Perhatian
 Tulisan ini hanya ringkasan, dimana dalil-dalil yang disertakan pun hanya sebagian saja. Bagi pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalil shahihnya secara lengkap dipersilahkan merujuk pada buku aslinya yaitu : "Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam", oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani


بسم الله الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، أَمَّا بَعْدُ

Definisi Sholat
Sholat secara Bahasa (Etimologi) berarti Do’a, berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala :
و صل عليهم
Artinya : “dan shalatnya untuk mereka”
Yaitu doakanlah, sedangkan secara Istilah atau Syari’ah (Terminologi), sholat adalah beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan salam, disertai dengan niat dan syarat-syarat tertentu.

Di dalam hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah masuk suatu masjid, lalu salah seorang juga menyusul masuk dan melaksanakan shalat, lalu seusai shalat dia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan salam kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab salamnya dan seraya berkata: “Kembalilah dan shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shalat!!”. Sampai dua atau tiga kali orang tersebut mengulangi shalatnya dan senantiasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan demikian. Sampai kemudian orang itu berkata: “Ajarkanlah kepadaku ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (cara shalat yang benar) ??, maka berkatalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila engkau berdiri hendak menegakkan shalat maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadaplah qiblat, lalu bertakbirlah, kemudian bacalah Alqur,an yang mudah bagimu, kemudian ruku`lah hingga engkau tuma’ninah (tenang), kemudian bangkitlah (i`tidal) hingga engkau sempurna berdiri tenang, kemudian bersujudlah hingga engkau thuma’ninah (tenang) dalam sujudmu, kemudian bangkitlah (duduk antara dua sujud) dari sujudmu hingga engkau tenang dalam dudukmu, kemudian lakukanlah semua itu (dalam setiap raka`at) dalam shalatmu.” [HR. Bukhari: 757 dan 6251 dan Muslim: 397]. Hadits ini dikenal dengan nama (hadits almusii, fii shalatihi).
Berdasarkan hadits diatas dan selainnya dapat kita simpulkan sifat dan cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut:


MENGHADAP KA’BAH (QIBLAT):
Menghadap qiblat adalah merupakan syarat sahnya shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap Ka’bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabda beliau diatas kepada orang yang sholatnya salah.

BERDIRI:
Berdiri adalah merupakan rukun shalat bagi yang mampu berdasarkan kesepakatan para ulama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada `Imran bin Husain : “shalatlah berdiri, jika engkau tidak mampu maka duduklah, dan jika engkau tidak mampu pula maka berbaringlah” [H.R. Bukhari 1117, Abu Dawud 939 dan At Tirmidzi 369]

NIAT:
Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah subhanahu wata’ala semata, serta menguatkannya dalam hati. Dan telah terikat ijma` bahwa niat adalah syarat sahnya shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya :  
“Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya.” [HR. Bukhari, Muslim, baca Al Irwa', hadits no. 22]

Dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.
Abu Dawud rahimahullah bertanya kepada Imam Ahmad rahimahullah. Dia rahimahullah berkata, “Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?” Imam Ahmad rahimahullah menjawab, “Tidak.” [Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu' al Fataawaa XXII/28].

Imam As Suyuthi rahimahullah berkata, “Yang termasuk perbuatan bid’ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir.”

TAKBIRATUL IHRAM:
Takbiratul ihram adalah rukun shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memulai sholatnya dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar di awal sholat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُوْرُ وَ تَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ وَ تَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ

Artinya: “kuncinya shalat adalah wudhu, pengharamannya (segala hal yang membatalkan shalat) adalah takbir(takbiratul ihram), dan penghalalannya (menjadi halal segala apa-apa yang haram) adalah salam “ [H.R. Abu Dawud: 61, At Tirmidzi: 3]

MENGANGKAT KEDUA TANGAN: 
Disunnahkan mengangkat kedua tangan setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku’ dan setiap kali bangkit dari ruku’nya.” [Muttafaqun 'alaihi].

Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga, berdasarkan hadits riwayat Malik bin Al-Huwairits, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat).” [HR. Muslim].

TANGAN BERSEDEKAP DI ATAS DADA:
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda: “Kami, para nabi diperintahkan untuk … meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan sholat.” [HR. Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya' dengan sanad shahih].

