Oleh : Syaikh Kholid bin Ali Al Musyaiqih
Bismillahirrahmanirrahim
Pendahuluan
Segala puji hanya milik Allah. Semoga sholawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi yang tidak ada Nabi lagi setelahnya…
Amma ba’du:
Setelah Syaikh Kholid bin Ali al-Musyaiqih selesai menjelaskan kitab Shiyam dari Zadul Mustaqni’, beliau mulai menjelaskan sebagian hal (yang disebut-sebut) sebagai pembatal-pembatal puasa yang ada pada zaman ini dan yang muncul baru pada waktu sekarang ini. Beliau menjelaskannya, dan menjelaskan mana yang kuat dari perkataan para ulama.
Semoga Allah membalas beliau dan menjadikannya bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin, serta mengampuni beliau.Dan aku memohon kepada Allah agar menjadikan amalan ini sebagai amalan yang murni hanya karena mengharapkan wajah-Nya yang mulia… sesungguhnya Dia adalah Mahapemurah dan Mahamulia.
Perhatian : Mudzakkiroh ini telah dihadapkan kepada Syaikh dan beliau telah mengoreksi dan menyetujuinya.
Ditulis oleh: Isa bin Abdirrohman al-Utaibi.
Mufatthirot Mu’ashiroh
(Pembatal Puasa Era Modern)
Al-Mufatthirot (pembatal puasa) adalah bentuk jamak dari Mufatthir, yaitu perkara-perkara yang bisa merusak puasa. Dan para ulama telah sepakat atas empat pembatal.
1. Makan
2. Minum
3. Jima’
4. Haidh dan nifas
Bismillahirrahmanirrahim
Pendahuluan
Segala puji hanya milik Allah. Semoga sholawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi yang tidak ada Nabi lagi setelahnya…
Amma ba’du:
Setelah Syaikh Kholid bin Ali al-Musyaiqih selesai menjelaskan kitab Shiyam dari Zadul Mustaqni’, beliau mulai menjelaskan sebagian hal (yang disebut-sebut) sebagai pembatal-pembatal puasa yang ada pada zaman ini dan yang muncul baru pada waktu sekarang ini. Beliau menjelaskannya, dan menjelaskan mana yang kuat dari perkataan para ulama.
Semoga Allah membalas beliau dan menjadikannya bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin, serta mengampuni beliau.Dan aku memohon kepada Allah agar menjadikan amalan ini sebagai amalan yang murni hanya karena mengharapkan wajah-Nya yang mulia… sesungguhnya Dia adalah Mahapemurah dan Mahamulia.
Perhatian : Mudzakkiroh ini telah dihadapkan kepada Syaikh dan beliau telah mengoreksi dan menyetujuinya.
Ditulis oleh: Isa bin Abdirrohman al-Utaibi.
Mufatthirot Mu’ashiroh
(Pembatal Puasa Era Modern)
Al-Mufatthirot (pembatal puasa) adalah bentuk jamak dari Mufatthir, yaitu perkara-perkara yang bisa merusak puasa. Dan para ulama telah sepakat atas empat pembatal.
1. Makan
2. Minum
3. Jima’
4. Haidh dan nifas
Makan dan minum telah Allah ta’ala jelaskan dalam fiman-Nya,
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…” (al-Baqarah: 187)
Dan dalam sabda Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – pada riwayat al-Bukhari dari Aisyah – rodhiyallohu ‘anha -,
“Bukankah jika seorang wanita haidh, maka dia tidak sholat dan juga tidak puasa…”Dalam hadits ini ada penjelasan pembatal keempat.
Sedangkan kata Mu’ashiroh diambil dari kata al-‘Ashr, yang dalam arti bahasa digunakan untuk beberapa makna; waktu dan zaman, juga kepada tempat berlindung.Dikatakan “i‘tashortu bil makan”, jika berlindung kepadanya. Juga bermakna, memeras sesuatu sampai terperah.
Dan yang dimaksud dengan al-Mufatthirot al-Mu’ashiroh (pembatal puasa masa kini) adalah pembatal puasa yang muncul baru-baru ini. Dan ini cukup banyak.
■ HAL PERTAMA:
Ventolin Inhaler (Obat Semprot Penderita Asma)
Obat ini terdiri dari tiga unsur; air, oksigen dan sebagian bahan obat-obatan farmasi.
Apakah obat semprot ini membatalkan puasa?
Para ulama di zaman ini telah berselisih pendapat tentang hal ini:
Pendapat pertama:
Tidak membatalkan ataupun merusak puasa. Ini adalah pendapat Syaikh Abdulaziz bin Baz – rohimahulloh –, Syaikh Muhammad al-Utsaimin – rohimahulloh -, Syaikh Abdullah bin Jibrin – rohimahulloh – dan al-Lajnah ad-Da`imah lil Ifta`.
Dalil mereka:
1. Seorang yang sedang berpuasa dibolehkan untuk berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air lewat hidung, ketika wudhu). Dan ini adalah ijma’ (kesepakatan para ulama). Jika seseorang berkumur, pasti akan tersisa sedikit bekas air , dan bersamaan dengan ludah yang tertelan akan masuk juga ke dalam perut. Sedangkan yang masuk dari Inhaler ini menuju kerongkongan kemudian menuju perut, sangat sedikit sekali. Maka ini bisa dianalogikan dengan air yang tersisa dari berkumur-kumur.Penjelasannya, bahwa kemasan obat yang kecil ini mengandung 10 ml obat cair. Dan ukuran ini diletakkan untuk 200 kali semprotan. Maka satu semprotan mengeluarkan 0,05 ml. Ini adalah ukuran yang sangat kecil.
2. Selain itu, masuknya sesuatu ke dalam perut dari Inhaler tidak bisa dipastikan, namun masih diragukan. Maka hukum asalnya masih berlaku, yaitu tetapnya puasa dan sahnya puasa tersebut. Karena sesuatu yang yakin tidak bisa hilang dengan keraguan.
3. Bahwa hal ini tidak menyerupai makan dan minum, akan tetapi menyerupai pengambilan darah untuk diperiksa dan suntikan yang bukan untuk pengganti makanan (infus).
