Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



BERHATI-HATILAH TERHADAP AIR KENCING DIRI KITA SENDIRI

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :



Kebanyakan Siksa Kubur, salah satunya adalah karena air kencing !!

Bismillah,
Saya masih menjumpai, ada sebagian kaum muslimin yang kencing tanpa cebok, terutama di toilet2 umum, yang biasanya menggunakan toilet berdiri.

Sesudah selesai kencing, eeee main tutup aja tuh resliting. Allahul musta'an.
padahal perbuatannya tersebut dapat mengakibatkan adzab kubur baginya.

Air kencing sangat berbahaya, jika masih menempel pada tubuh sendiri (tidak cebok) atau terpercik terkena celana, dan celana tersebut di pakai buat shalat misalnya.

Akhir-akhir ini, sebuah Inovasi yang cerdas yang didasarkan pada ke kuatiran terperciknya air kencing ke celana orang-orang yang sedang buang air kecil, yakni pemasangan mika akrilik transparan di toilet gantung khusus buat toilet ikhwan, dan ini saya amati sudah diterapkan di beberapa toliet, terutama di toilet masjid2 di jakarta (seperti contoh pada foto artikel ini). Salah satunya ada di masjid Al Muttaqiin, ITC Cempaka Mas, Jakarta Pusat.

Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

"Sesungguhnya keduanya disiksa dan keduanya tidak disiksa dalam perkara besar. Adapun yang pertama tidak menjaga dari percikan kencing dan yang kedua berjalan di muka bumi dengan namimah." Kemudian beliu mengambil pelepah kurma basah dan membelah menjadi dua lalu beliau menancapkan pada setiap kuburan satu pelepah kurma." Mereka berkata "Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan itu?" Beliau bersabda, "Mudah-mudahkan diringankan (siksa kubur) dari keduanya, selagi (pelepah kurma itu) belum kering." (HR. Bukhari dan Muslim)

Air kencing yang terpercik ke pakaian/tubuh menjadi faktor utama dan dominan siksa kubur seperti yang telah ditegaskan sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda :

أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ

"Kebanyakan azab kubur dari kencing." [Shahih, HR. Ahmad dan Ibnu Majah serta dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil (280)]

Imam Qatadah berkata, "Sesungguhnya (mayoritas siksa kubur berasal dari tiga perkara: ghibah, namimah dan kencing." (Lihat Syarhus Sudur, Imam as-Suyuthi, hal.162)

Sebagian ulama menyingkap alasan, kenapa mayoritas siksa kubur disebabkan percikan kencing, namimah atau ghibah. Karena kuburan adalah rintangan pertama kali akhirat dan di dalamnya terdapat berbagai macam kejadian sebagai rentetan peristiwa yang akan terjadi setelah Hari Kiamat, baik berupa siksa atau pahala.


LALU BAGAIMANA DENGAN HUKUM KENCING SAMBIL BERDIRI?

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah ditanya :
Bolehkan seseorang kencing sambil berdiri bila hal itu tidak mengenai dirinya ataupun pakaiannya?

Beliau menjawab :
Tidak apa-apa kencing sambil berdiri apabila hal itu memang dibutuhkan, dengan syarat, tempatnya tertutup sehingga tidak ada orang lain yang melihat auratnya serta tidak terkena percikan air seninya. Hal ini berdasarkan riwayat dari Hudzaifah -rodliallaahu'anhu-, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan menuju ujung tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. (Disepakati keshahihannya. HR. Al-Bukhari dalam al-Wudhu' (2224); Muslim dalam ath-Thaharah (273)).

Namun demikian, lebih baik dilakukan dengan duduk/jongkok, karena seperti itulah yang mayoritas dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , dengan tetap menutup aurat dan hati-hati agar tidak terkena percikan air seni, sebagaimana hadits shahih yang diriwayatkan dari jalan Aisyah radhiallahu 'anha.

Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:

مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إِلَّا قَاعِدًا

“Barangsiapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Nabi -shallahu ‘alaihi wasallam- buang air kecil sambil berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk.” (HR. At-Tirmizi no. 12 dan An-Nasai no. 29)

Maka hadits ini menunjukkan bahwa di rumah Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah kencing berdiri. Maka penafian Aisyah di sini hanya sebatas pengetahuan beliau, sementara Huzaifah telah menetapkan bahwa beliau kencing dalam keadaan berdiri. Pendapat bolehnya kencing berdiri merupakan pendapat sekelompok sahabat di antaranya: Umar, Huzaifah, Zaid bin Tsabit, Ali, Anas, Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan Urwah.
[Majalah al-Buhuts, nomor 38, hal. 132, Syaikh Ibnu Baz. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq].


HUKUM TEMPAT KENCING YANG BERGANTUNG (Seperti Foto ini)

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan -hafidzhahulloh- ditanya :
Di tempat kami bekerja ada tempat kencing yang bergantung. Sebagian teman menggunakannya dengan memakai celana panjang dan kencing sambil berdiri yang tidak menjamin bahwa air urine tidak mengenai celana panjang. Pada suatu hari saya memberi nasehat kepadanya, ia menjawab “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melarang hal tersebut”. Saya mohon nasehat dan petunjuk.

Jawaban :
Boleh bagi seseorang kencing sambil berdiri, apabila bisa terjaga dari percikan air kencing ke badan dan pakaiannya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri si suatu saat [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Ath-Thaharah 224 dan Muslim dalam Ath-Thaharah 273]. Terutama apabila hal tersebut sangat dibutuhkan karena sempitnya pakaiannya atau karena ada penyakit di tubuhnya, namun hukumnya makruh kalau tidak ada kebutuhan.
[Kitab Ad-Da'wah 8, Alu Fauzan 3/46]

Wallahu a'lam.



Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.