Oleh : Ust. Ammi Nur Baits, S.T
Bismillah,
Sebelumnya, perlu dibedakan antara shalat sunnah khusus dengan shalat sunnah mutlak. Shalat sunnah khusus adalah shalat sunnah yang dibatasi oleh jumlah rakaat, waktu, atau sebab tertentu. Misalnya, shalat sunnah rawatib sebelum Zhuhur, dan lain-lain. Sedangkan shalat sunnah mutlak adalah sebaliknya, tidak terikat dengan jumlah rakaat, waktu, atau sebab tertentu.
Pada penjelasan di atas telah ditegaskan bahwasanya shalat sunnah sebelum shalat Jumat sifatnya mutlak. Tidak terikat dengan jumlah rakaat dan waktu tertentu. Ini adalah pendapat Syafi’iyah dan bahkan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana yang disampaikan oleh an-Nawawi. Di samping itu, tidak terdapat satupun riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunnah khusus sebelum shalat Jumat.
Terdapat riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat empat rakaat tanpa dipisah salam sebelum shalat Jumat. Riwayat ini dibawakan oleh Ibnu Majah, namun sanadnya sangat lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Bismillah,
Sebelumnya, perlu dibedakan antara shalat sunnah khusus dengan shalat sunnah mutlak. Shalat sunnah khusus adalah shalat sunnah yang dibatasi oleh jumlah rakaat, waktu, atau sebab tertentu. Misalnya, shalat sunnah rawatib sebelum Zhuhur, dan lain-lain. Sedangkan shalat sunnah mutlak adalah sebaliknya, tidak terikat dengan jumlah rakaat, waktu, atau sebab tertentu.
Pada penjelasan di atas telah ditegaskan bahwasanya shalat sunnah sebelum shalat Jumat sifatnya mutlak. Tidak terikat dengan jumlah rakaat dan waktu tertentu. Ini adalah pendapat Syafi’iyah dan bahkan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana yang disampaikan oleh an-Nawawi. Di samping itu, tidak terdapat satupun riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunnah khusus sebelum shalat Jumat.
Terdapat riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat empat rakaat tanpa dipisah salam sebelum shalat Jumat. Riwayat ini dibawakan oleh Ibnu Majah, namun sanadnya sangat lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Untuk melengkapi pembahasan, di bawah ini kami sebutkan beberapa alasan orang yang berpendapat adanya shalat sunnah qabliyah (sebelum -ed.) Jumat dan berikut bantahannya,
a. Riwayat bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat dua rakaat sebelum shalat Jumat dan sesudahnya.
Bantahan :
Riwayat di atas dan beberapa riwayat lainnya yang semakna, adalah riwayat yang lemah sekali. Sehingga, tidak bisa dijadikan dalil. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Abdul Quddus Muhammad Nadzir dalam Ahaditsu al-Jum’ah, hal. 315 – 316.
b. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiasakan shalat empat rakaat tanpa dipisah salam sebelum Zhuhur. Shalat ini dikenal dengan shalat zawal.
Bantahan :
Hadis ini khusus untuk shalat Zhuhur, dan tidak bisa disamakan dengan shalat Jumat. Karena, dalam hadits secara tegas disebutkan, “Setelah matahari tergelincir sebelum shalat Zhuhur“. Padahal, shalat sunnah sebelum shalat Jumat boleh dilakukan sebelum matahari tergelincir. Karena shalat ini dikerjakan sebelum khutbah, sementara khutbah Jumat boleh dimulai sebelum tergelincirnya matahari.
Disamping itu, menyamakan shalat Jumat dengan shalat Zhuhur adalah analogi yang salah. Karena, shalat Jumat itu berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan shalat Zhuhur. (Zadul Ma’ad, 1/411).
c. Hadis Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma di mana beliau melakukan shalat sunnah sebelum shalat Jumat dan dua rakaat sesudahnya. Kemudian Ibnu Umar menegaskan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu juga melakukan hal demikian. Penegasan Ibnu Umar ini menunjukkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunnah sebelum shalat Jumat.
