Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



IMAM ESTAFET DALAM SHALAT BERJAMA'AH ?

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :


JAMAAH SHALAT ESTAFET PADA MAKMUM MASBUK, ADAKAH? 
Oleh : Hartoyo Ahmad Jaiz

Ada sebuah Hadits:
Dari Mughiroh bin Syu'bah, bahwa ia berperang dengan Nabi sallallahu 'alaihi wasallam di Tabuk. Mughiroh berkata: lantas nabi sallallahu 'alaihi wasallam memisahkan/pergi ke arah tempat buang air besar  dengan membawa idawah (idawah dengan kasrah artinya adalah bejana dari kulit yang digunakan untuk menggayung air, An Nihayah fi ghoribil hadits libni atsir )  sebelum shalat fajar (subuh). ketika Rasulullah  sallallahu 'alaihi wasallam kembali, saya gayungkan air ke kedua tangannya dengan idawah tadi kemudian beliau mencuci tangannya tiga kali, kemudian membasuh wajahnya kemudian beliau hendak mengeluarkan jubahnya dari kedua lengan hastanya, namun bagian lengan jubahnya sempit. maka beliau memasukkan tangannya ke dalam jubah hingga kedua hastanya keluar dari bawah jubah. kemudian beliau mencuci kedua hastanya hingga siku, kemudian beliau berwudhu mengusap atas kedua khufnya. kemudian beliau pergi dan saya pun pergi bersama beliau hingga kami menjumpai orang-orang telah menjadikan 'Abdurrahman bin 'Auf sebagai imam yang mengimami mereka. Nabi sallallahu 'alaihi wa sallam mendapati  salah satu rokaat dari dua rakaat (shalat subuh). kemudian beliau shalat bersama orang-orang untuk rakaat yang terakhir. ketika 'Abdurrahman bin 'Auf salam, maka nabi sallallahu 'alaihi wasallam menyempurnakan shalatnya dan manusia sangat terkejut dengan hal ini hingga mereka banyak mengucapkan tasbih. ketika Nabi sallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat, beliau menghadap manusia dan berkata : "Ahsantum "-kalian telah benar-atau "Qod Asobtum" kalian telah benar, yakni beliau senang mereka shalat pada (awal) waktunya.

[Hadits tersebut dikeluarkan oleh Muslim (2/26-27), Abu 'Awanah (2/214-215), Abu Dawud (149), Bayhaqy (1/274 dan 2/295-296), dan Ahmad (4/249 dan 251). menambahkan pada satu riwayat (Mughiroh berkata saya ingin membelakangkan 'Abdurrahman, namun nabi sallallahu 'alaihi wasallam berkata "biarkan ia") ini adalah riwayat Abu 'Awanah (dari Takhrij : Irwaul Ghaliil lisyaikh Al Albani, 2/259)

Dalam riwayat Abu Dawud ditambahkan :
"Manusia banyak bertasbih, 'karena mereka telah mendahului nabi Sallallahu'alaihi wa sallam dalam shalat".
Diriwayatkan pula yang semakna dengan hadits ini dalam Muwatha' imam Malik (hadits 64), dan Ad Darimi (1301)

Pada riwayat Imam Ahmad, Mughiroh menceritakan:
"maka kami shalat sesuai yang kami dapati dan kami qodho'/sempurnakan yang terlewat'

Inilah hadits yang selama ini menjadi salah satu pegangan utama oleh sebagian saudara-saudara kita dari kaum muslimin yang berpendapat adanya jama'ah estafet dalam shalat berjamaah yakni mengangkat imam baru pada kumpulan jam'ah makmum yang masbuq pada shalat berjamaah. Keadaannya adalah bila imam selesai shalat dengan ditandai dengan salam, maka jama'ah makmum masbuq sebagian dari mereka mundur dan menobatkan salah satunya menjadi imam dan meneruskan estafet shalat berjama'ah. Ketika ditanya hujahnya, kira-kira dalil inilah yang mereka pakai.

