Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



SEJARAH SHALAWAT BADAR

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :



Bismillah,
Sebagian kaum muslimin, terutama di Indonesia, serimg mengamalkan shalawat badar, dan mereka menyangka itu sebagai lafazh-lafazh yang sunnah. Namun apakah benar demikian halnya?

Berikut ini akan kami bawakan sebuah artikel tentang asal-usul sejarah shalawat badar tersebut, yang mana artikel tersebut kami nukil dari situs yang berafiliasi dengan NU, yang mana mereka sendirilah yang mengklaim bahwa shalawat ini adalah buah karya kiyai mereka. Jadi sekali lagi perlu diingatkan bahwa shalawat badar adalah produksi lokal (indonesia), tidak ada sangkut pautnya dengan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.


Sholawat Badar adalah rangkaian sholawat berisikan tawassul dengan nama Allah, dengan Junjungan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam serta para mujahidin teristimewanya para pejuang Badar. Sholawat ini adalah hasil karya Kiyai Ali Manshur, yang merupakan cucu Kiyai Haji Muhammad Shiddiq, Jember.

Kiyai ‘Ali Manshur adalah anak saudara/keponakan Kiyai Haji Ahmad Qusyairi, ulama besar dan pengarang kitab “”Tanwir al-Hija” yang telah disyarahkan oleh ulama terkemuka Haramain, Habib ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani, dengan jodol “Inarat ad-Duja”.

Diceritakan bahwa asal mula karya ini ditulis oleh Kiyai ‘Ali Manshur sekitar tahun 1960an, pada waktu umat Islam Indonesia menghadapi fitnah Partai Komunis Indonesia (PKI). Ketika itu, Kiyai ‘Ali adalah Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi dan juga seorang Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama di situ.

Keadaan politik yang mencekam saat itu dan kebejatan PKI yang merajalela membunuh massa, bahkan banyak kiyai yang menjadi mangsa mereka, maka terlintaslah di hati Kiyai ‘Ali, yang memang mahir membuat syair ‘Arab sejak nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri, untuk menulis satu karangan sebagai sarana bermunajat memohon bantuan Allah SWT untuk meredam fitnah politik saat itu bagi kaum muslimin khususnya Indonesia.

Dalam keadaan tersebut, Kiyai ‘Ali tertidur dan dalam tidurnya beliau bermimpi didatangi manusia-manusia berjubah putih – hijau, dan pada malam yang sama juga, isteri beliau bermimpikan Kanjeng Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Setelah siang, Kiyai ‘Ali langsung pergi berjumpa dengan Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya tersebut. Habib Hadi menyatakan bahwa manusia-manusia berjubah tersebut adalah para ahli Badar. Mendengar penjelasan Habib yang mulia tersebut, Kiyai ‘Ali semakin bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan dengan para pejuang Badar tersebut. Lalu malamnya, Kiyai ‘Ali menjalankan penanya untuk menulis karya yang kemudiannya dikenali sebagai “Sholawat al-Badriyyah” atau “Sholawat Badar”.

maka terjadilah hal yang mengherankan keesokan harinya, orang-orang kampung mendatangi rumah beliau dengan membawa beras dan bahan makanan lain. Mereka menceritakan bahwa pada waktu pagi shubuh mereka telah didatangi orang berjubah putih menyuruh mereka pergi ke rumah Kiyai ‘Ali untuk membantunya kerena akan ada suatu acara diadakan di rumahnya. Itulah sebabnya mereka datang dengan membawa barang tersebut menurut kemampuan masing-masing. yang lebih mengherankan lagi adalah pada malam harinya, ada beberapa orang asing yang  membuat persiapan acara tersebut namun kebanyakan orang-orang yang tidak dikenali siapa mereka.

Menjelang keesokan pagi harinya, serombongan habaib yang diketuai oleh Habib ‘Ali bin ‘Abdur Rahman al-Habsyi Kwitang tiba-tiba datang ke rumah Kiyai ‘Ali tanpa memberi tahu terlebih dahulu akan kedatangannya. Tidak tergambar kegembiraan Kiyai ‘Ali menerima para tamu istimewanya tersebut.

Setelah memulai pembicaraan tentang kabar dan keadaan Muslimin, tiba-tiba Habib ‘Ali Kwitang bertanya mengenai syair yang ditulis oleh Kiyai ‘Ali tersebut. Tentu saja Kiyai ‘Ali terkejut karena hasil karyanya itu hanya diketahui dirinya sendiri dan belum disebarkan kepada seorangpun. Tapi beliau mengetahui, ini adalah salah satu kekeramatan Habib ‘Ali yang terkenal sebagai waliyullah itu.

Lalu tanpa banyak bicara, Kiyai ‘Ali Manshur mengambil kertas karangan syair tersebut lalu membacanya di hadapan para hadirin dengan suaranya yang lantang dan merdu. Para hadirin dan habaib mendengarnya dengan khusyuk sambil menitiskan air mata karena terharu. Setelah selesai dibacakan Sholawat Badar oleh Kiyai ‘Ali, Habib ‘Ali menyerukan agar Sholawat Badar dijadikan sarana bermunajat dalam menghadapi fitnah PKI. Maka sejak saat itu masyhurlah karya Kiyai ‘Ali tersebut.

Selanjutnya, Habib ‘Ali Kwitang telah mengundang para ulama dan habaib ke Kwitang untuk satu pertemuan, salah seorang yand diundang diantaranya ialah Kiyai ‘Ali Manshur bersama pamannya Kiyai Ahmad Qusyairi. Dalam pertemuan tersebut, Kiyai ‘Ali sekali lagi diminta untuk mengumandangkan Sholawat al-Badriyyah gubahannya itu. Maka bertambah masyhur dan tersebar luaslah Sholawat Badar ini dalam masyarakat serta menjadi bacaan populer dalam majlis-majlis ta’lim dan pertemuan.

Maka tak heran bila sampai sekarang Shalawat Badar selalu Populer. Di Majelis Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi sendiri di Kwitang tidak pernah tinggal pembacaan Shalawat Badar tersebut setiap minggunya.

Untuk lebih lengkapnya tentang cerita ini teman2 milis MR dan teman temanku seiman dapat membaca buku yang berjudul “ANTOLOGI Sejarah Istilah Amaliah Uswah NU” yang disusun oleh H. Soeleiman Fadeli dan Muhammad Subhan.


Sumber : http://orgawam.wordpress.com/2008/07/09/shalawat-badriyah/


Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.