9 Tokoh Penunggu Merapi Yang Mengendalikan Gunung Merapi
Tentu saja ini hanyalah sebuah mitos. Tapi sebagian masyarakat kita memang kental dengan yang namanya mitos alias gugon tuhon ini. Nah dalam peristiwa meletusnya gunung Merapi, kembali mitos ini mencuat ke permukaan.
Makhluk halus yang dipercaya masyarakat adalah penunggu Gunung Merapi yang tentu saja juga dipercaya berpengaruh dalam peristiwa-peristiwa bencana letusannya. Semua silahkan diikuti dibawah ini penjelasan singkatnya.
Eyang Merapi
Penduduk setempat mengatakan Eyang Merapi sebagai penunggunya. Tapi siapakah sebenarnya Eyang Merapi itu? Menurut 'mbah Maridjan, Eyang Merapi adalah seorang raja sekaligus tokoh utama yang menjadi pimpinan seluruh lelembut penghuni Merapi.
Eyang Sapu Jagad
Tokoh kedua yang keberadaannya juga masyarakat setempat adalah Eyang Sapu Jagad. Penunggu kawah Merapi inilah yang memegang kunci meletus atau tidaknya gunung tersebut. Makanya, demi menjaga kemarahannya, setiap tahun sekali Kraton Jogjakarta menyelenggarakan ritual labuhan yang dipersembahkan kepadanya, termasuk kedua stafnya yakni Kyai Grinjing Wesi dan Kyai Grinjing Kawat.
Eyang Megantara
Tokoh ketiga adalah Eyang Megantara. Pemuka dedemit yang berdiam diri di puncak Merapi ini memiliki kewenangan mengendalikan cuaca dan mengawasi sekitar kawasan Merapi. Tidak banyak penjelasan tentang tokoh ketiga dari Penunggu Gunung Merapi ini.
Nyi Gadung Melati
Tokoh keempat adalah Nyi Gadung Melati, dia pemimpin dedemit wanita dengan ratusan pasukannya yang rata-rata berwajah manis serta berseragam busana warna hijau pupus pisang. Tugas pokoknya adalah menjaga kesuburan tanaman gunung.
Eyang Antaboga
Tokoh kelima adalah Eyang Antaboga. Makhluk dari bangsa jin ini mendapat tugas cukup berat karena harus selalu menjaga keseimbangan gunung agar tidak melorot tenggelam ke dasar bumi.
Kyai Petruk
Tokoh keenam Kyai Petruk. Pemuka jin ini bertugas memberi wangsit mengenai waktu meletusnya Merapi, termasuk juga memberi kiat-kiat tertentu kepada penduduk agar terhindar dari ancaman bahaya lahar panas Merapi. Dipundak jin inilah keselamatan penduduk tergantung.
Kyai Sapu Angin
Tokoh ketujuh adalah Kyai Sapu Angin. Tokoh ketujuh ini merupakan pemimpin roh halus yang khusus mengatur arah angin adalah Kyai Sapu Angin.
Kyai Wola-Wali
Tokoh kedelapan adalah Kyai Wola-Wali. Tokoh kedelapan ini adalah pemuka jin kedelapan yang tugasnya menjaga sembari mengatur teras keraton Merapi.
Kartadimejo
Tokoh kesembilan adalah Kartadimejo. Tokoh kesembilan ini bertugas sebagai komandan pasukan makhluk halus sekaligus menjaga ternak serta satwa gunung, termasuk memberi kepastian kepada penduduk tentang kapan tepatnya Merapi meletus. Jin terakhir ini kerap mendatangi penduduk sehingga namanya cukup terkenal di kalangan penduduk Merapi.
Sumber :
Ratu Pantai Selatan [Nyi Roro Kidul & Kanjeng Ratu Kidul]
Di pesisir selatan Yogyakarta, terdapat sekitar 13 obyek pantai yang memiliki pesona wisata, ternyata Pantai Parangtritis yang selalu menempati peringkat teratas dalam angka kunjungan wisata, dibanding pantai-pantai lainnya. Pantai yang Berlokasi sekitar 27 Km dari kota Yogyakarta ini, dapat dicapai melalui desa Kretek atau rute yang lebih panjang, tetapi pemandangannya lebih indah yaitu melalui Imogiri dan desa Siluk.Pantai yang termasuk wilayah Bantul ini merupakan pantai yang landai, dengan bukit berbatu, pesisir dan berpasir putih serta pemandangan bukit kapur di sebelah utara pantai. Di kawasan ini wisatawan dapat berkeliling pantai menggunakan bendi dan kuda yang disewakan dan dikemudikan oleh penduduk setempat. Selain terkenal sebagai tempat rekreasi, parangtritis juga merupakan tempat keramat. Banyak pengunjung yang datang untuk bermeditasi. Pantai ini merupakan salah satu tempat untuk melakukan upacara Labuhan dari Kraton Yogyakarta.
