Bismillah, 
Makanpun dapat bernilai ibadah jika mengikuti petunjuk rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam...
Islam sungguh indah. Sampai-sampai ketika makanan tersajikan dan hendak disantap, Islam memiliki aturan di dalamnya. Ini semua dilakukan agar ada keberkahan ketika makan. Di antara adab sederhana yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika makan adalah membaca “bismillah”. Berikut penjelasan selengkapnya.
Hadits yang Membicarakan tentang Membaca “Bismillah”
Islam sungguh indah. Sampai-sampai ketika makanan tersajikan dan hendak disantap, Islam memiliki aturan di dalamnya. Ini semua dilakukan agar ada keberkahan ketika makan. Di antara adab sederhana yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika makan adalah membaca “bismillah”. Berikut penjelasan selengkapnya.
Hadits yang Membicarakan tentang Membaca “Bismillah”
Hadits pertama
Dari  ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di  bawah asuhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tanganku  bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi  wa sallam bersabda,
« يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ » . فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ
"Wahai  Ghulam, bacalah “bismilillah”, makanlah dengan tangan kananmu dan  makanlah makanan yang ada di hadapanmu." Maka seperti itulah gaya  makanku setelah itu. (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)
An  Nawawi rahimahullah membawakan hadits di atas dalam kitabnya Al Adzkar  pada Bab “Tasmiyah ketika makan dan minum”.[1] Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i  rahimahullah mengatakan ketika menjelaskan perkataan An Nawawi,  “Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Syarh Al ‘Ubab pada bab  rukun-rukun shalat, jika disebut tasmiyah, maka yang dimaksud adalah  ucapan “bismillah”. Sedangkan jika disebut basmalah, maka yang dimaksud  adalah ucapan “bismillahir rohmaanir rohiim”.[2]
Hadits kedua
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا  أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ  أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ  اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
"Apabila salah seorang di antara  kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa  untuk menyebut nama Allah Ta'ala di awal, hendaklah ia mengucapkan:  “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan  akhirnya)”." (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858. At  Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani  mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Hadits ketiga
Dari  Hudzaifah, ia berkata, "Jika kami bersama Rasulullah shallallahu  'alaihi wa sallam menghadiri jamuan makanan, maka tidak ada seorang pun  di antara kami yang meletakkan tangannya hingga Rasulullah shallallahu  'alaihi wa sallam memulainya. Dan kami pernah bersama beliau menghadiri  jamuan makan, lalu seorang Arab badui datang yang seolah-oleh ia  terdorong, lalu ia meletakkan tangannya pada makanan, namun Rasulullah  shallallahu 'alaihi wasallam memegang tangannya. Kemudian seorang budak  wanita datang sepertinya ia terdorong hendak meletakkan tangannya pada  makanan, namun beliau memegang tangannya dan berkata,
إِنَّ  الشَّيْطَانَ لَيَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ الَّذِى لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ  اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ جَاءَ بِهَذَا الأَعْرَابِىِّ يَسْتَحِلُّ بِهِ  فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ وَجَاءَ بِهَذِهِ الْجَارِيَةِ يَسْتَحِلُّ بِهَا  فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّ يَدَهُ لَفِى  يَدِى مَعَ أَيْدِيهِمَا
"Sungguh, setan menghalalkan makanan yang  tidak disebutkan nama Allah padanya. Setan datang bersama orang badui  ini, dengannya setan ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku  pegang tangannya. Dan setan tersebut juga datang bersama budak wanita  ini, dengannya ia ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang  tangannya. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya tangan  setan tersebut ada di tanganku bersama tangan mereka berdua." (HR. Abu  Daud no. 3766. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Hadits keempat
Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,
يَا  رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ  تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ  وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ »
"Wahai  Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?" Beliau  bersabda: "Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri." Mereka menjawab,  "Ya." Beliau bersabda: "Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan  sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya." (HR. Abu  Daud no. 3764. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)
Hadits kelima
وعن رجل خدم النبي صلى الله عليه وسلم : أنه كان يسمع النبي صلى الله عليه وسلم إذا قرب إليه طعاما يقول : بسم الله
Dari  seseorang yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia  berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika  makanan mendekatinya, beliau mengucapkan “bismillah”. (Disebutkan oleh  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Kalimuth Thoyyib no. 190. Syaikh  Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Jika kita  melihat dari hadits-hadits yang ada, membaca “bismillah” ketika hendak  makan diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga  menjadi kebiasaan beliau. Maka sudah sepatutnya umat Islam yang selalu  ingin meneladani beliau, mengikutinya dalam hal ini.
Apakah Cukup dengan Ucapan “Bismillah”?
