Oleh : Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan:
Apakah termasuk syirik, penulisan penangkal/jimat dari ayat Al-Qur’an dan lainnya, serta menggantungkannya di leher [1]?
Jawaban:
Telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَ التَّمَائِمَا وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, tiwalah [2] itu termasuk perbuatan syirik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dan beliau menshahihkannya)
Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan, demikian juga Abu Ya’la dan Al-Hakim serta ia menshahihkannya dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلا أَتَمَّ اللهُ لَهُ وَمَنْ قَدْ أَرَكَ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلا وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barangsiapa menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan menyempurnakan baginya (urusan)nya dan barangsiapa menggantungkan wad’ah [3] maka Allah tidak akan menentramkannya.”
Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkannya melalui jalan lain dari ‘Uqbah bin ‘Amir dengan lafadz:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa menggantungkan tamimah/jimat maka ia telah berbuat syirik.”
Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak. Sedang tamimah itu maknanya adalah sesuatu yang digantungkan pada anak-anak atau orang lain dengan tujuan menolak bahaya mata hasad, gangguan jin, penyakit, atau semacamnya. Sebagian orang menyebutkannya hirzan/penangkal, sebagian lagi menamainya jami’ah [4]. Benda ini ada dua jenis:
Salah satunya: yang terbuat dari nama-nama setan, dari tulang, dari rangkain mutiara atau rumah kerang, paku-paku, symbol-simbol yaitu huruf-huruf yang terputus-putus atau semacam itu. Jenis ini hukumnya haram tanpa ada keraguan karena banyaknya dalil yang menunjukkan keharamannya. Dan itu merupakan salah satu bentuk syirik kecil berdasarkan hadits-hadits tadi serta berdasarkan hadits yang semakna dengannya. Bahkan bisa menjadi syirik besar bila orang yang menggantungkan/memakainya meyakini bahwa benda-benda itulah yang menjaganya atau menghilangkan penyakitnya tanpa izin Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kehendak-Nya.
Kedua: sesuatu yang berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an atau doa-doa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semacam itu dari doa-doa yang baik. Untuk jenis ini para ulama berbeda pendapat, sebagian mereka membolehkannya dan mengatakan bahwa hal itu sejenis dengan ruqyah/jampi-jampi yang diperbolehkan.
Sedang sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa itu juga haram. Mereka berhujjah dengan dua hujjah:
Pertama : keumuman hadits-hadits yang melarang jimat-jimat dan yang memperingatkan darinya serta menghukuminya bahwa itu adalah perbuatan syirik. Sehingga tidak boleh mengkhususkan sebagian jimat untuk diperbolehkan, kecuali berdasarkan dalil syar’i yang menunjukkan kekhususan.
Adapun tentang ruqyah, maka hadits-hadits yang shahih menunjukkan bahwa jika dari ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang diperbolehkan, maka itu tidak apa-apa, bila dengan bahasa yang diketahui maknanya serta yang melakukan ruqyah tidak bersandar pada ruqyah itu, ia hanya meyakini itu sebagai salah satu sebab. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا
“Tidak mengapa dengan ruqyah selama itu tidak termasuk dari syirik.”
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah melakukannya serta sebagian sahabatnya juga pernah melakukannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
لا رُقْيَةَ إِلا مِنْ عَيْنِ أَوْ حُمَةٍ
“Tidak ada ruqyah melainkan dari (gangguan) mata hasad atau sengatan serangga berbisa.”
Dan hadits-hadits tentang hal ini banyak.
Adapun tentang tamimah/jimat, maka tidak ada sedikit pun dari hadits-hadits yang mengecualikan dari keharamannya. Sehingga, wajib mengharamkan semua jenis jimat/tamimah, dalam rangka mengamalkan dalil-dalil yang bersifat umum.
Kedua : menutup pintu-pintu menuju perbuatan syirik. Ini termasuk salah satu perkara penting dalam syariat. Dan sebagaimana diketahui, bila kita perbolehkan jimat-jimat dari ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang mubah, maka akan terbuka pintu syirik serta akan menjadi rancu antara tamimah yang boleh dan yang dilarang. Serta akan terhambat pemilahan antara keduanya, kecuali dengan rumit. Maka wajib menutup pintu ini dan menutup jalan menuju kesyirikan .
Pendapat inilah yang benar karena kuatnya dalilnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala- lah yang member taufiq.
[Diterbitkan di Majalah Jami’ah Islamiyyah edisi 4 tahun 6 bulan Rabi’ul Akhir tahun 1394H hal. 175-182. Dinukil dari Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah jilid II, Judul: Ijabah ‘an As’ilah Mutafarriqah, haula Kitabati At-Ta’awidz bil Ayat].
________
FootNote:
[1] Atau di rumah, di toko, di mobil, di kantor, dan lain-lain.
[2] Jimat atau semacamnya yang dipakai untuk menumbuhkan rasa cinta seorang wanita kepada lelaki atau sebaliknya, semacam pelet.
[3] Sesuatu yang dikeluarkan dari laut, semacam rumah kerang yang berwarna putih, dipakai untuk tolak bala.
[4] Di masyarakat kita lebih dikenal dengan jimat.
[Majalah Asy Syari’ah, Vol. III/No. 36/1428H/2007, kategori: Problema Anda, hal. 66-67]
Sumber : http://konsultasisyariah.com/apa-hukum-jimat-bertuliskan-ayat-al-quran
Pertanyaan:
Apakah termasuk syirik, penulisan penangkal/jimat dari ayat Al-Qur’an dan lainnya, serta menggantungkannya di leher [1]?