Dari melihat redaksi hadits di atas pada bagian manakah yang bersinggungan dengan pembahasan ini ? tentu saja pada bagian:
'kemudian beliau shalat bersama manusia untuk rakaat yang terakhir' dan yang berada dalam riwayat Imam Ahmad:
'maka kami shalat sesuai yang kami dapati dan kami qodho'/sempurnakan yang terlewat'

Sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam masa hidupnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah diimami oleh orang lain dalam shalat kecuali kepada dua orang, As Siddiq Abu Bakar dan 'Aburrahman Bin 'Auf  radliallahu 'anhuma. Nabi diimami oleh Abu Bakar ketika beliau harus terlambat karena sedang ada perlu yakni menuju ke bani 'Amr bin 'Auf untuk melakukan islah (perdamaian antara mereka), walaupun akhirnya Assiddiq tetap mundur bergabung bersama jama'ah agar Al Musthofa sallallahu'alaihi wasallam maju dan mengimami kaum muslimin (Al Bukhari 1/177, Muslim 2/25 dll). 
Sedangkan yang kedua adalah 'Abdurrahman bin 'Auf  Radlillahu 'anhu ketika dalam perang Tabuk sebagaimana ditunjukkan oleh hadits di atas. Oleh sebab itu, syariat yang menunjukkan beliau sallallahu 'alaihi wasallam menjadi makmum dengan sepenuhnya adalah ketika beliau diimami oleh 'Abdurrahman bin 'Auf Radlillahu ta'ala 'anhu .

Mereka berdalil dengan redaksi hadits:
'kemudian beliau shalat bersama manusia untuk rakaat yang terakhir'

Dengan mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat dilalah bahwa nabi shalat bersama jamaah masbuq yang lain secara berjamaah lagi, yang berarti di dalamnya ada imam baru dan ada makmum baru, maka ini berlaku juga kepada jamaah-jamaah makmum masbuq yang lain, yang sudah semestinya sebagian dari mereka ada yang berinisiatif untuk menjadi imam baru dan demikian pula sebagian dari mereka harus berinisatif untuk menjadi makmum baru. Imma dengan cara sang calon imam baru maju ke depan, dan imma makmum yang mundur ke belakang.

Pembahasan:
1. Pada hadits tersebut, hadits 'Abdurrahman bin 'Auf, hakikatnya tidak ada keterangan sama sekali bahwa Nabi Sallallahu'alaihi wa sallam menjadi imam baru bagi jama'ah masbuq yang lain. Dalam makmum masbuq tersebut jelas minimal ada sahabat Al Mughiroh bin Syu'bah Radlillahu 'anhu yang datang bersama nabi Sallallahu'alaihi wa sallam, namun ia tidak menceritakan bahwa Nabi Sallallahu'alaihi wa sallam maju ke depan, atau Al Mughiroh mundur ke belakang bersama jamaah yang lain, atau isyarat dari Nabi agar sebagian dari mereka mundur, atau atau yang lainnya...
yang ada hanya:

'kemudian beliau shalat bersama manusia untuk rakaat yang terakhir' (dalam riwayat Muslim dan lain-lain)
'maka kami shalat sesuai yang kami dapati dan kami qodho'/sempurnakan yang terlewat' (cerita Mughiroh bin Syu'bah dalam riwayat Ahmad)

Dan Hakikatnya, Al Haditsu Hujjatun 'Alaihim Wa Laysa Lahum, hadits ini adalah hujah atas mereka, bukan hujah milik mereka.
Ketiadaan penceritaan dari Al Mugiroh bin Syu'bah tentang praktik khusus yang dilakukan oleh Nabi Sallallahu'alaihi wa sallam dengannya dan jamaah masbuq yang lain menunjukkan bahwa beliau Sallallahu'alaihi wa sallam shalat dengan  jamaah yang lain dengan menyempurnakan secara sendiri-sendiri sebagaimana kita dapatkan pemandangan umum ini pada makmum masbuq di masjid-masjid.

Apabila beliau melakukan hal demikian yakni menjadi imam baru dan membentuk jamaah baru ,niscaya,hal ini tidak akan terluput dari penceritaan/periwayatan mereka, karena hal ini sangatlah penting untuk diketahui oleh umat sekalian sebagai contoh atau sunnah ketika menjadi makmum masbuq. Dan para sahabat adalah sebaik-baik penukil dari seluruh sunnah nabi Sallallahu'alaihi wa sallam baik adabnya, tertawanya, makannya, minumnya, cara duduknya, cara tidurnya, terlebih dalam masalah ibadah !

