Oleh : Akhuna Abu Al Jauzaa’
Kasus Lia Aminuddin al kadhzab beberapa waktu silam membuat heboh kaum muslimin di Indonesia. Bagaimana tidak, sang pendusta besar ini telah mengaku menjadi Rasul Allah. Bahkan mengklaim juga telah didatangi oleh Jibril Alaihi Salam. Padahal di dalam al Qur’an telah dijelaskan bahwa Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam adalah penutup para Nabi dan Rasul. Disamping itu juga Lia Aminuddin al kadhzab adalah seorang wanita, sedangkan dijelaskan dalam al Qur’an bahwa kenabian itu hanya untuk kaum laki-laki. Apakah ada Nabi dan Rasul dari kaum wanita ?? mari kita ikuti uraian berikut ini.
Menurut pendapat yang shahih dan yang dapat dijadikan pedoman, tidak ada nabi yang berasal dari kaum wanita, berdasarkan beberapa alasan sebagai berikut :
a. Ayat Al-Qur’an yang menunjukkan pembatasan kenabian hanya untuk kaum laki-laki, yaitu :
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاّ رِجَالاً نّوحِيَ إِلَيْهِمْ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka……..” (QS. An-Nahl : 43).
b. Kenabian haruslah diumumkan ke khalayak ramai, karena dakwah para nabi itu adalah hak dan seorang nabi harus melawan orang-orang yang membawa kebathilan. Oleh karena dakwah seorang Nabi harus tampak jelas dan terang di hadapan orang-orang, maka tidaklah layak hal ini bagi kaum wanita.
c. Kaum wanita memiliki waktu-waktu “libur” dan saat-saat yang menyebabkan kondisinya lemah akibat melahirkan, nifas, haidl, dan hal-hal yang berkaitan dengan kewanitaan.
d. Seseorang yang menerima misi kenabian dan kerasulan, berarti ia juga menjadi pemimpin bagi para pengikut dan pembelanya. Seandainya posisi ini ditempati oleh wanita, niscaya akan menganggap rendah orang lain karena mereka mau taat kepada wanita yang menjadi pemimpin mereka.
Berbeda dengan pendapat di atas yang menyatakan kenabian hanya diberikan kepada kaum laki-laki, beberapa orang ulama seperti Abul-Hasan Al-Asy’ary, Al-Qurthubi, dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa ada di antara kaum wanita yang menjadi nabi. Menurut mereka, sudah menjadi ijma’ bahwa Maryam adalah seorang nabi. Bahkan menurut mereka, ada beberapa orang ulama yang menganggap ibu Musa, Sarah, dan Hawa sebagai nabi. Untuk pendapat ini, mereka menggunakan beberapa dalil sebagai berikut :
1. Allah telah menyatakan menjatuhkan pilihan pada Maryam, sebagaimana firman-Nya :
يَامَرْيَمُ إِنّ اللّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَىَ نِسَآءِ الْعَالَمِينَ
‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu, dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)” (QS. Aali Imran : 42).
2. Setiap orang yang didatangi malaikat (jibril) berarti ia adalah seorang rasul atau nabi. Sebagaimana telah diketahui bahwa Allah pernah mengutus malaikat kepada Maryam. Firman-Nya :
قَالَتْ إِنّيَ أَعُوذُ بِالرّحْمَـَنِ مِنكَ إِن كُنتَ تَقِيّاً * قَالَ إِنّمَآ أَنَاْ رَسُولُ رَبّكِ لاَِهَبَ لَكِ غُلاَماً زَكِيّا
“Maryam berkata,”Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertaqwa”. Ia (Jibril) berkata,”Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Rabb-mu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci” (QS. Maryam : 18-19).
Menanggapi alasan mereka, para ulama memberi jawaban sebagai berikut :
1. Tidak setiap orang yang dipilih oleh Allah berarti ia seorang Nabi, berdasarkan firman-Nya :
إِنّ اللّهَ اصْطَفَىَ آدَمَ وَنُوحاً وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)” (QS. Aali Imran : 33).
Padahal dapat diketahui dengan pasti bahwa ada di antara keluarga Ibrahim dan Imran yang bukan nabi dan juga bukan rasul.
