Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



HUKUM MEMAKAI KONTAK LENS

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :



Fadliilatusy-Syaikh Shaalih bin Fauzaan hafidhahullah pernah ditanya tentang hukum memakai lensa mata berwarna untuk mempercantik diri (hiasan) dan mengikuti gaya, dimana harga lensa tersebut tergolong mahal. Maka beliau menjawab sebagai berikut :

لبس العدسات من أجل الحاجة لا بأس به.
أما إن كان من غير حاجة فإن تركه أحسن، خصوصاً إذا كان غالي الثمن فإنه يعد من الإسراف المحرم.
علاوة على ما فيه من التدليس والغش لأنه يظهر العين بغير مظهرها الحقيقي من غير حاجة إليه. اهــ
.

“Memakai lensa mata karena ada keperluan adalah tidak mengapa. Adapun jika ia memakainya tanpa ada satu keperluan, maka meninggalkannya lebih baik, khususnya jika harganya mahal. Karena hal itu terhitung sebagai perbuatan berlebih-lebihan yang diharamkan. Apalagi padanya ada unsur penyamaran dan penipuan karena ia telah menampakkan mata bukan pada hakekatnya sebenarnya (warnanya yang asli) tanpa ada keperluan” [selesai – Fataawaa Ziinatil-Mar’ah hal. 49, dikumpulkan oleh Asyraaf bin ‘Abdil-Maqshuud].

Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin rahimahullah memberikan keterangan sebagai berikut :

وبالنسبة للعدسات اللاصقة فلابد من استشارة الطبيب هل يؤثر على العين أم لا ؟
إن كان يؤثر عليها منع من استعمالها نظراً للضرر الذي يصيب العين وكل ضرر يصيب البدن فإنه منهى عنه لقول الله تبارك وتعالى : وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْما.
أما إذا قرر الأطباء بأنه لا أثر له على العين ولا يضرها فإننا ننظر مرة أخرى هل هذه العدسات تجعل عين المرأة كأعين البهائم ؟ يعنى كعين الخروف كعين الأرنب، فهذا لا يجوز لأن هذا من باب التشبه بالحيوان، والتشبه بالحيوان لم يرد إِلا في مقام الذم والتنفير كما في قوله تعالى : وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِيْنَ ٭ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيئه يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ .
وكما في قولِ النبي صلى الله عليه وسلم : ((ليس لنا مثل السوء العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه)). وكما قول النبي صلى الله عليه وسلم : ((الذي يتكلم يوم الجمعة والإمام يخطب كمثل الحمار ويحمل أسفاراًَ)).
فإذا كانت لا تغير العين ولكنها تغير لون العين من سواد خالص إلى سواد دون ذلك وما أشبه ذلك فلا بأس، وليس هذا من باب تغيير خلق الله لأن هذه لا تثبت، فليست كالوشم، بل هي غير ثابتة متى شاءت خلعتها، بل تشبه النظارة التي تلبس على العين وإن كان انفصال النظارة أظهر وأبين من انفصال هذه اللاصقات، لأن هذه اللاصقات تكون على العين مباشرة، فعلى كل حال إن تجنبتها المرأة فهو أحسن وأولى وأسلم حتى لعينها من الخطر، ولكن الشيء الذي لابد منه هو أن نعود إلى التفصيل الذي ذكرناه. اهــ
.

“Mengenai penggunaan lensa mata, hendaknya berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu, apakah ia memberikan efek (negatif) terhadap mata atau tidak ?

Apabila menimbulkan efek negatif pada mata, maka terlarang menggunakannya dengan pertimbangan adanya bahaya yang menimpa mata. Setiap bahaya yang menimpa badan hukumnya terlarang menggunakannya, berdasarkan firman Allah tabaaraka wa ta’ala : ‘Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu’ (QS. An-Nisaa’ : 29).