Beberapa contoh berikut bisa menjadi pembanding :
Ketika Abu Bakar menjadi imam dan nabi Sallallahu'alaihi wa sallam datang sebagai makmum masbuq diceritakan:
Ketika beliau Sallallahu'alaihi wa sallam telah berdiri di shaf, manusia bertepuk tangan, Abu Bakar tidak berpaling /menengok dalam shalatnya. Dan ketika manusia semakin banyak yang bertepuk tangan maka Abu Bakar menengok dan ia melihat Rasulullah Sallallahu'alaihi wa sallam dan Nabi Sallallahu'alaihi wa sallam berisyarat kepadanya untuk tetap berada di tempatnya, kemudian Abu Bakar mengangkat tangannya dan bertahmid[1] atas apa yang diperintahkan oleh Nabi Sallallahu'alaihi wa sallam, kemudia ia mundur ke belakang hingga ke shaf dan rasulullah Sallallahu'alaihi wa sallam maju ke depan kemudian shalat. Ketika selesai, beliau berkata kepada Abu Bakar, Wahai Abu Bakar apa yang mencegahmu untuk tetap ditempatmu ketika saya memerintahkan kepadamu ?, Abu bakar menjawab:
Tidak patut bagi anak Abu Quhafah (Abu Bakar) untuk shalat berada di depan Rasulullah Sallallahu'alaihi wa sallam . kemudian beliau menjelaskan kepada mausia bahwa bertepuk tangannya[2] adalah haknya wanita, sementara tasbih adalah bagi laki-laki.
telah berlalu takhrijnya.

Perhatikanlah..
Gerakan demi gerakan Nabi Sallallahu'alaihi wa sallam dan Abu Bakar diceritakan dengan demikian detail oleh Rawi hadits (Sahl bin Sa'ad As Sa'idy) sehingga bisa memberikan gambaran yang sangat jelas bagaimana yang nabi lakukan ketika menjadi makmum, ketika Abu Bakar mengangkat tangannya, menengoknya ia, mundurnya ia, majunya nabi Sallallahu'alaihi wa sallam sehingga menjadi Imam baru dan seterusnya. Inilah keutamaan sahabat Radlillahu 'anhum ajma'in, mereka demikian semangat untuk memberikan penjelasan kepada ummat selanjutnya tentang sunnah nabi mereka agar bisa dijadikan contoh yang sejelas-jelasnya dalam berittiba' kepada beliau Sallallahu'alaihi wa sallam baik dalam masalah ibadah, muamalah, adab dan lain-lain.
Lalu apa yang mencegah Mughiroh Bin Syu'bah untuk menceritakan peristiwa nabi Sallallahu'alaihi wa sallam menjadi imam baru baginya dan jamaah yang lain ketika masbuq oleh jemaah shalat yang diimami oleh 'Abdurrahman Bin 'Auf Radlillahu 'anhu jika ADA??!. Karena sekali lagi ini adalah perkara yang sangat penting untuk dijelaskan.

Padahal Mughiroh bin Syu'bah sebelumnya juga menceritakan proses demi proses yang dilakukan oleh nabi Sallallahu'alaihi wa sallam mulai dari ke ghoit (tempat buang hajat), ketika berwudhu, ketika lengan jubahnya sempit, ketika mengeluarkan kedua hastanya dari jubahnya dan seterusnya.

Dalam perkara yang lebih rinci dari itu, perhatikan ihtimam sahabat dalam menjelaskan praktik fiqih nabi Sallallahu'alaihi wa sallam sebagai berikut:

Sahabat ditanya :
Apakah Rasulullah Sallallahu'alaihi wa sallam membaca surat di shalat Dzuhur dan 'Ashar ? kemudian dijawab: ya, kemudian kami berkata: dari mana kalian mengetahui hal tersebut ? dijawab: dari gerakan jenggotnya.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan disahihkan oleh Syeikh Al Al bani dalam Shahih Sunan Abi Daud.

Hadits Abi bakrah yang masbuq dalam shalat:
Ia menceritakan bahwa ia masuk ke dalam masjid  sementara nabi Sallallahu'alaihi wa sallam sedang ruku' maka saya ruku' di belakang shaf dan Nabi Sallallahu'alaihi wa sallam berkata setelahnya: Semoga Allah memberimu semangat dan La ta'ud[3] (janganlah kau ulangi). (HR Al Bukhari 741, An Nasa'i 861, Abu Dawud dan Ahmad)

Hadits Abu Bakrah ini menceritakan dirinya ketika ia menjadi makmum masbuq. Hadits ini mengandung faidah tentang kesalahan dirinya ketika berjalan menuju ke saf sesuai dengan perselisihan ulama tentang bagian mana yang salah. Kesalahan pada dirinya tidak mencegah dirinya untuk meriwayatkan hadits ini, bahkan ia sampaikan dijadikan pelajaran bagi ummat setelahnya agar tidak diulangi, Fa Jazahullah Ahsanal Jaza' wa radlilallahu 'anhu... semoga Allah memberikan sebaik-baik balasan dan ridha kepadanya.