4. Para dokter telah menyebutkan bahwa siwak mengandung delapan unsur kimiawi. Sedangkan siwak secara mutlak dibolehkan bagi orang yang berpuasa, menurut pendapat yang kuat. Dan tidak ragu lagi bahwa dari siwak ini pasti akan ada sesuatu yang turun menuju perut. Maka turunnya cairan obat semprot sama seperti turunnya bekas dari siwak itu.
Pendapat kedua:
Seorang yang berpuasa tidak boleh menggunakannya. Jika dia butuh kepadanya, maka dia bisa menggunakannya dan mengqodho puasanya.
Mereka berdalil bahwa kandungan obat semprot ini akan sampai kepada perut melalui jalan mulut. Oleh karena itu, hal ini membatalkan puasa.
Jawaban atas argumentasi ini, bahwa jika memang hal itu akan masuk turun ke dalam perut, maka sesungguhnya yang turun itu adalah sangat sedikit sekali, sehingga bisa disamakan hukumnya dengan bekas kumur-kumur yang telah kami sebutkan. Maka pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama.
■ HAL KEDUA
Tablet yang diletakkan (dikemam) di bawah lidah (sublingual)
Maksudnya, tablet yang diletakkan di bawah lidah untuk mengobati sebagian serangan penyakit jantung. Obat ini langsung diserap dan dibawa oleh aliran darah menuju jantung sehingga berhentilah serangan jantung yang mendadak itu.
Hukumnya adalah boleh, karena tidak ada sesuatu pun darinya yang masuk ke dalam rongga perut, akan tetapi hanya diserap di dalam mulut. Dengan demikian, maka ia tidak termasuk yang membatalkan puasa.
■ HAL KETIGA
Endoscopy
Yaitu sebuah peralatan medis yang dimasukkan melalui mulut, kemudian ke faring, kerongkongan dan perut.
Fungsi peralatan ini, memotret keadaan lambung, apakah ada luka atau untuk mengambil sebagian dari bagian lambung untuk diperiksa, atau untuk kegunaan medis lainnya.
Para ulama terdahulu telah membicarakan permasalahan yang serupa dengan ini. Yaitu dalam permasalahan: jika masuk sesuatu ke dalam perut selain makanan; seperti kerikil, potongan besi atau semacamnya. Sedangkan endoscopy ini termasuk yang semacam itu. Apakah membatalkan puasa?
Mayoritas (jumhur) ulama berpendapat bahwa hal itu membatalkan puasa. Segala sesuatu yang masuk ke dalam perut membatalkan puasa. Kecuali kalangan madzhab Hanafiyah, mereka mensyaratkan menetapnya barang yang masuk ke dalam perut itu sehingga dihukumi membatalkan puasa. Namun ulama lain tidak mensyaratkan demikian.
Mereka berdalil, bahwa Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – memerintahkan untuk menghindari celak (bagi orang yang berpuasa –pent).
Dengan demikian, jumhur ulama berpendapat bahwa endoscopy membatalkan puasa, sedangkan menurut pendapat madzhab Hanafiyah, tidak membatalkan puasa, karena alat ini tidak menetap (dalam perut –pent).
Pendapat kedua, bahwa puasa tidak batal dengan sebab masuknya benda-benda yang tidak memberikan asupan makanan, seperti jika memasukkan besi atau kerikil. Ini adalah pendapat pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rohimahulloh – dan juga pendapat sebagian kalangan madzhab Malikiyah dan al-Hasan ibnu Shalih.
Karena hal itu telah ditunjukkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah, bahwa yang membatalkan puasa adalah yang berupa asupan makanan. Adapun hadits celak yang mana Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – memerintahkan agar dijauhi, adalah hadits yang lemah.
Oleh karena itu, secara dzahir endoscopy tidak membatalkan puasa. Akan tetapi dikecualikan darinya, jika dokter meletakkan pada alat endoscopy ini zat lemak untuk memudahkan masuknya alat ini ke dalam perut, maka ini membatalkan puasa.
■ HAL KEEMPAT
Obat tetes (hidung)
Yaitu yang digunakan melalui jalan hidung, apakah membatalkan puasa?
Para ulama kontemporer memiliki dua pendapat.
Pendapat pertama : Membatalkan puasa, ini pendapat Syaikh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin – rohimahumalloh -.
Mereka berdalil dengan hadits Laqith bin Shobroh, yang diriwayatkan secara marfu’ (disandarkan kepada Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam -),
وبالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائماًَ
“Berlebih-lebihanlah dalam istinsyaq (menghirup air lewat hidung ketika wudhu) kecuali jika kamu berpuasa.”
Maka ini dalil bahwa hidung adalah saluran yang terhubung ke perut. Jika demikian, maka menggunakan obat tetes (hidung) dilarang oleh Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam -.
Selain itu, larang Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – dari berlebih-lebihan dalam istinsyaq mengandung larangan memasukkan segala sesuatu melalui jalur hidung, meskipun sedikit. Karena sesuatu yang masuk ketika berlebih-lebihan (dalam istinsyaq) adalah sesuatu yang sedikit.
Pendapat kedua : tidak membatalkan. Mereka berdalil dengan analogi terhadap apa yang tersisa dari kumur-kumur, sebagaimana telah lalu penjelasannya. Dan yang sampai ke dalam perut dari obat tetes ini sangatlah sedikit.Satu tetes hanyalah 0,06 cm3.Kemudian satu tetes ini akan masuk ke hidung, dan tidak akan sampai ke perut kecuali jumlah yang sangat sedikit, sehingga dimaafkan.
Selain itu, hukum asal adalah sahnya puasa, sedangkan keberadaan barang ini sebagai pembatal puasa masih diragukan. Maka pada asalnya, puasanya itu masih berlaku. Karena yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan keraguan.
Dan dua pendapat ini, masing-masing memiliki sisi kuatnya.
■ HAL KELIMA
Nasal Spray (Semprot Hidung)
Pembahasan tentang hal ini sama dengan pembahasan tentang obat ventolin inhaler, maka hal ini tidak membatalkan puasa.
■ HAL KEENAM
Anestesi (pembiusan)
Dan anestesi ini ada beberapa macam:
Pertama : Anestesi lokal melalui jalur hidung.
