Bismillah,
Disetiap Negara diadakan perayaan hari ibu yang harinya berbeda-beda sesuai dengan asal mula hari ibu itu ada menurut mereka, ada sebagian pendapat yang mengatakan asal mula munculnya peringatan hari ibu itu dari adat orang romawi kuno dalam peribadatan dan penyembahan dewi Rhea dengan penyelenggaraan festival Cyble, ibu dari segala dewa yunani kuno, pesta yang diadakan di Roma itu mulai tanggal 15-18 maret. Dan selain itu orang romawi kuno juga memiliki hari besar lain yang disebut Matronalia, sebagai peringatan dewi Juno di mana hari itu para ibu-ibu diberikan hadiah. Dan disebagian Negara lain perayaan hari ibu itu bukan berasal dari ibu itu sendiri, tapi lebih condong kepada perayaan hari besar Kristen dan penghormatan kepada gereja.
Di Inggris dan Irlandia ada istilah mothering Sunday yang sering disebut mother's day, dan peringatan ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan mother's day yang diperingati orang Amerika. Hari ini deperingati pada minggu ke empat bulan Lent (bulan puasa), yang tepatnya 3 minggu sebelum hari paskah. Kebiasaan ini dianggap berasal dari kunjungan tahunan ibu-ibu ke gereja abad ke 16, yang dipercayai bahwa pada hari Ini juga para ibu-ibu itu harus bersatu bersama anak-anak mereka.
Sedangkan di Amerika, perayaan hari ibu jatuh pada minggu kedua bulan mei, karena pada tanggal itu pada tahun 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara.
Hari Ibu di Indonesia sering dimaknai mengikuti tradisi Mother's Day ala Amerika Serikat atau Eropa yang mendedikasikan hari itu sebagai penghormatan terhadap jasa para ibu dalam merawat anak-anak, suami serta mengurus rumah tangga. Pada hari itu kaum perempuan dibebaskan dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Inti pemaknaan Mother's Day macam ini adalah perayaan peran domestik perempuan sekaligus peneguhan posisi perempuan sebagai makhluk domestik. Domestifikasi perempuan ini mengawetkan bilik dapur, sumur, dan kasur sebagai domain kaum perempuan.
Penggunaan kata ibu ini pulalah yang tampaknya telah membuat pemaknaan Hari Ibu terseret ke arah pemaknaan Mother's Day, yang lebih ditujukan untuk memberi puja-puji terhadap ke-ibu-an (motherhood) dan perannya sebagai "yang telah melahirkan dan menyusui", sebagai pengasuh anak, sumber kasih sayang, pemandu urusan domestik, dan pendamping suami.
Hal-hal inilah yang menjadi titik sentral peringatan Mother's Day di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, yang mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronus. Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother's Day jatuh pada bulan maret.
Yang barangkali telah merancukan pemaknaan Hari Ibu adalah digunakannya kata "ibu", dan bukan "perempuan". Masalahnya, jika ditilik dari apa yang dilakukan para pejuang saat itu, titik sentral yang digarap adalah kaum perempuan secara umum, bukan sebatas kaum ibu.
Hari Ibu di Tanah Air yang jatuh pada tanggal 22 Desember mempunyai akar sejarah dan makna jauh berbeda dari tradisi Mother's Day model Barat. Momentum ini bertolak dari semangat pembebasan nasib kaum perempuan dari belenggu ketertindasan pada waktu itu.
Hari Ibu di Indonesia.
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I 22-25 desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandala bhakti Wanita tama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di jawa dan sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai kongres wanita Indonesia (kowani). Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Cut Mutia , R.A.Kartini, Walanda Maramis , Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, Laksamana Malahayati dan lain-lain. Tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Tanggal 22 Desember dipilih untuk mengenang diselenggarakannya Kongres Perempuan pertama, 31 tahun sebelumnya.
Jadi, menilik sejarahnya, mestinya bukan the state of being mother-nya yang diapresiasi, seharusnya peringatan Hari Ibu tidak hanya dimaknai sebagai hari mengungkapkan kasih sayang dan memanjakan ibu, memang Itu tidak salah, tetapi keperempuanan dan semangat juang mereka yang hebat. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Dan seharusnya kita mengambil semangat yang dimiliki para pahlawan wanita seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutia, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, dan Laksmana Malahayati, Semangat mereka, adalah semangat memperjuangkan hak-hak perempuan, Apalagi permasalahan perempuan zaman sekarang begitu banyak.
Misalnya soal perdagangan perempuan, Ini seharusnya disuarakan dalam peringatan Hari Ibu!. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, dan hak-hak lain yang malah menurunkan martabat wanita sebagai ratu dalam keluarga dan pencetak generasi bangsa masa depan!. Para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa. Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini, seperti penentangan terhadap perkawinan anak-anak dan kawin paksa, tuntutan akan syarat-syarat perceraian yang menguntungkan pihak perempuan, sokongan pemerintah untuk para janda dan anak yatim, beasiswa untuk anak perempuan dan sekolah-sekolah perempuan. Makna historis penting lainnya dari Kongres Perempuan I adalah menjadi batu pertama yang menandai babak baru bangkitnya gerakan kaum perempuan Indonesia pada waktu itu untuk berorganisasi secara demokratis tanpa membedakan agama, etnis, dan kelas sosial.
Jadi jelas kalau hari ibu di tanah air kita bukanlah mother's day seperti ala Amerika dan Eropa. Tujuan dan latar belakang peringatan hari tersebut jauh berbeda.
Wallahu a'lam.