Sehingga semakin jelaslah ketidaklogisan bila Al Mughiroh bin Syu'bah tidak menceritakan apa yang selanjutnya dilakukan nabi Sallallahu'alaihi wa sallam ketika melanjutkan shalat setelah 'Abdurrahman bin 'Auf salam bila memang benar-benar ada praktik khusus.

Maka sekali lagi, ini adalah dalil bagi kami, bahwa para makmum masbuq tidak perlu membuat jamaah baru dalam shalat secara estafet, dan telah mencukupi bagi mereka keberadaan imam pertama mereka bahwa mereka mendapatkan pahala shalat berjamaah.

Menguatkan hal ini adalah tidak ada ulama yang beristinbat dengan hadits pertama di atas tentang adanya jamaah estafet dalam shalat. Hal ini bisa dicek di kitab-kitab syarah hadits seperti syarah Muslim imam An Nawawi, Aunul Ma'bud, atau kitab-kitab takhrij hadits seperti irwa'ul Gholil Syeikh Al Bani dll. Maka sungguh aneh bila hal ini terluput dari mereka semua, sementara sebagian dari saudara-saudara kita bisa beristinbat seperti itu dari hadits tersebut.

2. Bagi makmum yang masbuq, bila mendapatkan satu rakaat maka ia telah mendapatkan shalat demikian pula pahalanya (berjamaah). berdasarkan hadits :

"Barang siapa yang mendapatkan ruku' dari shalat maka dia telah mendapatkan shalat". [Riwayat musim].

maka hakikatnya, mereka para makmum masbuq tidak perlu melakukan hal ini.

3. Bila dibenarkan demikian, maka bagaimanakah kaidah yang dipegang dalam pengangkatan imam, demikian juga dalam pengaturan shaf? sebab, praktik yang mereka lakukan selama ini pun banyak sekali yang salah. misal, saat makmumnya berjumlah 2 maka salah satunya mundur padahal yang benar adalah dua orang yang shalat berjamaah, posisinya sejajar (lihat bab khusus di shahih Al Bukhari, bila makmum hanya satu maka ia berdiri sejajar dengan imam). kemudian kesalahan lainnya adalah bila makmumnya hanya satu dan yang lebih dahulu mendapati shalat (makmum yang masbuqnya lebih sedikit) berada di sebelah kanan, maka jika demikian makmum yang kedua berada di sebelah kiri dan ini adalah menyelisihi sunnah Nabi, di mana makmum bila cuma satu maka berada di sebelah kanan (dalilnya sama dengan di atas, yakni bab khusus di shahih Al Bukhari, bila makmum hanya satu maka ia berdiri sejajar dengan imam). Demikian juga bila makmumnya lebih dari satu atau dua, apakah semua makmumnya mundur ke belakang dan membuat formasi di tengah-tengah belakang imam pas ? wah jadi lucu. Kemudian, sangat dimungkinkan bahwa makmum akan bertambah-tambah rukun yang ia lakukan. misalnya : si makmum yang diangkat menjadi imam baru berada di rakaat 1 setelah imam yang pertama (utama) selesai, kemudian makmum yang kedua belum dapat satu rakaat pun, tapi ia mendapati sujud bersama dengan imam yang pertama misalkan, maka selanjutnya setelah imam yang utama salam makmum yang pertama rakaatnya adalah rakaat kedua dan makmum yang kedua adalah rakaat pertama. Tapi gara-gara ia mengikuti si makmum yang pertama maka ia menjadikan rakaat pertamanya seperti rakaat kedua dimana ia melakukan tasyahud awal juga. ini adalah sekedar contoh dari kekacauan-kekacauan yang ditimbulkan karena adanya jamaah estafet. masih ada kekacauan-kekacauan lainnya saya kira yang timbul yang saya khawatirkan ini menyebabkan shalat pelakunya menjadi tidak sah (misal karena penambahan rukun yang tidak pada tempatnya)

4. Tidak ada periwayatan dari sahabat, tabi'in atau tab'iuttabi'in yang berpendapat seperti ini demikian juga para ulama.

Law Kaana Khairan La sabaquuna ilaih....
Jika itu adalah sunnah kebaikan , niscaya mereka akan mendahului kita untuk melakukan hal tersebut...