Pada musim kemarau, angin bertiup kencang seperti tak mau kalah dengan deburan ombak yang rata-rata setinggi 2-3 meter. Sering terdengar kabar ada pengunjung pantai selatan hilang terseret gelombang. Anehnya, jenazah pengunjung yang nahas itu, menghilang bagaikan ditelan bumi. Tim SAR rata-rata baru bisa menemukan jenazahnya 2-3 hari kemudian setelah melakukan penyisiran. Biasanya, lokasi penemuan mayat tidak pada area di mana pengunjung tersebut tertelan ombak. Mayat ditemukan ratusan meter, bahkan kadang beberapa kilometer dari lokasi semula.
Di kalangan masyarakat setempat, kejadian misterius semacam itu, semakin menguatkan mitos bahwa penguasa laut yang lazim disebut Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan), suka “melenyapkan” orang yang tidak mengindahkan kaidah alam. Dari sisi ilmiah, kejadian semacam itu makin menguatkan teori bahwa palung laut selatan Jawa memang sarat arus bawah yang terus bergerak. Benda apa saja yang terseret ombak dari bibir pantai, terseret ke bawah dan terdampar pada lokasi berbeda.
Kepercayaan masyarakat setempat tentang legenda Nyi Roro Kidul juga dengan sendirinya melahirkan pesona tersendiri. Hampir setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, para pengunjung maupun nelayan setempat melakukan upacara ritual di pantai tersebut. Acara ritual diwarnai pelarungan sesajen dan kembang warna-warni ke laut. Puncak acara ritual biasanya terjadi pada malam 1 Suro, dan dua-tiga hari setelah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Intinya, nelayan meminta keselamatan dan kemurahan rezeki dari penguasa bumi dan langit
KANJENG RATU KIDUL vs NYI RORO KIDUL
Pada tahun 1999 bulan Agustus di semua Koran nasional yang bertempatan di Jakarta memuat mengenai pemusnahan benda-benda pusaka dari Pengusaha Laut Selatan dan pengusiran terhadap Penguasa Laut Selatan oleh sejumlah pakar yang mengaku memiliki kemampuan dan dan ahli dalam metafisik serta sejumlah pakar ulama serta rohaniwan. Diantar mereka menyebut Penguasa Laut Selatan adalah Nyi Roro Kidul.
Penguasa Laut selatan bukan Nyi Roro Kidul yang selama ini di kenal oleh masyarakat, melainkan bernama Kanjeng Raru Kidul. Dialah yang sebenarnya Penguasa Laut Selatan yang selama ini dimaksud. Status dari Kanjeng Ratu Kidul adalah merupakan Raja/Penguasa di laut selatan, sedangkan Nyi Roro Kidul adalah Patih Nya. Dan selam ini bencana dan mara bahaya adalah ulah dari kenakalan Nyi roro Kidul, tapi selama ini dianggap Penguasa Laut Selatan yang bikin ulah.
Pada masa pemerintahannya, Panembahan Senopati terlibat percintaan dengan Kanjeng Ratu Kidul. Penguasa Laut Selatan itu bersedia membantu segala kesulitan Panembahan Senopati, dan Panembahan diminta untuk menyelenggarakan upacara persembahan sesaji kepada Kanjeng Ratu Kidul di pesisir selatan. Hal ini berdasarkan cerita turun-temurun serta kepercayaan masyarakat setempat.
Upacara Labuhan: Ritual Ujud Terima Kasih Sri Sultan HB X
Kraton Ngayogjakarta Hadiningrat melaksanakan tradisi Labuhan Alit di Pantai Parangkusumo, Kawasan Parangtiris. Menurut kepercayaan Kraton Yogya, tradisi sebagai wujud terima kasih dari Sri Sultan HB X kepada Ratu Kidul, penguasa pantai selatan. Upacara labuhan telah dilaksanakan mulai saat zaman Mataram Islam pada masa pemarintahan Panembahan Senopati.
