Oleh : Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan
PERTAMA: MAKNA SYAHADATAIN
[A]. Makna Syahadat "Laa ilaaha illallah"
Yaitu beri'tikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, menta'ati hal terse-but dan mengamalkannya. La ilaaha menafikan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. Illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah.
Jadi makna kalimat ini secara ijmal (global) adalah, "Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah". Khabar "Laa " harus ditaqdirkan "bi haqqi" (yang hak), tidak boleh ditaqdirkan dengan "maujud " (ada). Karena ini menyalahi kenyataan yang ada, sebab tuhan yang disembah selain Allah banyak sekali. Hal itu akan berarti bahwa menyembah tuhan-tuhan tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini Tentu kebatilan yang nyata.
Kalimat "Laa ilaaha  illallah" telah ditafsiri dengan beberapa penafsiran yang batil, antara lain:  
[1]. "Laa ilaaha illallah" artinya:
"Tidak ada sesembahan kecuali  Allah", Ini adalah batil, karena maknanya: Sesungguhnya setiap yang disembah,  baik yang hak maupun yang batil, itu adalah Allah. 
[2]. "Laa ilaaha  illallah" artinya:
"Tidak ada pencipta selain Allah" . Ini adalah sebagian  dari arti kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti ini  hanya mengakui tauhid rububiyah saja, dan itu belum cukup. 
[3]. "Laa  ilaaha illallah" artinya:
"Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah". Ini  juga sebagian dari makna kalimat " ". Tapi bukan itu yang dimaksud, karena makna  tersebut belum cukup 
Semua tafsiran di atas adalah batil atau kurang.  Kami peringatkan di sini karena tafsir-tafsir itu ada dalam kitab-kitab yang  banyak beredar. Sedangkan tafsir yang benar menurut salaf dan para muhaqqiq  (ulama peneliti), tidak ada sesembahan yang hak selain Allah) seperti tersebut  di atas. 
[B]. Makna Syahadat "Anna Muhammadan Rasulullah" 
Yaitu  mengakui secara lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah dan RasulNya yang  diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta mengamalkan konsekuensinya:  menta'ati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya, dan tidak  menyembah 
Allah kecuali dengan apa yang disyari'atkan. 
KEDUA: RUKUN  SYAHADATAIN 
[A]. Rukun "Laa ilaaha illallah" 
Laa ilaaha illallah  mempunyai dua rukun: 
An-Nafyu atau peniadaan: "Laa ilaha" membatalkan syirik  dengan segala bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang  disembah selain Allah. 
Al-Itsbat (penetapan): "illallah" menetapkan  bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan  sesuai dengan konsekuensinya. 
Makna dua rukun ini banyak disebut dalam  ayat Al-Qur'an, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
" Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beri-man kepada Allah,  makasesungguhnya ia telah berpegang kepa-da buhul tali yang amat kuat ..."  [Al-Baqarah: 256]
Firman Allah, "siapa yang ingkar kepada thaghut" itu  adalah makna dari "Laa ilaha" rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, "dan  beriman kepada Allah" adalah makna dari rukun kedua, "illallah". Begitu pula  firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Ibrahim alaihis salam  :
" Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu  sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku ...". [Az-Zukhruf:  26-27]
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , "Sesungguhnya aku berlepas  diri" ini adalah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan  perkataan, "Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku", adalah makna itsbat  (penetapan) pada rukun kedua. 
[B]. Rukun Syahadat "Muhammad Rasulullah"  
Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat "'abduhu wa rasuluh "  hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan  tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau  adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua  sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau  adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia  lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain.  
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : 
" Katakanlah: 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, ...'."  [Al-Kahfi : 110]
Beliau hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan  sebenar-benarnya, dan karenanya Allah Subhanahu wa Ta'ala  memujinya:
"Bukankah Allah cukup untuk melindungi  hamba-hambaNya." [Az-Zumar: 36]
"Segala puji bagi Allah yang  telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an) ..."[Al-Kahfi:  1]
"Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada  suatu malam dari Al-Masjidil Haram ..." [Al-Isra': 1] 
Sedangkan rasul  artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah kepada  Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).  
Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan dua  sifat ini meniadakan ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi  wa sallam. Karena banyak orang yang mengaku umatnya lalu melebihkan haknya atau  mengkultuskannya hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai hamba hingga  kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah Subhanahu wa  Ta'ala. Mereka ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, dari selain  Allah. 
Juga meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya  selain Allah, seperti memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di  pihak lain sebagian orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi haknya,  sehingga ia bergantung kepada pendapat-pendapat yang menyalahi ajarannya, serta  memaksakan diri dalam mena'wilkan hadits-hadits dan hukum-hukumnya.  
