yang berpendapat demikian). Jika dia mandi dengan niat untuk membaca Al-Qur’an dan dia tidak berniat untuk mengangkat dua hadats maka yang terangkat hanyalah hadats besar saja. Sehingga jika dia ingin sholat atau ingin menyentuh mushaf (bagi yang berpendapat demikian) maka dia harus berwudlu. Namun kenyataannya sekarang, kebanyakan manusia mandi dengan niat untuk mengangkat hadats besar atau untuk sholat , maka terangkatlah kedua hadats mereka.14)
2. Membaca bismillah
Dan hukumnya adalah mustahab menurut jumhur, adapun menurut Hanabilah adalah fardlu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu15). Namun Hanabilah menganggap bahwasanya hukum membaca bismillah ketika mandi adalah lebih ringan daripada ketika wuldlu, sebab hadits Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu tersebut hanya jelas mencakup wudlu dan tidak yang lainnya.16)
3. Mencuci kedua telapak tangannya
4. Mencuci kemaluan dengan tangan kiri dan menghilangkan kotoran yang terdapat di kemaluannya
5. Membersihkan tangan kiri tersebut di tanah dan mengusapnya dengan tanah yang suci kemudian di cuci
Yaitu Membersihkan tangan kiri tersebut di tanah dan mengusapnya dengan tanah yang suci dan menggosoknya dengan baik, kemudian di cuci berdasarkan hadits ‘Aisyah dan Maimunah atau menggosokan tangan kiri ke dinding kemudian mencucinya sesuai dengan hadits Maimunah atau mencucinya dengan air dan sabun.
6. Berwudlu
Para Ulama khilaf tentang berwudlu ketika mandi janabah, apakah hukumnya wajib atau hanya mustahab. Adapun nukilan Ijma ’oleh Ibnu Baththol bahwasanya wudlu hukumnya sunnah adalah tertolak. Abu Tsaur dan Dawud serta yang lainnya telah berpendapat bahwasanya mandi tidak bisa mewakili wudlu. Namun kebanyakan para ulama berpendapat akan tidak wajibnya berwudlu ketika mandi janabah dan bahwasanya hadats kecil telah masuk ke dalam hadats besar (namun tidak sebaliknya).17) Adapun menurut Hanafiyah harus disertai dengan niat wudlu juga Dan ini adalah pendapat Ibnu Hazm dan yang lainnya, dan ini adalah pendapat yang benar. Sebab hanya sekedar perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak bisa menunjukan akan wajibnya, dan tidak ada dalil yang menunjukan akan wajibnya18). Adapun perincian cara berwudlu lihat penjelasan di bawah ini.
Perlu diperhatikan bahwasanya, jika seseorang telah mandi wajib dengan sah (dengan niat mengangkat hadats besar dan hadats kecil, lihat penjelasan tentang niat pada no 1 di atas), dan setelah mendi tersebut dia belum batal wudlu, maka dia tidak perlu berwudlu lagi. Dalilnya :
‘Aisyah berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah berwudlu setelah mandi”. Dan dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada :”Aku berwudlu setelah mandi ?”, maka Ibnu Umar berkata kepadanya :”Kamu telah berlebih-lebihan ”
Berkata Syaikh Al-Albani : “Dzohir dari hadits bahwasanya yang sunnah adalah wudlu sebelum mandi bukan setelah mandi, dengan dalil hadits ‘Aisyah yang lain (sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim -pent )……, dan tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang berwudlu sebelum mandi kemudian berwudlu lagi setelahnya maka dia telah berlebihan, dan barangsiapa yang mencukupkan wudlu setelah mandi (dia tidak berwudlu sebelum mandi tetapi sesudahnya pent ) maka dia telah menyelisihi sunnah.”19)
Pertanyaan 1 :
Apakah mandi biasa (bukan mandi junub) tanpa wudlu, namun dengan niat mengangkat hadats kecil sudah cukup bagi kita?, sehingga setelah mandi kita boleh sholat tanpa wudlu lagi?
Jawab :
Adapun mandi yang tidak disyari’atkan atau mandi biasa yang untuk membersihkan tubuh atau untuk mendinginkan tubuh maka hal ini tidak bisa mewakili wudlu (hadats kecilnya belum hilang), sebab mandi tersebut bukan termasuk ibadah, walaupun memang syari’at memerintahkan kita untuk berbuat bersih tetapi kebersihan bukan dengan cara seperti ini, bahkan kebersihan secara mutlak dengan apa saja yang bisa menimbulkan kebersihan. Dan bagaimanapun mandi untuk mendinginkan tubuh atau untukmembersihkan wudlu maka tidak bisa mewakili wudlu.20)
Pertanyaan 2 :
Jika seseorang mandi biasa (atau dia mandi junub lantas dia menyentuh kemaluannya dengan syahwat ) kemudian dia berwudlu dalam keadaan telanjang, apakah wudlunya sah ?