Adapun jika para dokter menetapkan bahwa hal tersebut tidak menimbulkan efek negatif pada mata dan tidak membahayakannya, maka kita harus mempertimbangkannya sekali lagi. Apakah lensa mata ini menjadikan mata wanita menjadi seperti mata hewan ? yaitu seperti mata domba atau mata kelinci. Jika iya, maka tidak diperbolehkan karena termasuk perbuatan tasyabbuh terhadap binatang. Perbuatan tasyabbuh terhadap hewan tidaklah muncul (dalam syari’at) kecuali ia tercela dan dijauhi sebagaimana terdapat dalam firman-Nya ta’ala : ‘Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)’ (QS. Al-A’raaf : 175-176).

Begitu pula seperti yang disabdakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Tidak ada bagi kami permisalan yang jelek. Orang yang menarik kembali pemberiannya adalah seperti anjing yang menjilat kembali muntahannya’ (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2589 dan Muslim no. 1622). ‘Seorang yang berbincang-bincang pada hari Jum’at sedangkan imam pada waktu itu sedang berkhutbah, seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal’ (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad lemah, lihat Al-Misykah no. 1397).

Jika pemakaian lensa mata itu tidak mengubah mata, namun hanya mengubah warna mata saja dari hitam kelam menjadi tidak kelam, dan yang semisalnya, maka tidak mengapa. Perbuatan tidaklah termasuk perbuatan mengubah ciptaan Allah, karena bersifat tidak permanen. Tentu saja ini berbeda dengan tattoo. Memakai lensa mata tidak bersifat permanen yang sewaktu-waktu dapat ia lepas. Ia lebih mirip dengan kaca mata meskipun jelas-jelas terpisah dengan mata dibandingkan dengan lensa yang langsung menempel pada mata. Bagaimanapun juga, bila wanita tidak memakainya, hal itu lebih baik, lebih utama, dan lebih aman bagi matanya dari bahaya (goresan). Yang penting, ketika hendak memakainya, harus benar-benar dipertimbangkan secara seksama/rinci sebagaimana yang telah kami sebutkan tadi” [selesai – dari fatwa beliau yang terekam dalam kaset yang berjudul Taujihaat lil-Mukminaat, dari kitab Al-Libaas waz-Ziinah oleh Samiir bin ‘Abdil-‘Aziiz, hal 75].
Wallaahu a’lam.

[Diambil dari buku Shahih Fiqhis-Sunnah oleh Abu Maalik Kamaal bin As-Sayyid Saalim, 3/69-70; Maktabah Taufiqiyyah oleh Abu Al-Jauzaa’ – http://abul-jauzaa.blogspot.com/].

______________________

Tanya : “Assalamu’alaikum. Ustadz, misalkan kita pakai contact lensa yang warna warni itu termasuk tabarruj tidak? Jazakumullahu khairan. 08572997xxxx

Jawab :
Dalam majalah al Furqon Kuwait pada edisi 63 hal 61 terdapat tanya jawab sebagai berikut.

Pertanyaan : “Apa hukum seorang laki-laki ataupun perempuan berhias atau berdandan dengan memakai lensa kontak yang warna warni?”.

Jawaban : “Lensa kontak yang digunakan untuk berhias adalah alat baru untuk berdandan, bahkan termasuk alat yang terbaru. Seorang wanita bisa memilih sebuah warna atau beberapa warna yang disukai. Oleh sebab itu, ada perempuan yang terkadang bermata hitam, kadang biru dan di lain kesempatan berwarna hijau dan demikian seterusnya.

Terdapat banyak dalil yang mengharamkan beberapa alat berhias untuk wanita semisal menipiskan alis, memangkur gigi, tato, wig atau rambut palsu dan lainnya.

Dalam Shahih Muslim dari Asma binti Abu Bakr. Ada seorang ibu datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai rasulullah, saya memiliki seorang anak gadis yang akan melangsungkan akad nikah. Beberapa waktu yang lewat dia terkena panas tinggi sehingga semua rambut kepalanya rontok. Apakah aku boleh menyambung rambutnya (yang rambut yang lain, pent)?”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah itu melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung”.

Dari Jabir bin Abdillah, beliau berkata, “Nabi melarang keras jika seorang perempuan menyambung rambutnya dengan sesuatu apapun”.