Juga firman Allah ta’ala yang lain :
ثُمّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لّنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan “ (QS. Fathir : 32).
Suatu hal yang telah dimaklumi bahwa para nabi tidak mungkin mendhalimi diri mereka sendiri. Di samping itu, perbedaan tingkat manusia yang dibagi menjadi tiga dalam ayat di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan keistimewaan di antara mereka. Sedangkan kenabian adalah kedudukan yang paling tinggi sebagaimana telah dimaklumi. Jika di antara manusia ada yang berbuat dhalim terhadap dirinya sendiri dan ada juga yang pertengahan, maka dapatlah diketahui bahwa ada di antara hamba-hamba pilihan Allah orang yang bukan nabi dan rasul.
2. Tidak mesti orang yang didatangi malaikat adalah seorang nabi. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa buah hadits, di antaranya :
a. Sebuah hadits yang menerangkan bahwa malaikat pernah mendatangi tiga orang; seorang yang berkepala botak, seorang buta, dan seorang yang menderita penyakit belang. Malaikat tersebut menguji mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah.
b. Hadits mengenai orang yang mengunjungi saudara seagamanya. Ketika dalam perjalanannya, Allah mengutus malaikat untuk bertanya kepadanya,”Apakah kamu memiliki satu nikmat Allah yang dapat engkau berikan kepada saudaramu itu?”. Ia menjawab,”Tidak ada selain cintaku kepadanya karena Allah…..”.
Di samping kedua hadits di atas, ada juga hadits shahih yang disabdakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi :
فَاطِمَةُ سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهلِ اْلجَنَّةِ إِلَّا مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ إِ بْنَةِ عِمْرَان
“Fathimah adalah pemimpin ahli surga dari kalangan wanita disamping Maryam binti Imran”.
Menurut Penulis (yaitu penulis asli kitab : Abdulaziz bin Muhammad bin Abdillah As-Sadlan – @Abu Al-Jauzaa’ ), hadits ini menggugurkan pendapat orang yang menyatakan bahwa kenabian juga diberikan kepada ibu Nabi Musa ‘alaihis-salaam, Sarah, dan Hawa; kecuali mengenai kenabian Maryam. Namun, para ulama menyanggah pendapat kenabian Maryam bahwa Allah menyifati Maryam dengan Shiddiqah – wanita yang sangat benar – , sebagaimana firman-Nya :
وَأُمّهُ صِدّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطّعَامَ
“…..dan ibunya (Isa, yaitu Maryam) seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan” (Al-Maidah : 75).
Seandainya Maryam adalah seorang nabi, niscaya Allah menyifatinya dengan kenabian, karena kenabian lebih mulia daripada sifat shiddiqah.
Mengenai alasan kenabian ibu Nabi Musa karena mendapat wahyu sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an :
وَأَوْحَيْنَآ إِلَىَ أُمّ مُوسَىَ أَنْ أَرْضِعِيهِ
“Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa : Susuilah dia…” (QS. Al-Qashshahsh:7)
Maka jawabannya adalah : Tidak mesti setiap yang menerima wahyu dari Allah adalah seorang Nabi. Karena bisa jadi wahyu yang dimaksud adalah ilham sebagaimana arti wahyu dalam ayat yang menerangkan tentang ibu Musa di atas dan juga ayat berikut :
وَأَوْحَىَ رَبّكَ إِلَىَ النّحْلِ أَنِ اتّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتاً
“Dan Rabb-mu mewahyukan kepada lebah : Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit” (QS. An-Nahl : 68).
Berdasarkan sanggahan-sanggahan di atas, jelaslah bahwa pendapat yang benar (shahih) adalah bahwa seluruh nabi hanyalah berasal dari kaum laki-laki, tidak ada yang berasal dari kaum perempuan.
—**—
@Abu Al-Jauzaa’ 1427; dari buku Ara Khathi’ah wa Riwayat Bathilah fii Siyar Al-Anbiyaa’ wal-Mursaliin (Edisi Indonesia : Meluruskan Kebohongan di Balik Kisah Para Nabi dan Rasul), karya Abdulaziz bin Muhammad bin Abdillah As-Sadlan).