Yaitu, seorang pasien mencium suatu zat yang berupa gas, yang bisa mempengaruhi syarafnya, sehingga terjadilah anestesi. Maka ini tidak membatalkan puasa, karena masuknya benda gas melalui hidung bukan merupakan suatu pelanggaran, dan tidak pula membawa asupan makanan.
Kedua : Akupuntur Anestesi
Anestesi yang dinisbatkan ke negri Cina.
Yaitu, dengan memasukkan jarum kering ke pusat syaraf perasa yang ada di bawah kulit sehingga akan menghasilkan semacam kelenjar untuk melakukan sekresi terhadap morfin alami yang ada dalam tubuh. Dengan itu, si pasien akan kehilangan kemampuan untuk merasa.
Hal ini tidak mempengaruhi puasa selama anestesi ini terjadi pada tempat tertentu (anestesi lokal) bukan secara menyeluruh (total). Juga karena benda itu tidak masuk ke dalam perut.
Ketiga : Anastesi lokal dengan suntikan.
Yaitu dengan memberikan suntikan pada pembuluh darah dengan obat yang bereaksi cepat. Yang bisa menutupi pikiran pasien hanya dalam hitungan detik.
Maka selama ini adalah pembiusan lokal, bukan total, maka tidak membatalkan puasa. Selain itu, juga karena ia tidak masuk ke dalam perut.
Keempat : Anestesi Total
Para ulama telah berselisih tentang hal ini. Dan para ulama terdahulu telah membicarakan permasalahan orang yang pingsan (tidak sadar), apakah puasanya sah?
Dan hal ini tidak terlepas dari dua keadaan.
Pertama:
Seseorang yang pingsan sepanjang waktu siang, dia tidak sadar sedikitpun dari waktu siang. Maka jumhur ulama berpendapat tidak sahnya puasa orang tersebut.
Dalilnya, sabda Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – dalam Hadits Qudsi,
“Dia meninggalkan makan dan minumnya karena Aku.”
Dia menyandarkan perbuatan menahan diri (dari makan dan minum itu) kepada orang yang berpuasa. Sedangkan orang yang pingsan tidak tepat dikatakan seperti itu.
Kedua:
Seorang yang pingsan tidak sepanjang waktu siang. Inilah yang diperselisihkan.
Dan yang benar, jika dia telah sadar pada sebagian dari waktu siang, maka puasanya sah. Inilah pendapat Ahmad dan asy-Syafi’i.Dan menurut Malik, puasanya tidak sah secara mutlak.Sedangkan menurut Abu Hanifah, jika dia siuman sebelum tergelincirnya matahari (sebelum zhuhur –pent), maka dia memperbarui niatnya dan sah puasanya.
Dan yang benar adalah pendapat Ahmad dan asy-Syafi‘i. Karena niat untuk menahan diri (puasa) terwujud meski dengan sebagian dari waktu siang. Dan tentang anestesi pun dikatakan demikian.
■ HAL KETUJUH
Obat tetes telinga
Maksudnya adalah obat farmasi yang diteteskan pada telinga. Apakah membatalkan puasa ataukah tidak?
Dahulu para ulama telah membicarakan suatu permasalahan, “Jika seseorang mengobati dirinya dengan air yang dia tuangkan ke dalam telinganya.”
Jumhur ulama memandang hal itu membatalkan puasa.
Hanabilah (pengikut madzhab hanbali) memandang hal itu membatalkan puasa jika sampai kepada otak.
Pendapat kedua milik Ibnu Hazm, bahwa hal itu tidak membatalkan puasa. Alasannya, karena apa yang diteteskan di telinga tidak akan sampai ke otak, namun hanya akan sampai kepada pori.
Dan kedokteran modern telah menjelaskan bahwa tidak ada saluran antara telinga dan otak yang bisa menghantarkan benda cair kecuali pada satu keadaan, yaitu jika terjadi kerusakan (celah) pada gendang telinga. Berdasarkan hal ini, maka yang benar adalah bahwa obat tetes telinga tidak membatalkan puasa.
Permasalahan: Jika ada celah pada gendang telinga (?)
Maka ketika itu pengobatan melalui jalur telinga hukumnya sama dengan pengobatan melalui jalur hidung. Dan ini telah berlalu penjelasannya.
■ HAL KEDELAPAN
Pencuci telinga
Ini hukumnya sama dengan hukum obat tetes telinga. Hanya saja para ulama mengatakan, jika terjadi kerusakan pada gendang telinga, maka jumlah yang akan masuk ke dalam telinga akan menjadi banyak. Maka jadilah hal itu membatalkan puasa.
Jika demikian, maka pencuci telinga diperinci menjadi dua keadaan:
1. Jika gendang telinga masih ada, maka tidak membatalkan puasa.
2. Jika ada celah pada gendang telinga, maka membatalkan puasa, karena cairan yang mengalir masuk menjadi banyak.
■ HAL KESEMBILAN
Obat tetes mata
Hal ini diperselisihkan oleh para ulama. Dan perselisihan ini dibangun atas perselisihan yang telah lama, yaitu tentang celak, apakah membatalkan puasa ataukah tidak?
Pendapat pertama:
Tidak membatalkan puasa. Ini pendapatnya kalangan madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah. Mereka berdalil dengan tidak adanya jalan antara mata dengan perut. Jika memang demikian, maka tidak membatalkan puasa.
Pendapat kedua:
Pendapat kalangan madzhab Malikiyah dan Hanabilah. Bahwa celak membatalkan puasa. Pendapat ini dibangun atas pendapat yang menyatakan bahwa ada jalan antara mata dengan perut.
Oleh karena itulah, para ulama belakangan berselisih pendapat tentang obat tetes mata ini.
Pendapat pertama:
Bahwa obat tetes mata tidak membatalkan puasa. Ini pendapat Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin – rohimahumalloh – dan para ulama yang lain.
Mereka berdalil bahwa satu tetes obat mata ini = 0,06 sentimeter kubik. Dan ukuran ini tidak akan sampai ke dalam perut. Karena tetesan ini dalam perjalanannya melewati saluran air mata akan diserap seluruhnya dan tidak akan sampai pada tenggorokan. Jika kita katakan akan ada yang masuk ke dalam perut, maka itu adalah sangat sedikit sekali. Dan sesuatu yang sangat sedikit bisa dimaafkan. Sebagaimana dimaafkannya air yang tersisa dari kumur-kumur. Demikian juga, obat tetes ini bukanlah perkara yang ada nashnya, dan tidak pula yang semakna dengan perkara yang ada nashnya.
