Bismillah,
Kita sudah sering mendengar seorang muballigh menyampaikan hadist ini dalam ceramah, buku maupun publikasi lainnya, akan tetapi bagaimana kedudukan hadist ini dari sisi pendalilan? Berikut pembahasan yang sangat berfaedah untuk kita simak..
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”.
Imam Al-Marwazi berkata bahwa hadits ini pernah dibacakan kepada Imam Ahmad -rahimahullah-, lalu beliau sangat mengingkarinya. Imam Ibnul Jauzi -rahimahullah- memasukkan hadits ini ke dalam kitabnya Al-Maudhu’at (1/125). Ibnu Hibban -rahimahullah- berkata, “Batil, tidak ada asalnya”. Demikian pula Asy-Syaikh Al-Albani -rahimahullah- menghukumi hadits ini sebagai hadits yang batil. Lihat Adh-Dho’ifah no. hadits 416.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam Al-Kamil (4/118), Al-Uqaily dalam Adh-Dhu’afa` (2/230), Al-Khathib dalam Tarikhul Baghdad (9/364), Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal (1/241) dan Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi (1/7-8). Semuanya dari jalan Abu Atikah Tharif bin Sulaiman dari Anas bin Malik dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-.
Kita sudah sering mendengar seorang muballigh menyampaikan hadist ini dalam ceramah, buku maupun publikasi lainnya, akan tetapi bagaimana kedudukan hadist ini dari sisi pendalilan? Berikut pembahasan yang sangat berfaedah untuk kita simak..
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”.
Imam Al-Marwazi berkata bahwa hadits ini pernah dibacakan kepada Imam Ahmad -rahimahullah-, lalu beliau sangat mengingkarinya. Imam Ibnul Jauzi -rahimahullah- memasukkan hadits ini ke dalam kitabnya Al-Maudhu’at (1/125). Ibnu Hibban -rahimahullah- berkata, “Batil, tidak ada asalnya”. Demikian pula Asy-Syaikh Al-Albani -rahimahullah- menghukumi hadits ini sebagai hadits yang batil. Lihat Adh-Dho’ifah no. hadits 416.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam Al-Kamil (4/118), Al-Uqaily dalam Adh-Dhu’afa` (2/230), Al-Khathib dalam Tarikhul Baghdad (9/364), Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal (1/241) dan Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi (1/7-8). Semuanya dari jalan Abu Atikah Tharif bin Sulaiman dari Anas bin Malik dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-.
Sebab lemahnya hadits ini adalah Abu Atikah. Al-Uqaily berkata “Dia adalah orang yang ditinggalkan haditsnya (arab: matrukul hadits)”. Imam Al-Bukhari berkata, “Mungkar haditsnya (arab: munkarul hadits)”. Imam An-Nasa`i berkata, “Tidak tsiqoh (arab: laisa bi tsiqoh)”. Abu Hatim berkata, “Orang yang hilang haditsnya (arab: dzahibul hadits).”
Karenanya, Imam Ahmad mengingkari hadits ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Marwazi. Dan Asy-Syaikh Al-Albani menghukumi hadits ini sebagai hadits yang bati, sebagaimana dalam Adh-Dho’ifah no. 416.
Karenanya, Imam Ahmad mengingkari hadits ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Marwazi. Dan Asy-Syaikh Al-Albani menghukumi hadits ini sebagai hadits yang bati, sebagaimana dalam Adh-Dho’ifah no. 416.
Al-Uqaily -rahimahullah- berkata setelah meriwayatkan hadits di atas, “Tidak dihafal (tambahan kata) “walaupun sampai ke negeri Cina” kecuali dari (jalan) Abu Atikah. Sedang dia adalah orang yang ditinggalkan haditsnya (arab: matrukul hadits)”.
Berikut ini kami akan bawakan beberapa komentar para ulama jarh wat ta’dil tentang orang ini (Abu Atikah) agar para pembaca semakin yakin akan kelemahan hadits ini:
Imam Al-Bukhari-rahimahullah- berkata, “Mungkar haditsnya (arab: munkarul hadits)”. Imam An-Nasa`i -rahimahullah- berkata, “Tidak tsiqoh (arab: laisa bi tsiqoh)”. Abu Hatim -rahimahullah- berkata, “Orang yang hilang haditsnya (arab: dzahibul hadits),” dan orang ini disebutkan oleh As-Sulaimany ke dalam jajaran orang-orang yang dikenal sebagai pemalsu hadits.
Catatan :
Imam As-Suyuthi -rahimahullah- menyebutkan dalam Al-La`aliul Mashnu’ah (1/193) bahwa hadits dengan lafazh ini mempunyai dua jalur periwayatan lain sebagai pendukung. Mari kita simak, apakah kedua jalur periwayatan ini bisa menguatkan hadits di atas dan mengangkatnya ke derajat hasan ataukah sebaliknya:
1. Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dari jalur Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim Al-Asqalani dari Ubaid bin Muhammad Al-Firyabi dari Sufyan ibnu Uyainah dari Az-Zuhry dari Anas bin Malik -radhiyallahu Ta’ala ‘anhu-.
Imam Adz-Dzahabi -rahimahullah- berkata tentang Ya’qub, “Pendusta (arab: kadzdzab)”.