KETIGA: SYARAT-SYARAT SYAHADATAIN 
[A]. Syarat-syarat "Laa ilaha  illallah" 
Bersaksi dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat.  Tanpa syarat-syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya.  Secara global tujuh syarat itu adalah: 
1. 'Ilmu, yang menafikan jahl  (kebodohan). 
2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan). 
3. Qabul  (menerima), yang menafikan radd (penolakan). 
4. Inqiyad (patuh), yang  menafikan tark (meninggalkan). 
5. Ikhlash, yang menafikan syirik. 
6.  Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta). 
7. Mahabbah (kecintaan), yang  menafikan baghdha' (kebencian). 
Adapun rinciannya adalah sebagai  berikut: 
Syarat Pertama: 'Ilmu (Mengetahui). 
Artinya memahami makna  dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang  menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut. 
Allah Subhanahu wa  Ta'ala berfirman:
"Akan tetapi (orang yang dapat memberi  syafa`at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)".  [Az-Zukhruf : 86]
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha  illallah, dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya.  Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka  persaksian itu tidak sah dan tidak berguna. 
Syarat Kedua: Yaqin (yakin).  
Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan sya-hadat itu. Manakala  ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu.
Allah Subhanahu wa  Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman  hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka  tidak ragu-ragu ..." [Al-Hujurat : 15]
Kalau ia ragu maka ia menjadi  munafik. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 
"Siapa  yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah  selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan  (balasan) Surga." [HR. Al-Bukhari]
Maka siapa yang hatinya tidak  meyakininya, ia tidak berhak masuk Surga. 
Syarat Ketiga: Qabul  (menerima). 
Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyem-bah  Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selainNya. 
Siapa yang  mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta'ati, maka ia termasuk orang-orang  yang difirmankan Allah:
"Sesungguhnya mereka dahulu apabila  dikatakan kepada mereka: 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah  melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata: "Apakah  sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang  penyair gila?" [Ash-Shafat: 35-36]
Ini seperti halnya penyembah kuburan  dewasa ini. Mereka mengikrarkan laa ilaaha illallah, tetapi tidak mau  meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka belum  me-nerima makna laa ilaaha illallah. 
Syarat Keempat: Inqiyaad (Tunduk  dan Patuh dengan kandungan Makna Syahadat). 
Allah Subhanahu wa Ta'ala  berfirman:
"Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada  Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah  berpegang kepada buhul tali yang kokoh." [Luqman : 22]
Al-'Urwatul-wutsqa  adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqadu (patuh,  pasrah). 
Syarat Kelima: Shidq (jujur). 
Yaitu mengucapkan kalimat ini  dan hatinya juga membenarkan-nya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya  mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta. 
Allah Subhanahu wa  Ta'ala berfirman:
"Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami  beriman kepa-da Allah dan Hari kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan  orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang  beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.  Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka  siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." [Al-Baqarah: 8-10]
Syarat  Keenam: Ikhlas. 
Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan  jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya' atau sum'ah.  Dalam hadits 'Itban, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda:
"Artinya : Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang  yang mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha Allah." [HR.  Al-Bukhari dan Muslim]
Syarat Ketujuh: Mahabbah (Kecintaan).  
Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai 
orang-orang  yang mengamalkan konsekuensinya. 
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:  
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah  tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka  mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah."  [Al-Baqarah: 165]
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang  tulus bersih. Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya.  Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.  
[B]. Syarat Syahadat "Anna Muhammadan Rasulullah" 
1. Mengakui  kerasulannya dan meyakininya di dalam hati. 
2. Mengucapkan dan mengikrarkan  dengan lisan. 
3. Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah  dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya. 
4. Membenarkan  segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang gha-ib, baik yang sudah lewat  maupun yang akan datang. 
5. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya  sendiri, harta, anak, orangtua serta seluruh umat manusia. 
6. Mendahulukan  sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain serta mengamalkan sunnahnya.  
KEEMPAT: KONSKUENSI SYAHADATAIN 
[A]. Konsekuensi "Laa ilaha  illallah" 
Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala ma-cam  yang dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illallah . Dan  beribadah kepada Allah semata tanpa syirik sedikit pun, sebagai keharusan dari  penetapan illallah. 
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar  konsekuensinya. Sehingga mereka menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik  berupa para makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan serta para thaghut lainnya.  
Mereka berkeyakinan bahwa tauhid adalah bid'ah. Mereka menolak para da'i  yang mengajak kepada tauhid dan mencela orang yang beribadah hanya kepada Allah  semata. 