Oleh : Nailunni'am
Mahasiswa Al-Azhar Fak. Ushuluddin
Sumber : http://djohar1962.blogspot.com/2008/12/hari-ibu-vs-mothers-day-sejarah-mothers.html
Disetiap Negara diadakan perayaan hari ibu yang harinya berbeda-beda sesuai dengan asal mula hari ibu itu ada menurut mereka, ada sebagian pendapat yang mengatakan asal mula munculnya peringatan hari ibu itu dari adat orang romawi kuno dalam peribadatan dan penyembahan dewi Rhea dengan penyelenggaraan festival Cyble, ibu dari segala dewa yunani kuno, pesta yang diadakan di Roma itu mulai tanggal 15-18 maret. Dan selain itu orang romawi kuno juga memiliki hari besar lain yang disebut Matronalia, sebagai peringatan dewi Juno di mana hari itu para ibu-ibu diberikan hadiah. Dan disebagian Negara lain perayaan hari ibu itu bukan berasal dari ibu itu sendiri, tapi lebih condong kepada perayaan hari besar Kristen dan penghormatan kepada gereja.
Di Inggris dan Irlandia ada istilah mothering Sunday yang sering disebut mother's day, dan peringatan ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan mother's day yang diperingati orang Amerika. Hari ini deperingati pada minggu ke empat bulan Lent (bulan puasa), yang tepatnya 3 minggu sebelum hari paskah. Kebiasaan ini dianggap berasal dari kunjungan tahunan ibu-ibu ke gereja abad ke 16, yang dipercayai bahwa pada hari Ini juga para ibu-ibu itu harus bersatu bersama anak-anak mereka.
Sedangkan di Amerika, perayaan hari ibu jatuh pada minggu kedua bulan mei, karena pada tanggal itu pada tahun 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara.
Hari Ibu di Indonesia sering dimaknai mengikuti tradisi Mother's Day ala Amerika Serikat atau Eropa yang mendedikasikan hari itu sebagai penghormatan terhadap jasa para ibu dalam merawat anak-anak, suami serta mengurus rumah tangga. Pada hari itu kaum perempuan dibebaskan dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Inti pemaknaan Mother's Day macam ini adalah perayaan peran domestik perempuan sekaligus peneguhan posisi perempuan sebagai makhluk domestik. Domestifikasi perempuan ini mengawetkan bilik dapur, sumur, dan kasur sebagai domain kaum perempuan.
Penggunaan kata ibu ini pulalah yang tampaknya telah membuat pemaknaan Hari Ibu terseret ke arah pemaknaan Mother's Day, yang lebih ditujukan untuk memberi puja-puji terhadap ke-ibu-an (motherhood) dan perannya sebagai "yang telah melahirkan dan menyusui", sebagai pengasuh anak, sumber kasih sayang, pemandu urusan domestik, dan pendamping suami.
Hal-hal inilah yang menjadi titik sentral peringatan Mother's Day di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, yang mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronus. Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother's Day jatuh pada bulan maret.
Yang barangkali telah merancukan pemaknaan Hari Ibu adalah digunakannya kata "ibu", dan bukan "perempuan". Masalahnya, jika ditilik dari apa yang dilakukan para pejuang saat itu, titik sentral yang digarap adalah kaum perempuan secara umum, bukan sebatas kaum ibu.
Hari Ibu di Tanah Air yang jatuh pada tanggal 22 Desember mempunyai akar sejarah dan makna jauh berbeda dari tradisi Mother's Day model Barat. Momentum ini bertolak dari semangat pembebasan nasib kaum perempuan dari belenggu ketertindasan pada waktu itu.
Hari Ibu di Indonesia.
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I 22-25 desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandala bhakti Wanita tama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di jawa dan sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai kongres wanita Indonesia (kowani). Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Cut Mutia , R.A.Kartini, Walanda Maramis , Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, Laksamana Malahayati dan lain-lain. Tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Tanggal 22 Desember dipilih untuk mengenang diselenggarakannya Kongres Perempuan pertama, 31 tahun sebelumnya.
Jadi, menilik sejarahnya, mestinya bukan the state of being mother-nya yang diapresiasi, seharusnya peringatan Hari Ibu tidak hanya dimaknai sebagai hari mengungkapkan kasih sayang dan memanjakan ibu, memang Itu tidak salah, tetapi keperempuanan dan semangat juang mereka yang hebat. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Dan seharusnya kita mengambil semangat yang dimiliki para pahlawan wanita seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutia, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, dan Laksmana Malahayati, Semangat mereka, adalah semangat memperjuangkan hak-hak perempuan, Apalagi permasalahan perempuan zaman sekarang begitu banyak.
Misalnya soal perdagangan perempuan, Ini seharusnya disuarakan dalam peringatan Hari Ibu!. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, dan hak-hak lain yang malah menurunkan martabat wanita sebagai ratu dalam keluarga dan pencetak generasi bangsa masa depan!. Para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa. Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini, seperti penentangan terhadap perkawinan anak-anak dan kawin paksa, tuntutan akan syarat-syarat perceraian yang menguntungkan pihak perempuan, sokongan pemerintah untuk para janda dan anak yatim, beasiswa untuk anak perempuan dan sekolah-sekolah perempuan. Makna historis penting lainnya dari Kongres Perempuan I adalah menjadi batu pertama yang menandai babak baru bangkitnya gerakan kaum perempuan Indonesia pada waktu itu untuk berorganisasi secara demokratis tanpa membedakan agama, etnis, dan kelas sosial.
Jadi jelas kalau hari ibu di tanah air kita bukanlah mother's day seperti ala Amerika dan Eropa. Tujuan dan latar belakang peringatan hari tersebut jauh berbeda.
Wallahu a'lam.
Oleh : Nailunni'am
Mahasiswa Al-Azhar Fak. Ushuluddin
Sumber : http://djohar1962.blogspot.com/2008/12/hari-ibu-vs-mothers-day-sejarah-mothers.html
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.