Dari Humaid bin Abdurrahman bin Auf. Dia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan saat musim haji berkhutbah di atas mimbar (Masjid Nabawi, pent). Saat itu Muawiyah memegang rambut palsu yang sebelumnya ada di tangan pengawalnya.

Dalam khutbahnya, Muawiyah berkata, “Wahai penduduk Madinah, di manakah para ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang benda semisal ini dan beliau bersabda, ‘Bani Israil itu binasa ketika para wanitanya menggunakan rambut palsu semacam ini”.
Dalam salah satu riwayat Nasai disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai kepalsuan.

Dalam salah satu riwayat Nasai juga disebutkan bahwa Muawiyah membawa potongan-potongan kain berwarna hitam.
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengharamkan seorang wanita menyambung rambutnya dengan sesuatu yang lain yang bisa membuat setiap orang yang melihatnya beranggapan bahwa itu adalah rambut asli dan alami.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membolehkan seorang wanita yang hendak melangsungkan pernikahan untuk melakukan hal tersebut meski beralasan dengan kondisi yang terpaksa sampai penyakitnya hilang. Meski demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melaknat perbuatan tersebut karena perbuatan tersebut adalah penipuan dan pemalsuan. Oleh karena itu, dalam salah satu riwayat Nasai, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut perbuatan ini dengan ‘melakukan kebohongan’.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan pengecualian dalam masalah ini meski rambut palsu ini dipakai di hadapan suami sendiri atau saudara yang masih mahram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan bahwa perbuatan ini terlaknat kecuali digunakan untuk berhias di hadapan suami, mahram ataupun teman sesama wanita. Bahkan laknat untuk perbuatan ini bersifat umum.

Memang ada orang yang berani mengecualikan suami dari laknat dalam hadits di atas. Artinya orang tersebut membolehkan seorang wanita untuk menipiskan alis, menyambung rambut dan hal-hal yang haram yang lainnya asalkan untuk berdandan di depan suaminya. Orang yang memiliki pendapat semacam ini telah melakukan kesalahan yang sangat besar dan telah lancang terhadap Allah dan rasulNya. Hal ini dikarenakan orang tersebut berani menghalalkan hal yang diharamkan tanpa dalil dan melakukan pengecualian tanpa dalil. Bahkan terdapat dalil yang mengharamkan hal yang dianggap pengecualian ini. Yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membolehkan seorang penganten untuk menyambung rambutnya dalam rangka berdandan di hadapan suaminya.

Maksud dari bahasan di atas adalah pengantar untuk membahas hukum menggunakan lensa kontak yang warna warni dengan menganalogkan hukum penggunaan lensa kontak warna warni dengan penggunaan rambut palsu.

Lensa kontak yang banya digunakan oleh pria maupun wanita ini jelas merupakan penipuan yang besar dan menutupi realita senyatanya.

Unsur penipuan yang ada pada lensa kontak tidaklah kalah jika dibandingkan dengan rambut palsu bahkan lebih parah. Rambut palsu itu tertutup kerudung.Sedangkan mata itu terlihat dan bisa dipandang oleh laki-laki yang memandangnya. Terlebih lagi, mayoritas muslimah itu mencari keringanan dengan mengambil pendapat yang tidak mewajibkan seorang muslimah untuk menutup wajahnya sebagaimana bisa kita saksikan bersama.
Seharusnya seorang muslimah itu keluar meninggalkan rumahnya dalam kondisi tidak berhias atau berdandan.

Kesimpulannya, lensa kontak warna warni itu hukum memakainya dianalogkan dengan hukum memakai rambut palsu karena memiliki kesamaan yaitu mengandung unsur pemalsuan dan penipuan serta mengubah ciptaan Allah yang terlarang. Jadi hukumnya adalah haram.
Hukum lensa kontak warna warni ini tentu berbeda dengan hukum memakai lensa kontak yang bening pengganti kaca mata. Hukum menggunakan lensa kontak yang bening itu tidak mengapa”.
Wallahu a'lam.


Sumber : http://ustadzaris.com/lensa-kontak-warna-warni-untuk-wanita


Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.