Oleh : Ust. Yazid Abdul Qadir Jawas
Bismillah,
Dalam beberapa hadits shahih diungkapkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai penulisan hadits, di antaranya hadits Abu Sa’id al-Khudri yang dipakai hujjah oleh Inkarus Sunnah. Hadits tersebut memang shahih, tetapi kita harus melihat hadits-hadits lain yang berkenaan dengan masalah ini dan penjelasan dari para ulama. Imam an-Nawawi menjelaskan hadits Abu Sa’id dengan membawakan beberapa pendapat, di antaranya :
Bismillah,
Dalam beberapa hadits shahih diungkapkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai penulisan hadits, di antaranya hadits Abu Sa’id al-Khudri yang dipakai hujjah oleh Inkarus Sunnah. Hadits tersebut memang shahih, tetapi kita harus melihat hadits-hadits lain yang berkenaan dengan masalah ini dan penjelasan dari para ulama. Imam an-Nawawi menjelaskan hadits Abu Sa’id dengan membawakan beberapa pendapat, di antaranya :
1). Larangan penulisan yang dimaksud ialah menuliskan hadits dengan Al-Qur’an dalam satu lembaran, karena dikhawatirkan akan tercampur dengan Al-Qur’an.
2). Larangan yang dimaksud khusus bagi orang yang kuat hafalannya supaya tidak mengandalkan tulisan. Adapun orang yang tidak kuat hafalannya, maka ia menulis.
3). Hadits Abu Sa'id yang melarang menulis hadits sudah mansukh dengan hadits yang menyuruh untuk menulis.
Menurut Syaikh Ahmad Muhammad Syakir: “Jawaban yang benar adalah larangan penulisan sudah dihapuskan (dimansukh) dengan hadits lain yang menyuruh menulis hadits.
Hadits-hadits yang memerintahkan untuk menulis hadits (As-Sunnah):
[1]. Pada waktu Fathu Makkah (tahun 8H.) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, kemudian seseorang dari Yaman yang biasa dipanggil Abu Syah berkata, “Ya Rasulullah, tuliskanlah untukku.” Lalu beliau bersabda: “Tuliskanlah untuk Abu Syah.” [Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 2434), Muslim (no. 1355), Ahmad (II/238) dan Abu Dawud (no. 3649), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.]
Yang dimaksud, “Tuliskanlah untukku,” kata Imam al-Auza'i ialah: “Ia minta dituliskan khutbah yang ia dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dan kata Abu ‘Abdirrahman, “Tidak ada satu hadits pun yang paling sah tentang penulisan hadits selain hadits ini, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka (Shahabat) menuliskan khutbah yang ia dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[2]. Kata ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena aku ingin menghafalnya, kemudian orang-orang Quraisy melarangku sambil berkata, ‘Apakah engkau tulis semua yang kau dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang bersabda di kala senang dan marah?’ Lalu aku berhenti menulis, kemudian aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mengisyaratkan ke mulut beliau seraya bersabda:
"Tulislah, demi Dzat yang diriku berada di Tangan-Nya, tidaklah keluar dari mulutku ini melainkan yang haq.” [Hadits shahih riwayat ad-Darimi (I/125), Ahmad (II/162, 192) dan al-Hakim (I/105-106) dan Abu Dawud (no. 3646).]
[3]. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak seorang pun dari Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih banyak hafalan haditsnya selain aku, dan yang hampir sama banyaknya denganku adalah ‘Abdullah bin ‘Amr, karena ia menulis.” [Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 113) dan ad-Darimi (I/125 no. 487).]