Pendapat kedua:
Obat tetes mata membatalkan puasa, karena dianalogikan kepada celak.
Dan yang benar, bahwa obat tetes mata tidak membatalkan puasa. Meskipun ilmu kedokteran telah menetapkan bahwa ada sambungan antara mata dan perut, akan tetapi kita katakan bahwa tetesan ini akan diserap ketika melewati saluran air mata, sehingga tidak akan sampai sedikit pun darinya ke tenggorokan. Dan tentunya tidak akan sampai kepada perut. Jika pun sampai ke perut, maka itu adalah jumlah yang sangat sedikit sekali yang bisa dimaafkan sebagaimana dimaafkannya air yang tersisa dari kumur-kumur.
Adapun analogi terhadap celak, maka tidak bisa dibenarkan:
1. Karena celak sendiri belum jelas apakah membatalkan puasa, sedangkan hadits yang ada tentangnya adalah hadits yang dhoif (lemah).
2. Karena itu adalah analogi terhadap sesuatu perkara yang masih diperselisihkan.
3. Dan karena dalil-dalil yang telah disebutkan pada pendapat yang pertama.
■ HAL KESEPULUH
Suntikan pengobatan
Ini terbagi menjadi beberapa jenis:
1. Suntikan pada kulit.
2. Suntikan pada otot.
3. Suntikan pada pembuluh darah.
Adapun suntikan (injeksi) pada kulit atau otot, yang bukan untuk memberikan asupan nutrisi, maka tidak membatalkan puasa menurut para ulama kontemporer. Hal itu telah dinyatakan oleh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin – rohimahumalloh. Dalilnya, bahwa hukum asalnya adalah sahnya puasa sampai ada dalil yang menunjukkan batalnya. Selain itu, injeksi ini bukanlah makanan, minuman ataupun yang semakna dengan makanan dan minuman.
Adapun injeksi pada pembuluh darah sebagai pemberian asupan nutrisi, maka inilah yang diperselisihkan.
Pendapat pertama:
Membatalkan puasa. Inilah pendapat Syaikh as-Sa’di, Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin – rohimahulloh – dan juga pendapat Majma’ al-Fiqhi al-Islami. Dalilnya, karena suntikan jenis ini semakna dengan makanan dan minuman. Karena orang yang mendapatinya tidak lagi butuh kepada makan dan minum.
Pendapat kedua:
Tidak membatalkan puasa. Karena tidak ada sesuatu pun darinya yang sampai kepada perut dari jalan masuk yang normal. Dan jika dianggap ada yang sampai kepadanya, maka dia sampai dari jalan pori-pori, sedangkan ini bukanlah perut bukan pula yang memiliki hukum seperti perut.
Pendapat yang lebih dekat (kepada kebenaran), bahwa hal ini membatalkan puasa. Karena yang menjadi illah (sebab) bukanlah sampainya ke perut, akan tetapi yang menjadi illah adalah sampainya pemberian nutrisi kepada badan. Dan hal ini terwujud dengan suntikan ini.
Pemasalahan: jarum suntikan yang digunakan oleh penderita gula tidak membatalkan puasa.
■ HAL KESEBELAS
Minyak, salep dan koyo (terapi pengobatan dengan sesuatu yang ditempel)
Kulit pada bagian bawahnya terdapat pembuluh darah yang akan menyerap segala sesuatu yang diletakkan padanya, melalui kapiler. Dan penyerapan ini sangat lambat sekali.
Berdasarkan hal ini, apakah sesuatu yang diletakkan pada kulit bisa membatalkan puasa?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rohimahulloh – telah membicarakannya, dan dia berkata, tidak membatalkannya. Ini juga pendapat Majma’ al-Fiqhi al-Islami.
Bahkan sebagian mereka telah menghikayatkan adanya ijma’ (konsensus) ulama-ulama kontemporer atas hal tersebut.
■ HAL KEDUA BELAS
Arteri kateterisasi
Yaitu suatu tabung (pipa) halus yang masuk melalui arteri dengan tujuan untuk pengobatan atau pengambilan gambar.
Majma’ al-Fiqhi al-Islami berpendapat bahwa hal ini tidak membatalkan puasa, karena bukan makanan atau minuman, dan bukan pula sesuatu yang semakna dengan keduanya, juga karena ia tidak masuk ke dalam perut.
■ HAL KETIGA BELAS
Dialisis (Cuci Darah)
Ini ada dua cara:
Pertama:
Dengan perantaraan alat yang disebut mesin dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan –pent), dimana darah dipompa menuju alat ini yang kemudian alat ini mencuci darah itu dari berbagai zat berbahaya, kemudian kembali ke dalam tubuh melalui pembuluh vena.
Dan dalam perjalanan proses ini, mungkin perlu diberikan makanan cair melalui pembuluh darah.
Kedua:
Melalui membran peritoneum (selaput rongga perut) di perut.
Yaitu dengan memasukkan pipa kecil ke dalam dinding perut di atas pusar, kemudian biasanya dimasukkan dua liter cairan yang mengandung gula glukosa berkadar tinggi ke dalam perut, dan dibiarkan di dalam perut selama beberapa waktu, kemudian ditarik kembali dan diulangi proses ini beberapa kali dalam satu hari.
Para ulama kontemporer berselisih pendapat tentangnya, apakah membatalkan puasa atukah tidak?
Pendapat pertama:
Membatalkan puasa. Ini pendapat Ibnu Baz – rohimahulloh – dan al-Lajnah ad-Daimah.
Dalil mereka, bahwa dialisis akan menggantikan darah dengan darah yang segar, dan juga akan memberikan zat makanan lain. Sehingga terkumpullah dua pembatal puasa.
Pendapat kedua:
Tidak membatalkan puasa.
Mereka berdalil bahwa hal ini bukan perkara yang telah di-nash-kan dan bukan pula yang semakna dengan perkara yang telah ada nashnya.
Pendapat yang lebih dekat (kepada kebenaran) adalah yang menyatakan bahwa hal itu membatalkan puasa.