Bantahan :
Dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar (Fathul Bari, 3/351):
Ucapan Ibnu Umar, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan hal demikian.” maksudnya adalah menceritakan tentang shalat dua rakaat sesudah shalat Jumat, bukan shalat sunnah sebelum shalat Jumat. Berikut alasannya:
* Jika yang dimaksud “memperlama shalat sunnah sebelum shalat Jumat” itu dilakukan setelah masuknya waktu Jumatan, maka ini tidak mungkin dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Karena setelah masuk waktunya Jumatan, beliau langsung masuk masjid dan langsung berkhutbah. Sehingga, tidak mungkin melakukan shalat sunnah apalagi memperlama bacaannya.
* Terdapat riwayat lain yang semakna dengan riwayat Ibnu Umar di atas. Yaitu, bahwasanya beliau shalat Jumat, kemudian langsung pulang dan shalat dua rakaat di rumahnya. Kemudian Ibnu Umar mengatakan, “Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal ini.”
d. Keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Di antara dua adzan ada shalat sunnah.”
Bantahan :
Alasan ini telah dijawab Ibnul Qayyim sebagai berikut,
“…Setelah Bilal selesai adzan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung berkhutbah, dan tidak ada satupun sahabat yang melakukan shalat dua rakaat, dan adzan hanya sekali. Maka ini menunjukkan, bahwasanya shalat Jumat itu sebagaimana shalat ‘Id. Tidak ada shalat sunnah sebelumnya. Dan ini adalah pendapat yang paling kuat di antara dua pendapat ulama (dalam masalah ini), dan demikianlah yang ditunjukkan oleh sunnah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah keluar rumah, beliau naik mimbar dan Bilal langsung adzan shalat Jumat. Setelah selesai adzan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung berkhutbah, tanpa ada jeda waktu. Dan ini diketahui oleh semua orang. Kapankah sahabat bisa shalat sunnah (sebelum shalat Jumat)?!! Oleh karena itu, siapa yang meyangka bahwa setelah Bilal adzan para sahabat melakukan shalat sunnah, maka dia adalah orang yang paling bodoh terhadap ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang telah kami sebutkan di atas, bahwasanya tidak ada shalat sunnah khusus sebelum shalat Jumat adalah pendapat Imam Malik, Imam Ahmad, dan pendapat paling di antara ulama Syafi’iyah.” (Zadul Ma’ad, 1/411).
Ibnu al-Hajj mengatakan dalam al-Madkhal, 2/239, “Sesungguhnya, para sahabat adalah orang yang paling tahu dengan keadaan dan paling paham dengan hadis ini (yaitu antara dua adzan ada shalat sunnah). Maka, tidak ada yang bisa menenangkan diri kita selain dengan mengikuti apa yang mereka lakukan.” (Ahadist al-Jumu’ah, 317).
e. Mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sunnah tersebut di rumahnya, setelah matahari tergelincir, baru kemudian keluar rumah dan berkhutbah.
Bantahan :
Dijawab oleh Abu Syamah dalam al-Ba’its,
“Andaikan itu terjadi, tentu akan disampaikan oleh para istri beliau, sebagaimana mereka menceritakan tentang shalat sunnahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik siang maupun malam, dan tata caranya… Dengan demikian, jika tidak ada nukilan riwayat dari mereka, maka pada asalnya shalat tersebut tidak ada dan menunjukkan bahwa hal itu tidak pernah terjadi, dan shalat tersebut tidak disyariatkan.” (Al-Ba’its ‘Ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, 97).
Kesimpulan, tidak ada shalat sunnah qobliyah Jumat. Apalagi, jika shalat ini dilaksanakan setelah adzan. Sedangkan shalat sunnah yang dikerjakan ketika makmum masuk masjid di hari Jumat sambil menunggu imam adalah shalat sunnah mutlak. Sehingga, shalat ini bisa dikerjakan tanpa batasan jumlah rakaat. Allahu A’lam.
Shalat Sunnah Mutlak Sebelum Khutbah Jumat
Di antara tuntunan para sahabat radhiallahu ‘anhum bagi orang hendak shalat Jumat adalah melaksanakan shalat sunnah sebelum khatib naik mimbar. Dimulai sejak dia masuk masjid sampai khatib naik mimbar. Pembahasan ini dimasukkan dalam kajian tentang shalat Dhuha, karena shalat sunnah sebelum Jumat dilaksanakan di waktu dhuha.