Jawab :
Wudlunya sah, namun yang lebih baik seseorang jika telah selesai mandi hendaknya dia memakai baju agar auratnya tidak tetap terbuka tanpa adanya hajah.21)
7. Memasukkan jari-jari ke air kemudian menyela-nyela rambut dengan jari-jari tersebut hingga ke kulit kepala.
Lalu menyiram kepalanya dengan tiga cidukan dengan kedua tangannya, sesuai dengan hadits Maimunah dan ‘Aisyah. Dia mulai dengan menyirami bagian kanan kepala kemudian bagian kiri kemudian bagian tengah kepala, sesuai dengan hadits ‘Aisyah.
Dan hukum mencuci kulit kepala adalah wajib baik rambutnya tebal maupun tipis, termasuk juga mencuci kulit dagu yang ditumbuhi jenggot . Berdasarkan hadits Ummu Salamah bahwasanya dia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi janabah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata :
Salah seorang dari kalian mengambil air lalu dia bersuci dan membaguskan bersucinya tersebut , lalu menyiram kepalanya dan menggosokkannya hingga sampai ke akar rambut , lalu mengguyurkan air di atas kepalanya. (Riwayat Muslim)
Mengenai rambut wanita, terjadi khilaf diantara para ulama. Namun yang rojih adalah bagi wanita tidak perlu menguraikan rambutnya ketika mandi karena janabah sesuai dengan hadits Ummu Salamah, dia berkata :
Aku berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang mengikat rambutku. Apakah aku membukanya untuk mandi janabah ?”, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : ”Tidak”, tapi kamu cukup mengguyur air di atas kepalamu tiga kali”.22)
Dan disunnahkan bagi wanita untuk menguraikan rambutnya ketika mandi karena haidh sesuai dengan hadits ‘Aisyah, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepadanya ketika dia sedang haidh : Ambillah airmu dan daun bidaramu dan bersisirlah.23)
Dan tidaklah mungkin bisa bersisir kecuali dengan membuka ikatan rambut .
Adapun hadits Ali adalah dlo ’if yaitu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Barang siapa yang meninggalkan tempat sehelai rambut karena janabah yang tidak tersentuh air, maka Allah akan melakukan ini dan itu baginya dari neraka.24)
Bagaimana dengan rambut yang terurai ?
Maka mencucinya adalah wajib menurut Syafi’iyah (dan ini juga merupakan pendapat Hanabilah yang paling rojih), mereka berdalil dengan hadits Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu yang dho’if yaitu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya dibawah setiap rambut adalah janabah, maka cucilah rambut dan bersihkanlah kulitnyat .25)
Adapun menurut Hanafiyah dan Malikiyah tidak wajib berdasarkan hadits Ummu Salamah yang telah lalu.26)
8. Menyiramkan air ke kepala dan seluruh tubuh.
Sesuai dengan hadits Maimunah dan ‘Aisyah, dimulai dengan menyirami bagian kanan tubuh kemudian yang kiri sesuai dengan hadits ‘Aisyah :
“Adalah menyenangkan Rasulullah untuk memulai dengan yang kanan ketika memakai sendal, menyisir rambut , ketika bersuci, dan dalam semua keadaan”.27)
Dan hendaknya dia memperhatikan untuk mencuci kedua ketiaknya dan bagian-bagian tubuh yang terlipat dan pangkal kedua paha sesuai hadits ‘Aisyah, dan dia menggosok badannya jika kesucian bagian tersebut tidak bisa sempurna tanpa digosok.28)
Apakah wajib baginya untuk beristinsyaq dan berkumurkumur atau yang lainnya ?
Hanabilah dan Hanafiyah mewajibkan berkumur-kumur dan beristinsyaq karena harus mengenai seluruh tubuh. Adapun Malikiyah dan Syafi’iyah bahwasanya berkumur dan beristinsyaq hanyalah sunnah sebagaimana disunnahkan ketika berwudlu.29)
9. Berpindah tempat kemudian mencuci kedua kaki.
Adapun mengulangi mencuci kaki (setelah mencucinya ketika wudlu) maka hal ini tidaklah jelas dalam hadits. Hal ini (yaitu mencuci kaki ketika wudlu) merupakan istimbat dari lafal (sebagaimana wudlunya ketika akan sholat ), karena dzohir ِlafal ini mencakup mencuci kedua kaki juga dan juga merupakan istimbat dari lafal (kemudian dia mencuci seluruh badannya) karena lafal ini juga mencakup mencuci kedua kaki.