Permasalahan: jika telah terjadi pencucian darah saja, maka tidak membatalkan puasa. Akan tetapi yang terjadi pada dialisis adalah adanya penambahan sebagian zat makanan, garam-garaman, dan selainnya.
■ HAL KEEMPAT BELAS
Supositoria (obat dari zat semi padat) yang digunakan melalui kemaluan wanita
Misalnya: Vagina lotion.
Apakah membatalkan puasa ataukah tidak?
Para ulama terdahulu dan sekarang telah berbicara tentangnya:
Menurut kalangan madzhab Malikiyah dan Hanabilah, bahwa jika seorang wanita meneteskan suatu cairan pada kemaluannya, maka dia tidak batal puasanya.
Mereka beralasan, karena tidak ada hubungan antara kemaluan wanita dengan perut.
Pendapat kedua adalah pendapatnya madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah, bahwa wanita itu berbuka karena sebab itu.
Alasan mereka, karena ada hubungan antara kemaluan wanita dan perut.
Kedokteran modern menjelaskan, bahwa tidak ada jalan (saluran) antara alat reproduksi wanita dengan perut wanita. Berdasarkan hal ini, maka dia tidak berbuka dengan sebab hal ini.
■ HAL KELIMA BELAS
Supositoria (obat dari zat semi padat) yang digunakan melalui dubur
Digunakan untuk berbagai tujuan medis; (seperti) untuk meringankan panas dan meringankan sakit wasir.
Misalnya adalah enema (prosedur pemasukan cairan ke dalam kolon melalui anus)
Pertama: Enema (Pencahar)
Para ulama terdahulu telah berbicara tentangnya:
Para imam yang empat berpendapat bahwa hal ini membatalkan puasa, karena adanya saluran hubungan dengan perut.
Pendapat kedua adalah pendapat Zhahiriyah dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Bahwa hal ini tidak membatalkan puasa, karena hal ini sama sekali tidak memberikan nutrisi makanan, akan tetapi bahkan mengosongkan apa yang ada pada badan, sebagaimana seseorang yang mencium sesuatu pencahar.
Juga karena cairan ini tidak sampai ke perut.
Adapun para ulama kontemporer, mereka membangun perselisihan pendapat ini di atas perselisihan pendapat yang telah lalu.
Lalu, apakah di sana ada hubungan antara anus dan perut?!
Ulama yang berpendapat membatalkan puasa, mengatakan adanya hubungan. Lubang dubur memiliki hubungan dengan rektum. Dan rektum terhubung dengan kolon (usus besar). Sedangkan penyerapan makanan terjadi pada usus kecil. Dan mungkin terjadi penyerapan sebagian unsur garam dan gula pada usus besar.
Adapun jika yang diserap bukan zat-zat makanan, seperti obat-obatan, maka tidak membatalkan puasa. Hal itu karena tidak mengandung nutrisi makanan ataupun air.
Perincian ini lebih dekat kepada kebenaran.
Kedua: supositori yang melalui jalan dubur, ada dua pendapat.
Tidak membatalkan puasa. Inilah pendapat Ibnu Utsaimin – rohimahulloh – karena hanya mengandung unsur-unsur obat, dan tidak mengandung cairan nutrisi. Maka hal ini bukanlah makanan atau minuman, dan bukan pula yang semakna dengan keduanya.
Inilah pendapat yang benar.
■ HAL KEENAM BELAS
Anascope (Alat untuk melihat bagian dalam dubur)
Seorang dokter terkadang memasukkan anascope ke dalam lubang anus untuk mengetahui keadaan usus. Penjelasan tentang ini sama dengan penjelasan tentang endoscopy.
■ HAL KETUJUH BELAS
Sesuatu yang dimasukkan melalui saluran kemaluan laki-laki berupa alat untuk melihat, lotion ataupun obat
Apakah hal ini membatalkan puasa?!
Pada zaman lalu para ulama telah membicarakannya:
Pendapat pertama, pendapat kalangan madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah:
Penyulingan dalam uretra tidak membatalkan puasa, meskipun sampai pada kandung kemih.
Mereka berdalil, bahwa tidak ada jalan penghubung antara bagian dalam kemaluan laki-laki dengan perut.
Pendapat kedua, pendapat yang dianggap benar menurut kalangan Syafi’iyah:
Bahwa hal itu membatalkan puasa, karena adanya jalan penghubung antara kandung kemih dan perut.
Dan dalam dunia kedokteran modern: Tidak ada hubungan sama sekali antara saluran kemih dan sistem pencernaan. Berdasarkan hal ini, maka tidak membatalkan puasa.
■ HAL KEDELAPAN BELAS
Donor darah
Permasalahan ini dibangun di atas permasalahan hijamah (bekam).
Pendapat yang masyhur menurut madzhab (hambali), bahwa berbekam membatalkan puasa. Ini pendapat yang dipilih Ibnu Taimiyah – rohimahulloh.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat tidak membatalkan puasa.
Dan pendapat yang lebih kuat, bahwa berbekam membatalkan puasa.
Berdasarkan hal ini, maka seseorang (yang berpuasa –pent) tidak boleh melakukan donor darah kecuali karena darurat.
■ HAL KESEMBILAN BELAS
Pengambilan sedikit darah untuk analisis lab
Ini tidak membatalkan puasa, karena tidak semakna dengan bekam. Karena bekam akan melemahkan badan.
■ HAL KEDUA PULUH
Pasta gigi (Odol)
Tidak membatalkan puasa. Karena mulut berada pada hukum anggota badan yang zhohir. Akan tetapi, yang lebih utama bagi orang yang berpuasa tidak menggunakannya kecuali setelah berbuka puasa. Karena pasta gigi memiliki kemampuan yang kuat untuk masuk. Dan cukuplah seseorang dengan menggunakan siwak atau dengan sikat tanpa pasta gigi.
Wallohu a’lam.
Sumber :
http://www.islamlight.net/almoshaiqeh/books/almoshaiqeh-05.doc
http://www.direktori-islam.com/2009/09/pembatal-puasa-era-modern/
Anestesi (pembiusan)
Dan anestesi ini ada beberapa macam:
Pertama : Anestesi lokal melalui jalur hidung.