Hadits-hadits di atas telah diamalkan oleh para Shahabat, Tabi'in, dan juga ummat yang telah sepakat sesudah itu tentang bolehnya menuliskan hadits. Semua itu menunjukkan bahwa hadits Abu Sa'id telah mansukh dan larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu terjadi pada awal Islam, karena dikhawatirkan tercampur antara Al-Qur-an dan As-Sunnah dalam penulisannya. Sedangkan hadits Abu Syah terjadi pada Fathul Makkah (di akhir-akhir hayat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), demikian juga hadits Abu Hurairah, beliau masuk Islam pada tahun ke-7H, kemudian terjadi ijma' tentang penulisan dan khabar yang demikian berupa khabar mutawatir ‘amali dari Salafush Shalih yang mudah-mudahan Allah meridhai mereka semua.
Riwayat-riwayat yang dibawakan oleh Inkarus Sunnah bahwa para Shahabat tidak menyukai penulisan hadits, riwayat itu tidak sah, bahkan sebaliknya mereka memerintahkan untuk menuliskan hadits.
Ada yang meriwayatkan bahwa Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu melarang penulisan hadits, menurut Imam adz-Dzahabi tidak sah riwayatnya, karena dalam kenyataannya Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menulis hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam demikian pula ‘Umar, ‘Ali, dan Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhum yang diriwayatkan bahwa mereka melarang orang menuliskan hadits, riwayatnya sangat lemah derajatnya. Jika pun seandainya ada riwayat yang sah dari mereka akan larangan menuliskan hadits, justru dari mereka pula banyak riwayat yang memerintahkan menuliskan hadits.
Penulisan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh para Shahabat dapat kita lihat dari nukilan riwayat-riwayat berikut ini :
1. Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu pernah menulis surat kepada Anas bin Malik yang isinya memuat hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Anas menjabat sebagai Amil di Bahrain.
2. ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu menulis hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam surat-surat resmi agar kaum muslimin mengamalkannya. Dari Abu ‘Utsman, ia berkata, “Kami bersama ‘Utbah bin Farqad (di Azarbaizan), lalu ‘Umar mengirim surat kepadanya yang berisikan beberapa hadits yang disabdakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara surat-surat yang dikirimkan isinya ialah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"“Orang-orang yang memakai sutera, maka ia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat.” [Hadits shahih riwayat Ahmad (I/26), al-Bukhari (no. 5832) dan Muslim (no. 2073).]
3. ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu menganjurkan orang-orang menuliskan hadits, dan terkadang mendiktekannya kepada mereka.
4. Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, penulis wahyu, adalah juga Shahabat yang pertama kali menulis tentang hadits-hadits faraidh.
Abu Ja'far bin Barqan berkata, “Seandainya Zaid bin Tsabit tidak menulis hadits-hadits faraidh, sungguh yang demikian ini (ilmu faraidh) akan hilang dari ummat ini.
5. Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu menulis surat kepada keponakannya yang berisikan dengan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [HR. Ahmad (V/413)]
6. Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu ‘anhu membolehkan untuk menuliskan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [HR. Ad-Darimi (I/127)]
7. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu adalah seorang Shahabat yang kepadanya banyak para Shahabat dan Tabi'in menulis sari hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau pernah dido'akan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dapat menghafal hadits-hadits, dan setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akannya ia tidak pernah lupa. [HR. Al-Bukhari (no. 119)]
8. Anas bin Malik Abu Hamzah al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu adalah seorang Shahabat yang bagus sekali dalam menulis hadits, sehingga Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu mengutusnya ke Bahrain. Dan Anas menganjurkan anak-anaknya untuk menulis hadits.
Tsumamah bin ‘Abdullah berkata, “Anas berwasiat kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku ikatlah ilmu itu dengan tulisan.’”
9. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu adalah termasuk Shahabat yang banyak menulis hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah memerintahkan kepadanya agar menulis hadits-hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang sudah disebutkan riwayatnya. Hingga hadits-hadits yang ditulisnya terkumpul dalam satu Shahifah ash-Shadiqah.