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak, pergelangan dan lengan kirinya, berdasarkan hadits dari Wail bin Hujur: “Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya.” [HR. Abu Dawud dan An Nasa'i, dengan sanad yang shahih].

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya, berdasarkan hadits An Nasa’i dan Daraquthni: “Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya.” [Sanad Shahih].

Bersedekap di dada: Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits: “Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.” [HR. Abu Dawud dari Wail bin Hujur]. 
Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah.
Imam Mawarzi dalam Kitab Masa’il, halaman 222 berkata: “Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a qunut dan melakukan qunut sebelum ruku’. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan teteknya.” Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi ‘Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu Ash Sholat pada Kitab Al I’lam, beliau rahimahullah berkata: “Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada.”

MEMANDANG TEMPAT SUJUD:
Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat).” [HR. Al Baihaqi dan Al Hakim, lihat Irwa’ 354 syaikh Al Albani].

MEMBACA DOA ISTIFTAH:
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:
“Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Quran yang dihafalnya…” [HR. Abu Dawud dan Hakim].

Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diantaranya adalah:
اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ، كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ

“Ya Allah, jauhkan antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan- kesalahanku, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan air es”. [HR. Al-Bukhari 744 dan Muslim 598].

Dan selainnya dari jenis-jenis doa istiftah. [Lihat sifat shalat Nabi karya Syaikh Al Albani hal 91-95], Seperti misalnya :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَـهَ غَيْرُكَ.

"Maha Suci Engkau ya Allah, aku memujiMu, Maha Berkah akan nama-Mu, Maha Tinggi kekayaan dan kebesaranMu, tiada Ilah yang berhak disembah selain Engkau." [HR. Empat penyusun kitab Sunan, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 1/77 dan Shahih Ibnu Majah 1/135.]

Atau ini :

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِيْ، وَنُسُكِيْ، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ. أَنْتَ رَبِّيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِيْ لأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِيْ لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا، لاَ يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ بِيَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.

“Aku menghadap kepada Tuhan Pencipta langit dan bumi, dengan memegang agama yang lurus dan aku tidak tergolong orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalat, ibadah dan hidup serta matiku adalah untuk Allah. Tuhan seru sekalian alam, tiada sekutu bagiNya, dan karena itu, aku diperintah dan aku termasuk orang-orang muslim.
Ya Allah, Engkau adalah Raja, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau, engkau Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku menganiaya diriku, aku mengakui dosaku (yang telah kulakukan). Oleh karena itu ampunilah seluruh dosaku, sesungguhnya tidak akan ada yang mengampuni dosa-dosa, kecuali Engkau. Tunjukkan aku pada akhlak yang terbaik, tidak akan menunjukkan kepadanya kecuali Engkau. Hindarkan aku dari akhlak yang jahat, tidak akan ada yang bisa menjauhkan aku daripadanya, kecuali Engkau. Aku penuhi panggilanMu dengan kegembiraan, seluruh kebaikan di kedua tanganMu, kejelekan tidak dinisbahkan kepadaMu. Aku hidup dengan pertolongan dan rahmatMu, dan kepadaMu (aku kembali). Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku minta ampun dan bertaubat kepadaMu”. [HR. Muslim 1/534]

Atau ini :
 
اَللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيْلَ، وَمِيْكَائِيْلَ، وَإِسْرَافِيْلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ. اِهْدِنِيْ لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ تَهْدِيْ مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ.

“Ya Allah, Tuhan Jibrail, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi. Wahai Tuhan yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Engkau yang menjatuhkan hukum (untuk memutuskan) apa yang mereka (orang-orang kristen dan yahudi) pertentangkan. Tunjukkanlah aku pada kebenaran apa yang dipertentangkan dengan seizin dariMu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang yang Engkau kehendaki”. [HR. Muslim 1/534.]

Atau ini :  
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً)) ثلاثا ((أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore”. (Diucapkan tiga kali). “Aku berlindung kepada Allah dari tiupan, bisikan dan godaan setan”. [HR. Abu Dawud 1/203, Ibnu Majah 1/265 dan Ahmad 4/85. Muslim juga meriwayatkan hadits senada dari Ibnu Umar, dan di dalamnya terdapat kisah 1/420].