Prosesi Labuhan Alit diawali di Pendopo Kecamatan Kretek, Bantul yang berjarak sekitar 3 km dari pantai. KRT Sumowijoyo abdi dalem Kraton Kasultanan Yogyakarta sebagai utusan Sri Sultan Sultan HB X menyerahkan uba rampe labuhan kepada perwakilan Kabupaten Bantul. Uba rampe atau barang-barang yang digunakan dalam ritual adalah milik Sri Sultan HB X. Berupa baju, kain, uang, minyak, uang dan potongan rambut Sultan, dimuat dalam jodhang (usungan).
Usai upacara di Kecamatan Kretek, ubo rampe labuhan diangkut menggunakan kendaraan diikuti seluruh rombongan menuju Cepuri, Parangkusomo. Kemudian ubo rampe disemayamkan sejenak di pendopo Parangkusumo, lalu dimuat kembali di atas 3 usungan dari bambu. Setelah itu, ubo rampe dibawa menuju Cepuri diikuti seluruh kerabat dan abdi dalem Kraton Yogya. Cepuri adalah tempat yang dikeramatkan oleh Kraton, dipercaya sebagai tempat pertemuan Sultan dengan Ratu Laut Selatan. Tempat keramat itu berukuran sekitar 15 x 15 m yang dipagari tembok, di tengah terdapat 2 buah batu karang hitam.
Selanjutnya juru kunci Cepuri RP Surakso Tarwono mempimpin ritual doa menghadap 2 batu karang. Sedangkan ubo rampe diletakan di sebelah barat batu itu. Beberapa kerabat dan abdi dalem wanita menaburi batu karang itu dengan bunga. Usai ritual di Cepuri, ubo rampe selanjutnya dibawa menuju tepi pantai. Ratusan pengunjung terlihat diantaranya beberapa wisatawan asing yang ingin mengabadikan ritual tradisional ini telah menanti di pesisir Pantai Parangkusumo.
Di tepi pantai, usungan berisi ubo rampe diserahkan kepada tim SAR Parangtritis yang selanjutnya dibawa ke tengah ombak yang menerjang pantai. Pengunjung pun segera berhamburan menyongsong ombak demi ngalap berkah, mendapatkan benda-benda kagungan dalem (milik Sultan). Untuk menghindari hal-hal yang membahayakan pengunjung, Polis Berkuda menghalau pengunjung bila mencapai batas pantai yang berbahaya.
Pada hari yang sama Kraton Yogya juga menggelar Labuhan Alit di Gunung Merapi, untuk memberi persebahan kepada penguasa gunung itu. Namun, saya tak bisa menceritakan tentang labuhan di tempatnya mbah Marijan ini, karena tidak bisa mengikutinya secara langsung.
Sumber : http://jogjakini.wordpress.com/2007/11/25/ratu-pantai-selatan/
Sudut Pandang Syari'at Islam.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَصِفُونَ
"Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu" [QS. Al An 'aam : 100].
Juga FirmanNya :
بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ
"...Bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu". [QS. Saba' : 41]
Kemudian FirmanNya :
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
"Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan". [QS. Al Jinn : 6]
KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA (NU) KE-5 Di Pekalongan, pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1349 H / 7 September 1930 M. Lihat halaman : 56-57.
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya mengadakan pesta dan perayaan guna memperingati Jin penjaga desa (Mbaureksa: jawa). Untuk mengharapkan kebahagiaan dan keselamatan dan kadang terdapat hal-hal yang mungkar. Perayaan tersebut dinamakan "Sedekah Bumi" yang biasa dikerjakan penduduk desa (kampung), karena telah menjadi adat kebiasaan sejak dahulu kala ?
Jawab:
Adat kebiasaan sedemikian itu H A R A M.
___________________________________________
Dikutip dari buku : "Masalah Keagamaan" hasil Muktamar/Munas Ulama NU ke I s/d XXX (yang terdiri dari 430 masalah) oleh KH. A. Aziz Masyhuri ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah dan Pengasuh Ponpes Al Aziziyyah Denanyar Jombang, Kata Pengantar Menteri Agama Maftuh Basuni.
Sumber : Catatan Alk Akh Anwar Baru Belajar
http://www.facebook.com/note.php?note_id=154826534560530
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.