Semoga bermanfaat………….
Kasus Lia Aminuddin al kadhzab beberapa waktu silam membuat heboh kaum muslimin di Indonesia. Bagaimana tidak, sang pendusta besar ini telah mengaku menjadi Rasul Allah. Bahkan mengklaim juga telah didatangi oleh Jibril Alaihi Salam. Padahal di dalam al Qur’an telah dijelaskan bahwa Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam adalah penutup para Nabi dan Rasul. Disamping itu juga Lia Aminuddin al kadhzab adalah seorang wanita, sedangkan dijelaskan dalam al Qur’an bahwa kenabian itu hanya untuk kaum laki-laki. Apakah ada Nabi dan Rasul dari kaum wanita ?? mari kita ikuti uraian berikut ini.
Menurut pendapat yang shahih dan yang dapat dijadikan pedoman, tidak ada nabi yang berasal dari kaum wanita, berdasarkan beberapa alasan sebagai berikut :
a. Ayat Al-Qur’an yang menunjukkan pembatasan kenabian hanya untuk kaum laki-laki, yaitu :
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاّ رِجَالاً نّوحِيَ إِلَيْهِمْ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka……..” (QS. An-Nahl : 43).
b. Kenabian haruslah diumumkan ke khalayak ramai, karena dakwah para nabi itu adalah hak dan seorang nabi harus melawan orang-orang yang membawa kebathilan. Oleh karena dakwah seorang Nabi harus tampak jelas dan terang di hadapan orang-orang, maka tidaklah layak hal ini bagi kaum wanita.
c. Kaum wanita memiliki waktu-waktu “libur” dan saat-saat yang menyebabkan kondisinya lemah akibat melahirkan, nifas, haidl, dan hal-hal yang berkaitan dengan kewanitaan.
d. Seseorang yang menerima misi kenabian dan kerasulan, berarti ia juga menjadi pemimpin bagi para pengikut dan pembelanya. Seandainya posisi ini ditempati oleh wanita, niscaya akan menganggap rendah orang lain karena mereka mau taat kepada wanita yang menjadi pemimpin mereka.
Berbeda dengan pendapat di atas yang menyatakan kenabian hanya diberikan kepada kaum laki-laki, beberapa orang ulama seperti Abul-Hasan Al-Asy’ary, Al-Qurthubi, dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa ada di antara kaum wanita yang menjadi nabi. Menurut mereka, sudah menjadi ijma’ bahwa Maryam adalah seorang nabi. Bahkan menurut mereka, ada beberapa orang ulama yang menganggap ibu Musa, Sarah, dan Hawa sebagai nabi. Untuk pendapat ini, mereka menggunakan beberapa dalil sebagai berikut :
1. Allah telah menyatakan menjatuhkan pilihan pada Maryam, sebagaimana firman-Nya :
يَامَرْيَمُ إِنّ اللّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَىَ نِسَآءِ الْعَالَمِينَ
‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu, dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)” (QS. Aali Imran : 42).
2. Setiap orang yang didatangi malaikat (jibril) berarti ia adalah seorang rasul atau nabi. Sebagaimana telah diketahui bahwa Allah pernah mengutus malaikat kepada Maryam. Firman-Nya :
قَالَتْ إِنّيَ أَعُوذُ بِالرّحْمَـَنِ مِنكَ إِن كُنتَ تَقِيّاً * قَالَ إِنّمَآ أَنَاْ رَسُولُ رَبّكِ لاَِهَبَ لَكِ غُلاَماً زَكِيّا
“Maryam berkata,”Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertaqwa”. Ia (Jibril) berkata,”Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Rabb-mu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci” (QS. Maryam : 18-19).
Menanggapi alasan mereka, para ulama memberi jawaban sebagai berikut :
1. Tidak setiap orang yang dipilih oleh Allah berarti ia seorang Nabi, berdasarkan firman-Nya :
إِنّ اللّهَ اصْطَفَىَ آدَمَ وَنُوحاً وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)” (QS. Aali Imran : 33).
Padahal dapat diketahui dengan pasti bahwa ada di antara keluarga Ibrahim dan Imran yang bukan nabi dan juga bukan rasul.