Yaitu, seorang pasien mencium suatu zat yang berupa gas, yang bisa mempengaruhi syarafnya, sehingga terjadilah anestesi. Maka ini tidak membatalkan puasa, karena masuknya benda gas melalui hidung bukan merupakan suatu pelanggaran, dan tidak pula membawa asupan makanan.
Kedua : Akupuntur Anestesi
Anestesi yang dinisbatkan ke negri Cina.
Yaitu, dengan memasukkan jarum kering ke pusat syaraf perasa yang ada di bawah kulit sehingga akan menghasilkan semacam kelenjar untuk melakukan sekresi terhadap morfin alami yang ada dalam tubuh. Dengan itu, si pasien akan kehilangan kemampuan untuk merasa.
Hal ini tidak mempengaruhi puasa selama anestesi ini terjadi pada tempat tertentu (anestesi lokal) bukan secara menyeluruh (total). Juga karena benda itu tidak masuk ke dalam perut.
Ketiga : Anastesi lokal dengan suntikan.
Yaitu dengan memberikan suntikan pada pembuluh darah dengan obat yang bereaksi cepat. Yang bisa menutupi pikiran pasien hanya dalam hitungan detik.
Maka selama ini adalah pembiusan lokal, bukan total, maka tidak membatalkan puasa. Selain itu, juga karena ia tidak masuk ke dalam perut.
Keempat : Anestesi Total
Para ulama telah berselisih tentang hal ini. Dan para ulama terdahulu telah membicarakan permasalahan orang yang pingsan (tidak sadar), apakah puasanya sah?
Dan hal ini tidak terlepas dari dua keadaan.
Pertama:
Seseorang yang pingsan sepanjang waktu siang, dia tidak sadar sedikitpun dari waktu siang. Maka jumhur ulama berpendapat tidak sahnya puasa orang tersebut.
Dalilnya, sabda Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – dalam Hadits Qudsi,
“Dia meninggalkan makan dan minumnya karena Aku.”
Dia menyandarkan perbuatan menahan diri (dari makan dan minum itu) kepada orang yang berpuasa. Sedangkan orang yang pingsan tidak tepat dikatakan seperti itu.
Kedua:
Seorang yang pingsan tidak sepanjang waktu siang. Inilah yang diperselisihkan.
Dan yang benar, jika dia telah sadar pada sebagian dari waktu siang, maka puasanya sah. Inilah pendapat Ahmad dan asy-Syafi’i.Dan menurut Malik, puasanya tidak sah secara mutlak.Sedangkan menurut Abu Hanifah, jika dia siuman sebelum tergelincirnya matahari (sebelum zhuhur –pent), maka dia memperbarui niatnya dan sah puasanya.
Dan yang benar adalah pendapat Ahmad dan asy-Syafi‘i. Karena niat untuk menahan diri (puasa) terwujud meski dengan sebagian dari waktu siang. Dan tentang anestesi pun dikatakan demikian.
■ HAL KETUJUH
Obat tetes telinga
Maksudnya adalah obat farmasi yang diteteskan pada telinga. Apakah membatalkan puasa ataukah tidak?
Dahulu para ulama telah membicarakan suatu permasalahan, “Jika seseorang mengobati dirinya dengan air yang dia tuangkan ke dalam telinganya.”
Jumhur ulama memandang hal itu membatalkan puasa.
Hanabilah (pengikut madzhab hanbali) memandang hal itu membatalkan puasa jika sampai kepada otak.
Pendapat kedua milik Ibnu Hazm, bahwa hal itu tidak membatalkan puasa. Alasannya, karena apa yang diteteskan di telinga tidak akan sampai ke otak, namun hanya akan sampai kepada pori.
Dan kedokteran modern telah menjelaskan bahwa tidak ada saluran antara telinga dan otak yang bisa menghantarkan benda cair kecuali pada satu keadaan, yaitu jika terjadi kerusakan (celah) pada gendang telinga. Berdasarkan hal ini, maka yang benar adalah bahwa obat tetes telinga tidak membatalkan puasa.
Permasalahan: Jika ada celah pada gendang telinga (?)
Maka ketika itu pengobatan melalui jalur telinga hukumnya sama dengan pengobatan melalui jalur hidung. Dan ini telah berlalu penjelasannya.
■ HAL KEDELAPAN
Pencuci telinga
Ini hukumnya sama dengan hukum obat tetes telinga. Hanya saja para ulama mengatakan, jika terjadi kerusakan pada gendang telinga, maka jumlah yang akan masuk ke dalam telinga akan menjadi banyak. Maka jadilah hal itu membatalkan puasa.
Jika demikian, maka pencuci telinga diperinci menjadi dua keadaan:
1. Jika gendang telinga masih ada, maka tidak membatalkan puasa.
2. Jika ada celah pada gendang telinga, maka membatalkan puasa, karena cairan yang mengalir masuk menjadi banyak.
■ HAL KESEMBILAN
Obat tetes mata
Hal ini diperselisihkan oleh para ulama. Dan perselisihan ini dibangun atas perselisihan yang telah lama, yaitu tentang celak, apakah membatalkan puasa ataukah tidak?
Pendapat pertama:
Tidak membatalkan puasa. Ini pendapatnya kalangan madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah. Mereka berdalil dengan tidak adanya jalan antara mata dengan perut. Jika memang demikian, maka tidak membatalkan puasa.
Pendapat kedua:
Pendapat kalangan madzhab Malikiyah dan Hanabilah. Bahwa celak membatalkan puasa. Pendapat ini dibangun atas pendapat yang menyatakan bahwa ada jalan antara mata dengan perut.
Oleh karena itulah, para ulama belakangan berselisih pendapat tentang obat tetes mata ini.
Pendapat pertama:
Bahwa obat tetes mata tidak membatalkan puasa. Ini pendapat Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin – rohimahumalloh – dan para ulama yang lain.