Bahkan telah ada lafal yang jelas dalam shohih Muslim (1/ 17 4) dengan lafal (kemudian dia menyirami seluruh tubuhnya lalu mencuci kedua kakinya). Namun dalam hadits Maimunah dalam riwayat Bukhari, (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berwudlu sebagaimana wudlu ketika sholat selain kedua kaki), dan ِ (kemudian dia berpindah lalu mencuci kedua kakinya). Dan ini adalah nash akan bolehnya mengakhirkan mencuci kedua kaki ketika mandi, berbeda dengan hadits ‘Aisyah. Dan mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan kedua cara ini, terkadang dia mencuci kedua kakiknya ketika wudlu dan terkadang beliau beliau berwudlu namun beliau mengakhirkan mencuci kedua kakinya.30)
Dan hendaknya janganlah dia berlebih-lebihan ketika menggunakan air, jangan telalu berlebih-lebihan dan jangan pula sebaliknya.
FooteNote:
1) Demikian juga terdapat dalam riwayat Bukhari no 262, namun dengan lafal mufrod.
Sedangkan Abu Dawud juga dengan lafal mutsanna (Fathul Bari 1/374)
2) Riwayat Bukhari no 238
3) Riwayat Bukhari no 249
4) Riwayat Bukhari no 272
5) Riwayat Bukhari no 258
6) Riwayat Bukhari no 248
7) Riwayat Bukhari no 249
8) Riwayat Bukhari no 260,266
9) Riwayat Bukhari no 259
10) Riwayat Bukhari no 259,260
11)Riwayat Bukhari 259
12) Al-Fiqh Al-Islami 1/373
13) Dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim
14) As-Syarhul Mumti ’ 1/308-309
15) Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan dihasankan oleh Al-Albani di al-irwa’ no 8 1, yaitu hadits “Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudlu dan tidak ada wudlu bagi orang yang tidak menyebutkan nama Allah atasnya
16) Al-Fiqh Al-Islami 1/373
17) Dalilnya adalah hadits Jabir bin Abdillah, bahwasanya penduduk Tho’if berkata :”Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanah (negeri) kami adalah tanah yang dingin, maka mandi apakah yang cukup bagi kami ?, maka Rasulullah berkata : “Adapun saya maka saya mengguyur kepala saya tiga kali” (Riwayat Bukhari no 254), dan hadits ini dijadikan dalil oleh Baihaqi tentang masalah ini ( masalah tidak mengapa mendi tanpa wudlu). Selain itu disebutkan dalam Shohih Sunan Abi Dawud no 244 bahwasanya Rasulullah sholat dengan mandi yang beliau tidak wudlu di mandi tersebut baik sebelumnya maupun sesudahnya. (Tamamul Minnah hal 129)
18) Tamamul Minnah hal 130
19) Tamamul Minnah hal 129
2o) Majmu’ fatawa Syaikh Utsaimin 4/228, 229
21) Majmu’ Fatawa 4/2 27
22) Riwayat Muslim, adapun dalam lafal yang lain “Apakah aku menguraikan rambutku untuk (mandi) karena haidl ?, Rasulullah menjawab :”Tidak”, tambahan ini adalah riwayat yang syadz sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. (Irwaulgolil 1/165)
23) Riwayat Bukhari, dan dalam riwayat yang lain (lepaskan ikatan rambutmu dan bersisirlah), lihat Irwaul golil no 134.
24) Riwayat Abu Dawud dan Ahmad. Hadits ini dho’if (lihat Irwail golil no 133)
25) Riwayat Abu dawud dan Thirmidzi dan keduanya mendlo ’ifkan hadits ini (lihat Subulus Salam)
26) Al-Fiqh l-Islami 1 /373
27) Bukhari (Al-Fath 1/269) dan Muslim 1/22 6
28) Lihat Syarhul ‘Umdah Ibnu Taimiyah 1/368 sesuai dengan hadits ‘Aisyah riwayat Muslim 1/260
29) Al-Fiqh Al-Islami 1/372,3 73. Syaikh Utsaimin berpendapat jika seseorang mandi lalu tidak berkumur-kumur dan beristinsyaq maka mandinya tidak sah ( majmu ’ fatawa 4/229)
30) Irwaul golil 1/170
_________________
[Disalin dari Ebook Maktabah Abu Salma, "Sifat Mandi Janabat Menurut Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam", Penulis Al-Ustadz Abu ‘Abdil Muhsin bin ‘Abidin as-Soronji (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Madinah).]
Artikel terkait masalah ini, dapat dilihat pada artikel lainnya dengan judul :
- SIFAT MANDI JUNUB DAN PERBEDAANNYA DENGAN MANDI HAID
- TATACARA MANDI JANABAH (MANDI WAJIB)
Artikel terkait masalah ini, dapat dilihat pada artikel lainnya dengan judul :
- SIFAT MANDI JUNUB DAN PERBEDAANNYA DENGAN MANDI HAID
- TATACARA MANDI JANABAH (MANDI WAJIB)
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.