Wallahu a'lam
Sumber : http://groups.yahoo.com/group/assunnah/message/34667
________________________________________
BOLEHKAH MENJADI MAKMUM DI BELAKANG MAKMUM MASBUK?

Oleh : Muhammad Abduh Tuasikal

Seringkali kita menyaksikan hal ini di masjid-masjid. Ketika imam selesai salam, ada jama’ah yang telat, lantas ia bermakmum di belakang makmum masbuk (yang sudah shalat dengan imam pertama). Bolehkah bermakmum semacam ini? Mari kita lihat penjelasan dari ulama besar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni yang digelari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya,

عَنْ رَجُلٍ أَدْرَكَ مَعَ الْجَمَاعَةِ رَكْعَةً فَلَمَّا سَلَّمَ الْإِمَامُ قَامَ لِيُتِمَّ صَلَاتَهُ فَجَاءَ آخَرُ فَصَلَّى مَعَهُ فَهَلْ يَجُوزُ الِاقْتِدَاءُ بِهَذَا الْمَأْمُومِ؟

“Ada seseorang yang mendapati jama’ah tinggal satu raka’at. Ketika imam salam, ia pun berdiri dan menyempurnakan kekurangan raka’atnya. Ketika itu, datang jama’ah lainnya dan shalat bersamanya (menjadi makmum dengannya). Apakah mengikuti makmum yang masbuk semacam ini dibolehkan?”

Jawaban beliau rahimahullah,
Mengenai shalat orang yang pertama tadi ada dua pendapat di madzhab Imam Ahmad dan selainnya. Akan tetapi pendapat yang benar, perbuatan semacam ini dibolehkan. Inilah yang menjadi pendapat kebanyakan ulama. Hal tadi dibolehkan dengan syarat orang yang diikuti merubah niatnya menjadi imam dan yang mengikutinya berniat sebagai makmum.

Namun jika orang yang mengikuti (yang telat datangnya tadi) berniat untuk mengikuti orang yang sudah shalat bersama imam sebelumnya (makmum masbuk), sedangkan yang diikuti tersebut tidak berniat menjadi imam, maka di sini ada dua pendapat mengenai kesahan shalatnya:

Pendapat pertama: Shalatnya sah sebagaimana pendapat Imam Asy Syafi’i, Imam Malik dan selainnya. Pendapat ini juga adalah salah salah pendapat dari Imam Ahmad.

Pendapat kedua: Shalatnya tidak sah. Inilah pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad. Alasan dari pendapat kedua ini, orang yang menjadi makmum pertama kali untuk imam pertama (makmum masbuk), setelah imam salam, maka ia statusnya shalat munfarid (sendirian).

Lalu mengenai makmum masbuk tadi yang menyelesaikan shalatnya, semula ia shalat munfarid, ia boleh merubah niat menjadi imam bagi yang lain sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjadi imam bagi Ibnu ‘Abbas tatkala sebelumnya beliau niat shalat munfarid. Seperti ini dibolehkan dalam shalat sunnah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas tersebut. Hal ini pun menjadi pendapat Imam Ahmad dan ulama lainnya.  Namun disebutkan dalam madzhab Imam Ahmad suatu pendapat yang menyatakan bahwa seperti ini dalam shalat sunnah tidak dibolehkan. Sedangkan mengikuti shalat makmumm masbuk dalam shalat fardhu, maka di sini terdapat perselisihan yang masyhur di kalangan para ulama. Akan tetapi, yang benar adalah bolehnya hal ini dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah karena yang diikuti menjadi imam dan itu lebih banyak daripada kedaannya shalat munfarid. Oleh karena itu, mengalihkan dari shalat sendirian menjadi imam, itu tidaklah terlarang sama sekali. Berbeda halnya dengan pendapat pertama tadi (yang menyatakan tidak bolehnya). Wallahu a’lam.

Demikian sajian singkat ini dari Majmu’ Al Fatawa (22/257-258).  Semoga bermanfaat.

 Artikel www.rumaysho.com
Panggang-GK, 22 Jumadits Tsani 1431 H (04/06/2010)

Artikel terkait dengan masalah ini, dapat di lihat pada artikel dengan judul :
BOLEHKAH BERMAKMUM KEPADA MASBUQ ?


Sumber : http://www.rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3071-bolehkah-menjadi-makmum-di-belakang-makmum-masbuk.html


Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.