Mereka berdalil bahwa satu tetes obat mata ini = 0,06 sentimeter kubik. Dan ukuran ini tidak akan sampai ke dalam perut. Karena tetesan ini dalam perjalanannya melewati saluran air mata akan diserap seluruhnya dan tidak akan sampai pada tenggorokan. Jika kita katakan akan ada yang masuk ke dalam perut, maka itu adalah sangat sedikit sekali. Dan sesuatu yang sangat sedikit bisa dimaafkan. Sebagaimana dimaafkannya air yang tersisa dari kumur-kumur. Demikian juga, obat tetes ini bukanlah perkara yang ada nashnya, dan tidak pula yang semakna dengan perkara yang ada nashnya.
Pendapat kedua:
Obat tetes mata membatalkan puasa, karena dianalogikan kepada celak.
Dan yang benar, bahwa obat tetes mata tidak membatalkan puasa. Meskipun ilmu kedokteran telah menetapkan bahwa ada sambungan antara mata dan perut, akan tetapi kita katakan bahwa tetesan ini akan diserap ketika melewati saluran air mata, sehingga tidak akan sampai sedikit pun darinya ke tenggorokan. Dan tentunya tidak akan sampai kepada perut. Jika pun sampai ke perut, maka itu adalah jumlah yang sangat sedikit sekali yang bisa dimaafkan sebagaimana dimaafkannya air yang tersisa dari kumur-kumur.
Adapun analogi terhadap celak, maka tidak bisa dibenarkan:
1. Karena celak sendiri belum jelas apakah membatalkan puasa, sedangkan hadits yang ada tentangnya adalah hadits yang dhoif (lemah).
2. Karena itu adalah analogi terhadap sesuatu perkara yang masih diperselisihkan.
3. Dan karena dalil-dalil yang telah disebutkan pada pendapat yang pertama.
■ HAL KESEPULUH
Suntikan pengobatan
Ini terbagi menjadi beberapa jenis:
1. Suntikan pada kulit.
2. Suntikan pada otot.
3. Suntikan pada pembuluh darah.
Adapun suntikan (injeksi) pada kulit atau otot, yang bukan untuk memberikan asupan nutrisi, maka tidak membatalkan puasa menurut para ulama kontemporer. Hal itu telah dinyatakan oleh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin – rohimahumalloh. Dalilnya, bahwa hukum asalnya adalah sahnya puasa sampai ada dalil yang menunjukkan batalnya. Selain itu, injeksi ini bukanlah makanan, minuman ataupun yang semakna dengan makanan dan minuman.
Adapun injeksi pada pembuluh darah sebagai pemberian asupan nutrisi, maka inilah yang diperselisihkan.
Pendapat pertama:
Membatalkan puasa. Inilah pendapat Syaikh as-Sa’di, Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin – rohimahulloh – dan juga pendapat Majma’ al-Fiqhi al-Islami. Dalilnya, karena suntikan jenis ini semakna dengan makanan dan minuman. Karena orang yang mendapatinya tidak lagi butuh kepada makan dan minum.
Pendapat kedua:
Tidak membatalkan puasa. Karena tidak ada sesuatu pun darinya yang sampai kepada perut dari jalan masuk yang normal. Dan jika dianggap ada yang sampai kepadanya, maka dia sampai dari jalan pori-pori, sedangkan ini bukanlah perut bukan pula yang memiliki hukum seperti perut.
Pendapat yang lebih dekat (kepada kebenaran), bahwa hal ini membatalkan puasa. Karena yang menjadi illah (sebab) bukanlah sampainya ke perut, akan tetapi yang menjadi illah adalah sampainya pemberian nutrisi kepada badan. Dan hal ini terwujud dengan suntikan ini.
Pemasalahan: jarum suntikan yang digunakan oleh penderita gula tidak membatalkan puasa.
■ HAL KESEBELAS
Minyak, salep dan koyo (terapi pengobatan dengan sesuatu yang ditempel)
Kulit pada bagian bawahnya terdapat pembuluh darah yang akan menyerap segala sesuatu yang diletakkan padanya, melalui kapiler. Dan penyerapan ini sangat lambat sekali.
Berdasarkan hal ini, apakah sesuatu yang diletakkan pada kulit bisa membatalkan puasa?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rohimahulloh – telah membicarakannya, dan dia berkata, tidak membatalkannya. Ini juga pendapat Majma’ al-Fiqhi al-Islami.
Bahkan sebagian mereka telah menghikayatkan adanya ijma’ (konsensus) ulama-ulama kontemporer atas hal tersebut.
■ HAL KEDUA BELAS
Arteri kateterisasi
Yaitu suatu tabung (pipa) halus yang masuk melalui arteri dengan tujuan untuk pengobatan atau pengambilan gambar.
Majma’ al-Fiqhi al-Islami berpendapat bahwa hal ini tidak membatalkan puasa, karena bukan makanan atau minuman, dan bukan pula sesuatu yang semakna dengan keduanya, juga karena ia tidak masuk ke dalam perut.
■ HAL KETIGA BELAS
Dialisis (Cuci Darah)
Ini ada dua cara:
Pertama:
Dengan perantaraan alat yang disebut mesin dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan –pent), dimana darah dipompa menuju alat ini yang kemudian alat ini mencuci darah itu dari berbagai zat berbahaya, kemudian kembali ke dalam tubuh melalui pembuluh vena.
Dan dalam perjalanan proses ini, mungkin perlu diberikan makanan cair melalui pembuluh darah.
Kedua:
Melalui membran peritoneum (selaput rongga perut) di perut.
Yaitu dengan memasukkan pipa kecil ke dalam dinding perut di atas pusar, kemudian biasanya dimasukkan dua liter cairan yang mengandung gula glukosa berkadar tinggi ke dalam perut, dan dibiarkan di dalam perut selama beberapa waktu, kemudian ditarik kembali dan diulangi proses ini beberapa kali dalam satu hari.
Para ulama kontemporer berselisih pendapat tentangnya, apakah membatalkan puasa atukah tidak?
Pendapat pertama:
Membatalkan puasa. Ini pendapat Ibnu Baz – rohimahulloh – dan al-Lajnah ad-Daimah.
Dalil mereka, bahwa dialisis akan menggantikan darah dengan darah yang segar, dan juga akan memberikan zat makanan lain. Sehingga terkumpullah dua pembatal puasa.
Pendapat kedua:
Tidak membatalkan puasa.
Mereka berdalil bahwa hal ini bukan perkara yang telah di-nash-kan dan bukan pula yang semakna dengan perkara yang telah ada nashnya.