Atau yang ini :

اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، [وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ][ وَلَكَ الْحَمْدُ][أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّهُ حَقُّ، وَالنَّارُ حَقُّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقُّ، وَمُحَمَّدٌ حَقُّ، وَالسَّاعَةُ حَقُّ][اَللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ][أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ][أَنْتَ إِلَـهِيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ].

“Apabila Nabi Shallallahu’alaihi wasallam shalat Tahajud di waktu malam, beliau membaca: “Ya, Allah! BagiMu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta seisi-nya. BagiMu segala puji, Engkau benar, janjiMu benar, firmanMu benar, bertemu denganMu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah benar (ada), (terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dariMu), kejadian hari Kiamat adalah benar. Ya Allah, kepadaMu aku menyerah, kepadaMu aku bertawakal, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku kembali (bertaubat), dengan pertolonganMu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepadaMu (dan dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku yang telah lewat dan yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau”. [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 3/3, 11/116, 13/371, 423, 465 dan Muslim meriwayatkannya dengan ringkas 1/532]
Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
 

MEMBACA TA’AWWUDZ:
Membaca ta’awwudz adalah diwajibkan dalam setiap raka’at berdasarkan pendapat yang kuat, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” [An Nahl: 98].

Berkata Imam Ibnu Hazm rahimahullah: “Dan wajib atas setiap orang yang shalat untuk berta`awwudz apabila dia membaca al Qur’an dan diharuskan baginya pada setiap Raka`at berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala (An Nahl 98)…..dan diantara kesalahan adalah mengatakan sesuatu yang Allah subhanahu wata’ala perintahkan bahwa hal tersebut tidak wajib, apalagi perkaranya adalah berdo’a memohon perlindungan dari tipu daya syaithan, maka ini adalah perkara yang diyakini kewajibannya…”
Juga beliau rahimahullah mengatakan: “Adalah Imam Ibnu Siirin beristi`adzah pada setiap raka`at” [lihat Al Muhalla masalah no 363].

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa membaca ta’awwudz yang berbunyi:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk”
أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْع الْعَلِيْم مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم مِنْ هَمْزِهِ وَ نَفْخِهِ وَ نَفْثِهِ

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkan kematian), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan pengkaburan/ syubhat ).” (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, Al hakim dan dishahkan olehnya]

MEMBACA AL FATIHAH:
Membaca Al Fatihah merupakan salah satu rukun sholat, berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al Fatihah” [H.R. Bukhari dan Muslim]

Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al Fatihah, begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at terakhir sholat Mahgrib dan dua roka’at terakhir sholat ‘Isya, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri dengan sirr.

MEMBACA AAMIIN : 
Membaca aamin disunnahkan bagi imam sholat, Adapun ma’mum diwajibkan baginya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan aamiin dengan suara keras dan panjang.” [H.R. Bukhori]

Hadits tersebut mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amiin, demikian yang menjadi pendapat Al Imam Al Bukhari, Asy Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al Bukhari membuat suatu bab dengan judul “Bab Jahr al Imaam Bitta’miin” (bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin).
Adapun ta’minnya makmum diwajibkan baginya berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin.”

Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy Syaukani rahimahullah. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca aamiin ketika imam juga membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya sunnah. [lihat Nailul Authaar, II/262].

Adapun keutamaan membaca aamiin berdasarkan hadits: “(Apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [H.R. Bukhori dan Muslim]

Syaikh Al Albani rahimahullah mengomentari masalah ini sebagai berikut: “Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, tidak mendahuluinya dan tidak pula terlambat.” [Tamaamul Minnah hal. 178 dan Ad Dhai`fah no 952]

MEMBACA SURAH SETELAH AL FATIHAH:
Membaca surat Al Qur an setelah membaca Al Fatihah dalam sholat hukumnya sunnah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membolehkan tidak membacanya.