10. ‘Abdullah bin az-Zubair Radhiyallahu ‘anhu pernah menulis surat kepada Qadhi ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas'ud yang isinya memuat hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [HR. Ahmad (IV/4)]
11. Mu'awiyah bin Abu Sufyan Radhiyallahu ‘anhu juga pernah mengirim surat kepada ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha agar ia menuliskan apa-apa yang didengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ‘Aisyah pun menuliskannya.
As-Sya'bi berkata, “Telah menceritakan kepadaku juru tulis Mughirah bin Syu'bah, ia berkata, ‘Mu'awiyah menulis surat kepadaku yang isinya: ‘Hendaklah engkau tuliskan untukku hadits-hadits yang pernah engkau dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .’ Maka aku pun menuliskannya.’”
Di antara para Shahabat lainnya yang menulis hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:
12. Abu Rafi'.
13. Abu Sa'id al-Khudri.
14. Ubay bin Ka’ab al-Anshari.
15. Abu Musa al-Asy’ari.
16. Asma’ binti Unais.
17. ‘Usaid bin Hudhair al-Anshari.
18. Al-Barra’ bin ‘Azib.
19. Jabir bin Samurah.
20. Jarir bin ‘Abdillah al-Bajali.
21. Jabir bin ‘Abdillah bin ‘Amr.
22. Hasan bin ‘Ali.
23. Rafi' bin Khadij.
24. Zaid bin Arqam.
25. Subai'ah al-Aslamiyyah.
26. Sa’ad bin Ubadah al-Anshari.
27. Salman al-Farisi.
28. As-Saib bin Yazid.
29. Sahl bin Sa’ad as-Sa'idi al-Anshari.
30. Syaddad bin Aus bin Tsabit al-Anshari.
31. Samurah bin Jundub.
32. Syamghun al-Azdi al-Anshari.
33. Dhahhak bin Sufyan al-Kilaabi.
34. Dhahhak bin Qais al-Kilaabi.
35. ‘Abdullah bin Abi Aufa.
36. ‘Abdullah bin ‘Abbas.
37. ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khaththab.
38. ‘Abdullah bin Mas'ud al-Hudzali.
39. ‘Itban bin Malik al-Anshari.
40. Fathimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
41. Fathimah binti Qais.
42. Muhammad bin Maslamah al-Anshari.
43. Mu'adz bin Jabal.
44. Ummul Mukminin Maimunah binti Harits al-Hi-lalliyyah.
45. ‘Amr bin Hazm al-Anshari.
46. An-Nu'man bin Basyir.
47. Abu Bakar ats-Tsaqafi Nufa’i bin Masruh.
48. Abu Syah.
49. Abu Hindin ad-Daari.[Dirasaat fil Hadits an-Nabawy (I/92-142).]
Dari kalangan Tabi'in yang menuliskan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagi berikut:
1. Aban bin ‘Utsman bin ‘Affan.
2. Ibrahim bin Yazid an-Nakha’i al-Awar.
3. Abu Aliyah ar-Riyahi.
4. Amir bin Sharaahil bin ‘Amr asy-Sya’bi al-Hamdani.
5. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.
6. ‘Urwah bin az-Zubair.
7. Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shidiq.
8. Muhammad bin ‘Ali bin Abi Thalib.
9. ‘Ubaidah bin ‘Amr as-Salmani al-Muradi.
10 Ayyub bin Abi Tamimah as-Sikhtiyaani.
11. Ma’imun bin Mihran.
12. Nafi’ maula Ibnu ‘Umar.
13. Manshur bin Mu’tamir. [Dirasaat fil Hadits an-Nabawy (I/143-215)]
Dan masih banyak lagi para Tabi'in yang menulis hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung dari para Shahabat, dan untuk kemudian mereka pun menganjurkan kepada para Tabi’ut Tabi'in untuk menuliskannya, dan begitulah seterusnya sehingga membentuk suatu mata rantai sampainya hadits-hadits itu kepada kita saat ini.
Wallahu a'lam.
[Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Bab V : Bantahan Bagi Para Penentang As-Sunnah, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005]
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.