Berikut adalah beberapa dalil disyariatkannya shalat (sunnah mutlak –ed.) sebelum Jumat:
a. Dari Nafi –mantan budak Ibnu Umar– mengatakan, “Dulu, Ibnu Umar memperlama shalat sunnah sebelum Jumatan. Kemudian, beliau shalat dua rakaat setelah shalat Jumat. Dan beliau menyampaikan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu melakukan hal itu.” (HR. Abu Daud – Shahih Sunan Abi Daud, 998).
b. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang mandi, kemudian berangkat ke masjid untuk shalat Jumat, kemudian shalat sunnah sesuai dengan yang dia kehendaki, kemudian diam (mendengarkan khutbah) sampai khutbah selesai, kemudian shalat bersama imam, maka dia diampuni antara hari Jumat tersebut sampai Jumat depan ditambah tiga hari.” (HR. Muslim, 857).
Hadits yang maknanya sama juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan An Nasaa-i (lihat Shahih Targhib wat Tarhib, Syaikh Albani II/688 & 689 -6,7a)
An-Nawawi mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat pelajaran, bahwa shalat sunnah sebelum datangnya imam di hari Jumat adalah dianjurkan. Ini adalah (pendapat) madzhab kami (Syafi’iyah) dan madzhab mayoritas ulama. Dan bahwasanya shalat sunnah tersebut sifatnya mutlak, tidak ada batasan (jumlah rakaatnya), sebagaimana teks sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kemudian shalat sunnah sesuai dengan yang dia kehendaki.” (Syarh Shahih Muslim, 3/228).
c. Dari Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang itu mandi di hari Jumat, dan dia membersihkan kotoran badannya sesuai dengan kemampuannya, memakai wewangian, kemudian berangkat ke masjid, dan tidak melangkahi pundak dua orang (yang duduk berdampingan), kemudian shalat sesuai kehendaknya, kemudian diam ketika imam berkhutbah, kecuali dia diampuni antara Jumat tersebut sampai Jumat lainnya.” (HR. al-Bukhari, 843).
Imam Syafi'i rahimahullah berkata,
"Mengabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Tsa’labah bin Abi Malik, bahwa dia mengabarkan kepadanya (Ibnu Syihab), “Bahwasanya mereka di zaman ‘Umar bin al-Khaththab bila hari Jum’at selalu melakukan shalat (sunnah Intizhor) hingga ‘Umar bin al-Khaththab keluar (memasuki masjid). Apabila dia telah muncul dan duduk di atas mimbar serta muadzin mengumandangkan adzan, mereka (hadirin) duduk dan berbincang-bincang. Tetapi jika muadzin selesai adzan dan ‘Umar berdiri, maka mereka diam, tidak ada seorangpun yang berbicara." [Riwayat Asy-Syafi'iy, Musnad hal.63. Sanadnya SHAH, menurut Syaikh Masyhur Hasan Hafizhahullah].
Meriwayatkan juga :
Imam Malik, dalam Al-Muwaththa' no.233; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra no.5475 (3/192), As-Sunan Ash-Shughro no.656 hal.386.
Berdasarkan hadits di atas dan keterangan ulama, dapat disimpulkan bahwa sifat shalat sunnah sebelum shalat Jumat adalah sebagai berikut:
1. Bersifat mutlak. Artinya tidak memiliki batasan jumlah rakaat.
2. Dilakukan di masjid yang digunakan untuk shalat Jumat.
3. Waktunya dimulai sejak makmum datang di masjid sampai khatib naik mimbar.
4. Dianjurkan untuk diperlama (panjang-panjang bacaannya), meskipun jumlah rakaatnya lebih sedikit. Sebagaimana yang dilakukan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma.
5. Dikerjakan dua rakaat-dua rakaat. Sebagaimana keumuman hadits, “Shalat sunnah siang-malam itu dua-dua.” (HR. Abu Daud, 1295; Ibnu Majah, 1322; dan Ahmad, 4791).
Wallahu a'lam.
Artikel www.PengusahaMuslim.com dipublikasikan ulang oleh http://salafiyunpad.wordpress.com
Sumber : http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/11/26/shalat-sunnah-khusus-sebelum-shalat-jumat/
Sumber : http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/11/26/shalat-sunnah-khusus-sebelum-shalat-jumat/
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.