RUKU’:
Do’a yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ada beberapa macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain, diantaranya:
سُبْحَانَ رَبِّـيَ الْعَظِيْمِ

“Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung”.(Dibaca tiga kali). [HR. Ashabus Sunan dan Imam Ahmad, lihat Shahih At-Tirmidzi 1/83]

BANGKIT DARI RUKU’ (I’TIDAL):
Do’a yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala i`tidal:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

“Semoga Allah mendengar pujian orang yang memujiNya.” [H.R. Al-Bukhari dalam Fathul Baari 2/282]
Sambil membaca:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

“Wahai Tuhan kami, bagiMu segala puji, aku memujiMu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh dengan berkah.” [HR. Al-Bukhari]

SUJUD:
Cara bersujud adalah pada 7 anggota badan, yakni jidat/kening/dahi dan hidung (1,2), dua telapak tangan (3,4), dua lutut (5,6) dan dua ujung kaki (7). Hal ini berdasarkan hadits: Dari Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan oleh Al-Jama’ah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca doa dalam sujud:
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى

“Maha Suci Tuhanku, Yang Maha Tinggi (dari segala kekurangan dan hal yang tidak layak). Dibaca tiga kali [H.R. Al Arba’a, lihat Shahih At-Tirmidzi 1/83]

DUDUK ANTARA DUA SUJUD:
Diantara doa yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَعَافِنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَارْفَعْنِي.

“Ya Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, tunjukkanlah aku (ke jalan yang benar), cukupkanlah aku, selamatkan aku (tubuh sehat dan keluarga terhindar dari musibah), berilah aku rezeki (yang halal) dan angkatlah derajatku.” [H.R. Ashhabus Sunan, kecuali An-Nasai].

DUDUK TASYAHHUD AWWAL DAN AKHIR:
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat, Adapun Tasyahhud akhir dan duduknya adalah rukun shalat. Waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri) sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai), pada masing-masing posisi kaki kanan ditegakkan dan jari-jarinya menghadap qiblat, berdasarkan hadits dari Abi Humaid As-Sa’idiy riwayat Abu Dawud tentang sifat sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mengangkat jari telunjuk dari awal tasyahud hingga akhir
Mengangkat jari telunjuk dari awal tasyahud hingga akhir. Hal ini berdasarkan hadits-hadits shohih yang sangat banyak jumlahnya diantaranya yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika duduk tasyahud beliau menggenggam jari-jari beliau lalu membuat lingkaran kemudian mengangkat telunjuknya, maka dzahir hadits ini menunjukkan beliau mengangkat jari telunjuk dari awal tasyahud sampai akhir.

Membaca do’a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat
Do’a tahiyyat ini ada beberapa riwayat, diantarnya :
Berkata Abdullah: beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu mengucapkan:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

“Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan berkahNya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

Kemudian bershalawat:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ.

“Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada keluarga Ibrohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarganya (termasuk anak dan istri atau umatnya, sebagai-mana Engkau telah memberi berkah kepada keluarga Ibrohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.” [H.R. Al-Bukhari].

Berdo’a berlindung dari empat (4) hal.
Wajib berlindung dari 4 perkara setelah selesai membaca doa tasyahud akhir, Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “…..Apabila kamu telah selesai bertasyahhud akhir maka berlindunglah pada Allah subhanahu wata’ala dari 4 perkara dengan mengatakan:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِك مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ومِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.

“Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal.” [HR. Al-Bukhari 2/102 dan Muslim 1/412].

SALAM:
Salam yang pertama adalah merupakan rukun shalat, adapun salam yang kedua hukumnya wajib berdasarkan pendapat yang kuat dan salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do’a minta perlindungan dari 4 fitnah atau tambahan do’a lainnya.
Cara Salam : Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila salam sebelah kanannya beliau mengucapkan: “assalamu `alaikum warahmatullah”. Hingga nampak putihnya pipi kanan Beliau dan apabila salam sebelah kirinya beliau mengucapkan “asslamu `alaikum warahmatullah”, hingga nampak pula putihnya pipi kiri Beliau [HR. Muslim no. 582]. Dan terkadang beliau menambah pada salam yang pertama dengan (Wabarakatuh) [HR. Abu dawud dan ibnu khuzaimah dengan sanad yang shohih].

وَالله ُتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَلَمِيْنَ



Maroji’ (Rujukan): 
1. Shohih Fiqh Sunnah, oleh Syaikh Abu Malik Hafidzahulloh 
2. Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah, oleh Syaikh Hushain ‘Awaadah 
3. Sifat Sholat Nabi , Oleh Syaikh Al Albaniy 
4. Tamaamul Minnah, oleh Syaikh Al Albaniy

[Booklet Dakwah Al-Ilmu. Edisi: Jum’at, 13 Safar 1431 H/ 29 Januari 2010 M. Diterbitkan oleh: Pondok Pesantren Minhajus Sunnah Kendari].

Sumber : http://salafykendari.com/?p=57