Jawaban:
Telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَ التَّمَائِمَا وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, tiwalah [2] itu termasuk perbuatan syirik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dan beliau menshahihkannya)
Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan, demikian juga Abu Ya’la dan Al-Hakim serta ia menshahihkannya dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلا أَتَمَّ اللهُ لَهُ وَمَنْ قَدْ أَرَكَ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلا وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barangsiapa menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan menyempurnakan baginya (urusan)nya dan barangsiapa menggantungkan wad’ah [3] maka Allah tidak akan menentramkannya.”
Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkannya melalui jalan lain dari ‘Uqbah bin ‘Amir dengan lafadz:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa menggantungkan tamimah/jimat maka ia telah berbuat syirik.”
Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak. Sedang tamimah itu maknanya adalah sesuatu yang digantungkan pada anak-anak atau orang lain dengan tujuan menolak bahaya mata hasad, gangguan jin, penyakit, atau semacamnya. Sebagian orang menyebutkannya hirzan/penangkal, sebagian lagi menamainya jami’ah [4]. Benda ini ada dua jenis:
Salah satunya: yang terbuat dari nama-nama setan, dari tulang, dari rangkain mutiara atau rumah kerang, paku-paku, symbol-simbol yaitu huruf-huruf yang terputus-putus atau semacam itu. Jenis ini hukumnya haram tanpa ada keraguan karena banyaknya dalil yang menunjukkan keharamannya. Dan itu merupakan salah satu bentuk syirik kecil berdasarkan hadits-hadits tadi serta berdasarkan hadits yang semakna dengannya. Bahkan bisa menjadi syirik besar bila orang yang menggantungkan/memakainya meyakini bahwa benda-benda itulah yang menjaganya atau menghilangkan penyakitnya tanpa izin Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kehendak-Nya.
Kedua: sesuatu yang berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an atau doa-doa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semacam itu dari doa-doa yang baik. Untuk jenis ini para ulama berbeda pendapat, sebagian mereka membolehkannya dan mengatakan bahwa hal itu sejenis dengan ruqyah/jampi-jampi yang diperbolehkan.
Sedang sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa itu juga haram. Mereka berhujjah dengan dua hujjah:
Pertama : keumuman hadits-hadits yang melarang jimat-jimat dan yang memperingatkan darinya serta menghukuminya bahwa itu adalah perbuatan syirik. Sehingga tidak boleh mengkhususkan sebagian jimat untuk diperbolehkan, kecuali berdasarkan dalil syar’i yang menunjukkan kekhususan.
Adapun tentang ruqyah, maka hadits-hadits yang shahih menunjukkan bahwa jika dari ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang diperbolehkan, maka itu tidak apa-apa, bila dengan bahasa yang diketahui maknanya serta yang melakukan ruqyah tidak bersandar pada ruqyah itu, ia hanya meyakini itu sebagai salah satu sebab. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا
“Tidak mengapa dengan ruqyah selama itu tidak termasuk dari syirik.”
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah melakukannya serta sebagian sahabatnya juga pernah melakukannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
لا رُقْيَةَ إِلا مِنْ عَيْنِ أَوْ حُمَةٍ
“Tidak ada ruqyah melainkan dari (gangguan) mata hasad atau sengatan serangga berbisa.”
Dan hadits-hadits tentang hal ini banyak.
Adapun tentang tamimah/jimat, maka tidak ada sedikit pun dari hadits-hadits yang mengecualikan dari keharamannya. Sehingga, wajib mengharamkan semua jenis jimat/tamimah, dalam rangka mengamalkan dalil-dalil yang bersifat umum.
Kedua : menutup pintu-pintu menuju perbuatan syirik. Ini termasuk salah satu perkara penting dalam syariat. Dan sebagaimana diketahui, bila kita perbolehkan jimat-jimat dari ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang mubah, maka akan terbuka pintu syirik serta akan menjadi rancu antara tamimah yang boleh dan yang dilarang. Serta akan terhambat pemilahan antara keduanya, kecuali dengan rumit. Maka wajib menutup pintu ini dan menutup jalan menuju kesyirikan .
Pendapat inilah yang benar karena kuatnya dalilnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala- lah yang member taufiq.
[Diterbitkan di Majalah Jami’ah Islamiyyah edisi 4 tahun 6 bulan Rabi’ul Akhir tahun 1394H hal. 175-182. Dinukil dari Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah jilid II, Judul: Ijabah ‘an As’ilah Mutafarriqah, haula Kitabati At-Ta’awidz bil Ayat].
________
FootNote:
[1] Atau di rumah, di toko, di mobil, di kantor, dan lain-lain.
[2] Jimat atau semacamnya yang dipakai untuk menumbuhkan rasa cinta seorang wanita kepada lelaki atau sebaliknya, semacam pelet.
[3] Sesuatu yang dikeluarkan dari laut, semacam rumah kerang yang berwarna putih, dipakai untuk tolak bala.
[4] Di masyarakat kita lebih dikenal dengan jimat.
[Majalah Asy Syari’ah, Vol. III/No. 36/1428H/2007, kategori: Problema Anda, hal. 66-67]
Sumber : http://konsultasisyariah.com/apa-hukum-jimat-bertuliskan-ayat-al-quran
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.