2. Ahmad bin Abdillah Al-Juwaibari meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abu Hurairah -radhiallahu Ta’ala ‘anhu-.
Al-Juwaibari sendiri telah dikritik oleh As-Suyuthi dengan ucapannya, “Al-Juwaibari adalah pembuat hadits-hadits palsu (arab: wadhdho’)”.
Berkata Syaikh Al-Bani dalam bukunya Silsilatu Ahaaditsu Ad-Dhaifah wal Maudhuah wa Atsarus Sayyi fil Ummah
"Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina"
Riwayat ini batil. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi II/207, Abu Naim dalam Akhbar Ashbahan II/206, Al-Khatib dalam At Tarikh IX/364 dan sebagainya, yang kesemuanya dengan sanad dari Al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah Tharif bin Salman, dari Anas bin Malik radiallahu ‘anhu. Kemudian semuanya menambahkan lafazh “fainna thalabul ilmi faridatun ‘ala kulli muslimin. Ibnu Adi berkata: “Tambahan kata walaw bish Shin kami tidak mengenalinya kecuali hanya datang dari Al-Hasan bin Athiyah”. Begitu pula pernyataan Al-Khatib dalam kitab Tarikh seperti dikutip Ibnul Muhib dalam Al-Fawaid.
Kelemahan riwayat ini terletak pada Abu Atikah yang telah disepakati muhaditsin sebagai perawi sanad yang sangat dhaif, bahkan oleh Imam Bukhari dinyatakan mungkar riwayatnya. Begitu pula jawaban Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang Abu Atikah ini.
Ringkasnya, susunan dari hadits diatas adalah sangat dhaif atau bahkan sampai ke derajat batil. Saya kira kebenaran ada pada ucapan Ibnu Hibban dan Ibnul Jauzi yang berkata bahwa hadits di atas tidak ada sanadnya yang baik atau bahkan dianggap baik sampai derajat dapat dikuatkan atau saling menguatkan antara satu sanad dengan sanad yang lainnya.
Adapun bagian kedua (tambahannya), mungkin dapat dinaikkan derajatnya kepada hadits hasan, seperti yang diutarakan oleh Al-Mazi sebab sanadnya banyak yang bersumber pada Anas radiallahu ‘anhu. Dalam hal ini dari hasil penyelidikan yang saya lakukan, saya telah menemukan delapan sanad yang dapat diandalkan yang kesemuanya bersumber kepada Sababat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah Anas, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Ali, Abu Said, dan sebagainya. Hingga kinipun saya masih menelitinya hingga saya benar-benar yakin dalam memvonis shahih, hasan ataupun dhaifnya sanad-sanad tersebut, wallahu a’lam
"Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina"
Riwayat ini batil. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi II/207, Abu Naim dalam Akhbar Ashbahan II/206, Al-Khatib dalam At Tarikh IX/364 dan sebagainya, yang kesemuanya dengan sanad dari Al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah Tharif bin Salman, dari Anas bin Malik radiallahu ‘anhu. Kemudian semuanya menambahkan lafazh “fainna thalabul ilmi faridatun ‘ala kulli muslimin. Ibnu Adi berkata: “Tambahan kata walaw bish Shin kami tidak mengenalinya kecuali hanya datang dari Al-Hasan bin Athiyah”. Begitu pula pernyataan Al-Khatib dalam kitab Tarikh seperti dikutip Ibnul Muhib dalam Al-Fawaid.
Kelemahan riwayat ini terletak pada Abu Atikah yang telah disepakati muhaditsin sebagai perawi sanad yang sangat dhaif, bahkan oleh Imam Bukhari dinyatakan mungkar riwayatnya. Begitu pula jawaban Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang Abu Atikah ini.
Ringkasnya, susunan dari hadits diatas adalah sangat dhaif atau bahkan sampai ke derajat batil. Saya kira kebenaran ada pada ucapan Ibnu Hibban dan Ibnul Jauzi yang berkata bahwa hadits di atas tidak ada sanadnya yang baik atau bahkan dianggap baik sampai derajat dapat dikuatkan atau saling menguatkan antara satu sanad dengan sanad yang lainnya.
Adapun bagian kedua (tambahannya), mungkin dapat dinaikkan derajatnya kepada hadits hasan, seperti yang diutarakan oleh Al-Mazi sebab sanadnya banyak yang bersumber pada Anas radiallahu ‘anhu. Dalam hal ini dari hasil penyelidikan yang saya lakukan, saya telah menemukan delapan sanad yang dapat diandalkan yang kesemuanya bersumber kepada Sababat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah Anas, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Ali, Abu Said, dan sebagainya. Hingga kinipun saya masih menelitinya hingga saya benar-benar yakin dalam memvonis shahih, hasan ataupun dhaifnya sanad-sanad tersebut, wallahu a’lam
Dari uraian di atas, kita bisa melihat bahwa kedua jalur periwayatan ini tidak bisa mendukung jalur periwayatan pertama karena keduanya lebih lemah daripada jalur yang pertama, wallahul muwaffiq.
Sumber : http://kaahil.salafy.ws/2008/10/11/tuntutlah-ilmu-walaupun-sampai-ke-negeri-cina/
Sumber : http://kaahil.salafy.ws/2008/10/11/tuntutlah-ilmu-walaupun-sampai-ke-negeri-cina/
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.