Pendapat yang lebih dekat (kepada kebenaran) adalah yang menyatakan bahwa hal itu membatalkan puasa.
Permasalahan: jika telah terjadi pencucian darah saja, maka tidak membatalkan puasa. Akan tetapi yang terjadi pada dialisis adalah adanya penambahan sebagian zat makanan, garam-garaman, dan selainnya.
■ HAL KEEMPAT BELAS
Supositoria (obat dari zat semi padat) yang digunakan melalui kemaluan wanita
Misalnya: Vagina lotion.
Apakah membatalkan puasa ataukah tidak?
Para ulama terdahulu dan sekarang telah berbicara tentangnya:
Menurut kalangan madzhab Malikiyah dan Hanabilah, bahwa jika seorang wanita meneteskan suatu cairan pada kemaluannya, maka dia tidak batal puasanya.
Mereka beralasan, karena tidak ada hubungan antara kemaluan wanita dengan perut.
Pendapat kedua adalah pendapatnya madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah, bahwa wanita itu berbuka karena sebab itu.
Alasan mereka, karena ada hubungan antara kemaluan wanita dan perut.
Kedokteran modern menjelaskan, bahwa tidak ada jalan (saluran) antara alat reproduksi wanita dengan perut wanita. Berdasarkan hal ini, maka dia tidak berbuka dengan sebab hal ini.
■ HAL KELIMA BELAS
Supositoria (obat dari zat semi padat) yang digunakan melalui dubur
Digunakan untuk berbagai tujuan medis; (seperti) untuk meringankan panas dan meringankan sakit wasir.
Misalnya adalah enema (prosedur pemasukan cairan ke dalam kolon melalui anus)
Pertama: Enema (Pencahar)
Para ulama terdahulu telah berbicara tentangnya:
Para imam yang empat berpendapat bahwa hal ini membatalkan puasa, karena adanya saluran hubungan dengan perut.
Pendapat kedua adalah pendapat Zhahiriyah dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Bahwa hal ini tidak membatalkan puasa, karena hal ini sama sekali tidak memberikan nutrisi makanan, akan tetapi bahkan mengosongkan apa yang ada pada badan, sebagaimana seseorang yang mencium sesuatu pencahar.
Juga karena cairan ini tidak sampai ke perut.
Adapun para ulama kontemporer, mereka membangun perselisihan pendapat ini di atas perselisihan pendapat yang telah lalu.
Lalu, apakah di sana ada hubungan antara anus dan perut?!
Ulama yang berpendapat membatalkan puasa, mengatakan adanya hubungan. Lubang dubur memiliki hubungan dengan rektum. Dan rektum terhubung dengan kolon (usus besar). Sedangkan penyerapan makanan terjadi pada usus kecil. Dan mungkin terjadi penyerapan sebagian unsur garam dan gula pada usus besar.
Adapun jika yang diserap bukan zat-zat makanan, seperti obat-obatan, maka tidak membatalkan puasa. Hal itu karena tidak mengandung nutrisi makanan ataupun air.
Perincian ini lebih dekat kepada kebenaran.
Kedua: supositori yang melalui jalan dubur, ada dua pendapat.
Tidak membatalkan puasa. Inilah pendapat Ibnu Utsaimin – rohimahulloh – karena hanya mengandung unsur-unsur obat, dan tidak mengandung cairan nutrisi. Maka hal ini bukanlah makanan atau minuman, dan bukan pula yang semakna dengan keduanya.
Inilah pendapat yang benar.
■ HAL KEENAM BELAS
Anascope (Alat untuk melihat bagian dalam dubur)
Seorang dokter terkadang memasukkan anascope ke dalam lubang anus untuk mengetahui keadaan usus. Penjelasan tentang ini sama dengan penjelasan tentang endoscopy.
■ HAL KETUJUH BELAS
Sesuatu yang dimasukkan melalui saluran kemaluan laki-laki berupa alat untuk melihat, lotion ataupun obat
Apakah hal ini membatalkan puasa?!
Pada zaman lalu para ulama telah membicarakannya:
Pendapat pertama, pendapat kalangan madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah:
Penyulingan dalam uretra tidak membatalkan puasa, meskipun sampai pada kandung kemih.
Mereka berdalil, bahwa tidak ada jalan penghubung antara bagian dalam kemaluan laki-laki dengan perut.
Pendapat kedua, pendapat yang dianggap benar menurut kalangan Syafi’iyah:
Bahwa hal itu membatalkan puasa, karena adanya jalan penghubung antara kandung kemih dan perut.
Dan dalam dunia kedokteran modern: Tidak ada hubungan sama sekali antara saluran kemih dan sistem pencernaan. Berdasarkan hal ini, maka tidak membatalkan puasa.
■ HAL KEDELAPAN BELAS
Donor darah
Permasalahan ini dibangun di atas permasalahan hijamah (bekam).
Pendapat yang masyhur menurut madzhab (hambali), bahwa berbekam membatalkan puasa. Ini pendapat yang dipilih Ibnu Taimiyah – rohimahulloh.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat tidak membatalkan puasa.
Dan pendapat yang lebih kuat, bahwa berbekam membatalkan puasa.
Berdasarkan hal ini, maka seseorang (yang berpuasa –pent) tidak boleh melakukan donor darah kecuali karena darurat.
■ HAL KESEMBILAN BELAS
Pengambilan sedikit darah untuk analisis lab
Ini tidak membatalkan puasa, karena tidak semakna dengan bekam. Karena bekam akan melemahkan badan.
■ HAL KEDUA PULUH
Pasta gigi (Odol)
Tidak membatalkan puasa. Karena mulut berada pada hukum anggota badan yang zhohir. Akan tetapi, yang lebih utama bagi orang yang berpuasa tidak menggunakannya kecuali setelah berbuka puasa. Karena pasta gigi memiliki kemampuan yang kuat untuk masuk. Dan cukuplah seseorang dengan menggunakan siwak atau dengan sikat tanpa pasta gigi.
Wallohu a’lam.
Sumber :
http://www.islamlight.net/almoshaiqeh/books/almoshaiqeh-05.doc
http://www.direktori-islam.com/2009/09/pembatal-puasa-era-modern/
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.