Juga firman Allah ta’ala yang lain :
ثُمّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لّنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan “ (QS. Fathir : 32).
Suatu hal yang telah dimaklumi bahwa para nabi tidak mungkin mendhalimi diri mereka sendiri. Di samping itu, perbedaan tingkat manusia yang dibagi menjadi tiga dalam ayat di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan keistimewaan di antara mereka. Sedangkan kenabian adalah kedudukan yang paling tinggi sebagaimana telah dimaklumi. Jika di antara manusia ada yang berbuat dhalim terhadap dirinya sendiri dan ada juga yang pertengahan, maka dapatlah diketahui bahwa ada di antara hamba-hamba pilihan Allah orang yang bukan nabi dan rasul.
2. Tidak mesti orang yang didatangi malaikat adalah seorang nabi. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa buah hadits, di antaranya :
a. Sebuah hadits yang menerangkan bahwa malaikat pernah mendatangi tiga orang; seorang yang berkepala botak, seorang buta, dan seorang yang menderita penyakit belang. Malaikat tersebut menguji mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah.
b. Hadits mengenai orang yang mengunjungi saudara seagamanya. Ketika dalam perjalanannya, Allah mengutus malaikat untuk bertanya kepadanya,”Apakah kamu memiliki satu nikmat Allah yang dapat engkau berikan kepada saudaramu itu?”. Ia menjawab,”Tidak ada selain cintaku kepadanya karena Allah…..”.
Di samping kedua hadits di atas, ada juga hadits shahih yang disabdakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi :
فَاطِمَةُ سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهلِ اْلجَنَّةِ إِلَّا مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ إِ بْنَةِ عِمْرَان
“Fathimah adalah pemimpin ahli surga dari kalangan wanita disamping Maryam binti Imran”.
Menurut Penulis (yaitu penulis asli kitab : Abdulaziz bin Muhammad bin Abdillah As-Sadlan – @Abu Al-Jauzaa’ ), hadits ini menggugurkan pendapat orang yang menyatakan bahwa kenabian juga diberikan kepada ibu Nabi Musa ‘alaihis-salaam, Sarah, dan Hawa; kecuali mengenai kenabian Maryam. Namun, para ulama menyanggah pendapat kenabian Maryam bahwa Allah menyifati Maryam dengan Shiddiqah – wanita yang sangat benar – , sebagaimana firman-Nya :
وَأُمّهُ صِدّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطّعَامَ
“…..dan ibunya (Isa, yaitu Maryam) seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan” (Al-Maidah : 75).
Seandainya Maryam adalah seorang nabi, niscaya Allah menyifatinya dengan kenabian, karena kenabian lebih mulia daripada sifat shiddiqah.
Mengenai alasan kenabian ibu Nabi Musa karena mendapat wahyu sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an :
وَأَوْحَيْنَآ إِلَىَ أُمّ مُوسَىَ أَنْ أَرْضِعِيهِ
“Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa : Susuilah dia…” (QS. Al-Qashshahsh:7)
Maka jawabannya adalah : Tidak mesti setiap yang menerima wahyu dari Allah adalah seorang Nabi. Karena bisa jadi wahyu yang dimaksud adalah ilham sebagaimana arti wahyu dalam ayat yang menerangkan tentang ibu Musa di atas dan juga ayat berikut :
وَأَوْحَىَ رَبّكَ إِلَىَ النّحْلِ أَنِ اتّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتاً
“Dan Rabb-mu mewahyukan kepada lebah : Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit” (QS. An-Nahl : 68).
Berdasarkan sanggahan-sanggahan di atas, jelaslah bahwa pendapat yang benar (shahih) adalah bahwa seluruh nabi hanyalah berasal dari kaum laki-laki, tidak ada yang berasal dari kaum perempuan.
—**—
@Abu Al-Jauzaa’ 1427; dari buku Ara Khathi’ah wa Riwayat Bathilah fii Siyar Al-Anbiyaa’ wal-Mursaliin (Edisi Indonesia : Meluruskan Kebohongan di Balik Kisah Para Nabi dan Rasul), karya Abdulaziz bin Muhammad bin Abdillah As-Sadlan).
Semoga bermanfaat………….
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.