[B]. Konsekuensi Syahadat "Muhammad Rasulullah" 
Yaitu  mentaatinya, membenarkannya, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri  dengan mengamalkan sunnahnya, dan meninggalkan yang lain dari hal-hal bid'ah dan  muhdatsat (baru), serta mendahulukan sabdanya di atas segala pendapat orang.  
KELIMA: YANG MEMBATALKAN SYAHADATAIN 
Yaitu hal-hal yang membatalkan  Islam, karena dua kalimat syahadat itulah yang membuat seseorang masuk dalam  Islam. Mengucap-kan keduanya adalah pengakuan terhadap kandungannya dan  konsisten mengamalkan konsekuensinya berupa segala macam syi'ar-syi'ar Islam.  Jika ia menyalahi ketentuan ini, berarti ia telah membatalkan perjanjian yang  telah diikrarkannya ketika mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut.  
Yang membatalkan Islam itu banyak sekali. Para fuqaha' dalam kitab-kitab  fiqih telah menulis bab khusus yang diberi judul "Bab Riddah (kemurtadan)". Dan  yang terpenting adalah sepuluh hal, yaitu: Syirik dalam beribadah kepada  Allah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala  dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." [An-Nisa':  48]
" ... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu  dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya  ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun."  [Al-Ma'idah: 72]
Termasuk di dalamnya yaitu menyembelih karena selain  Allah, misalnya untuk kuburan yang dikeramatkan atau untuk jin dan  lain-lain.
Orang yang menjadikan antara dia dan Allah  perantara-perantara. Ia berdo'a kepada mereka, meminta syafa'at kepada mereka  dan bertawakkal kepada mereka. Orang seperti ini kafir secara ijma'. Orang yang  tidak mau mengkafirkan orang-orang musyrik dan orang yang masih ragu terhadap  kekufuran mereka atau mem-benarkan madzhab mereka, dia itu kafir.
Orang  yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih  sempurna dari petunjuk beliau, atau hukum yang lain lebih baik dari hukum  beliau. Seperti orang-orang yang mengutamakan hukum para thaghut di atas hukum  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , mengutamakan hukum atau  perundang-undangan manusia di atas hukum Islam, maka dia kafir.
Siapa  yang membenci sesuatu dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu  'alaihi wa sallam sekali pun ia juga mengamalkannya, maka ia kafir. Siapa yang  menghina sesuatu dari agama Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam atau pahala  maupun siksanya, maka ia kafir. 
Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah  Subhanahu wa Ta'ala :
"Katakanlah: 'Apakah dengan Allah,  ayat-ayatNya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta  ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman." [At-Taubah: 65-66]
Sihir, di  antaranya sharf dan 'athf (barangkali yang dimaksud adalah amalan yang bisa  membuat suami benci kepada istrinya atau membuat wanita cinta kepadanya/pelet).  Barangsiapa melakukan atau meridhainya, maka ia kafir. Dalilnya adalah firman  Allah Subhanahu wa Ta'ala :
" ... sedang keduanya tidak  mengajarkan (sesuatu) kepada se-orangpun sebelum mengatakan: 'Sesungguhnya kami  hanya co-baan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'."[Al-Baqarah:  102]
Mendukung kaum musyrikin dan menolong mereka dalam memusuhi umat  Islam. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya  orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk  kepada orang-orang yang zhalim." [Al-Ma'idah: 51]
Siapa yang meyakini  bahwa sebagian manusia ada yang boleh keluar dari syari'at Nabi Muhammad  Shallallahu 'alaihi wa sallam , seperti halnya Nabi Hidhir boleh keluar dari  syariat Nabi Musa alaihis salam, maka ia kafir. Sebagaimana yang diyakini oleh  ghulat sufiyah (sufi yang berlebihan/ melampaui batas) bahwa mereka dapat  mencapai suatu derajat atau tingkatan yang tidak membutuhkan untuk mengikuti  ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Berpaling dari agama  Allah, tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya. Dalilnya adalah  firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Dan siapakah yang lebih  zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya,  kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan  kepada orang-orang yang berdosa." [As-Sajadah: 22]
Syaikh Muhammad  At-Tamimy berkata: "Tidak ada bedanya dalam hal yang membatalkan syahadat ini  antara orang yang bercanda, yang serius (bersungguh-sungguh) maupun yang takut,  kecuali orang yang dipaksa. Dan semuanya adalah bahaya yang paling besar serta  yang paling sering terjadi. Maka setiap muslim wajib berhati-hati dan  mengkhawatirkan dirinya serta mohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa  Ta'ala dari hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah dan siksaNya yang pedih."  
[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia  Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan,  Penerjemah Agus Hasan Bashori Lc, Penerbit Darul Haq]



































Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.