Ibnu  Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan  tasmiyah ketika makan adalah bacaan “bismillah”, ini disebut di awal  ketika makan. Dalil yang paling tegas  tentang maksud  bacaan tasmiyah  adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari jalan  Ummu Kultsum dari ‘Aisyah, marfu’ (sebagai sabda Nabi shallallahu  ‘alaihi wa sallam),
إِذَا أَكَلَ أَحَدكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ  بِسْمِ اللَّه ، فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّله فَلْيَقُلْ : بِسْمِ اللَّه فِي  أَوَّله وَآخِره
“Apabila salah seorang di antara kalian makan,  maka hendaknya ia ucapkan “Bismillah”. Jika ia lupa untuk menyebutnya,  hendaklah ia mengucapkan: Bismillaahi fii awwalihu wa aakhirihu (dengan  nama Allah pada awal dan akhirnya)”. Hadits ini memiliki penguat dari  hadits Umayyah bin Makhsyi yang dikeluarkan oleh Abu Dau dan An Nasai.  [3]
Dalam Al Adzkar, An Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Suatu  hal yang patut diperhatikan, bagaimanakah ucapan tasmiyah yang dimaksud  dan apa kadar tasmiyah yang mencukupi. Ketahuilah bahwa yang lebih  afdhol, hendaklah mengucapkan “bismillahir rohmanir rohiim”. Jika hanya  mengucapkan “bismillah”, maka itu juga sudah mencukupi dan sudah  dianggap menjalankan sunnah. Bacaan ini boleh diucapkan oleh orang yang  junub, wanita haidh dan lainnya.”[4]
Namun pernyataan An Nawawi  rahimahullah di atas yang menyatakan lebih afdhol dengan “bismillahir  rohmanir rohiim” dikritik oleh Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah.  Beliau mengatakan, “Aku tidak mengetahui dalil khusus yang menyatakan  hal tersebut lebih afdhol.”[5]
Ibnu Hajar juga mengkritisi  pernyataan Al Ghozali rahimahumallah. Ibnu Hajar mengatakan, “Adapun  yang dikatakan oleh Al Ghozali ketika menjelaskan adab makan dalam Al  Ihya, di mana ia katakan bahwa pada suapan pertama, ucapkanlah  “bismillah”. Maka ini sungguh baik. Disunnahkan ketika suapan pertama  tadi untuk mengucapkan “bismillah”. Sedangkan pada suapan kedua,  hendaklah mengucapkan “bismillahir rohman”. Pada suapan ketiga,  ucapkanlah “bismillahir rohmanir rohiim”. Sunnah yang dikatakan oleh Al  Ghozali ini, aku menganggap tidak ada dalilnya.”[6]
Syaikh Al  Albani rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits disebutkan ketika makan  hendaklah ucapkan “bismillah”, tanpa adanya tambahan. Setiap hadits yang  shahih yang disebutkan dalam bab kelima tidak disebutkan ucapan  tambahan (selain “bismillah”). Tambahan yang ada sama sekali tidak  disebutkan dalam hadits.”[7]
Al Fakihaani rahimahullah  mengatakan, “Tidak perlu mengucapkan ar rohman ar rohiim. Namun jika  terlanjur menyebutnya, maka tidak kena dosa apa-apa.”[8]
Kesimpulan:  Jika kita perhatikan dari dalil-dalil yang ada (di antaranya hadits  ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas), ucapan yang tepat sebelum makan  cukup dengan “bismillah”, tanpa “bismillahir rohmanir rohiim”.
Ketika Lupa Mengucapkan “Bismillah”
Sebagaimana  disebutkan dalam hadits ‘Aisyah di atas, "Apabila salah seorang di  antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta'ala. Jika  ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta'ala di awal, hendaklah ia  mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada  awal dan akhirnya)”."
Dari hadits ini, diperintahkan ketika  seseorang lupa membaca “bismillah” di awal, hendaklah ia membaca  “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu”.
Dalam Al Adzkar, An Nawawi  rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang meninggalkan membaca  “bismillah” di awal karena sengaja, lupa,dipaksa, tidak mampu  mengucapkannya karena suatu alasan, lalu ia mampu mengucapkann di  tengah-tengah ia makan, maka ia dianjurkan mengucapkan “Bismillaahi  awwalahu wa aakhirohu”, sebagaimana terdapat dalam hadits yang telah  disebutkan”.[9]
Hukum Membaca “Bismillah” Ketika Makan
An  Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama sepakat (berijma’) bahwa  disunnahkan membaca “bismillah” di awal ketika hendak makan.”[10]
Namun ijma’ (kata sepakat) yang diklaim oleh An Nawawi rahimahullah menuai kritikan dari Ibnu Hajar rahimahullah.
Ibnu  Hajar rahimahullah dalam Al Fath mengatakan, “Penukilan ijma’ (sepakat  ulama) yang diklaim oleh An Nawawi bahwa disunnahkan membaca “bismillah”  di awal makan adalah klaim yang kurang tepat. Karena jika itu hanya  perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semata, maka ada  kemungkinan dihukumi sunnah. Namun ulama lain menyatakan bahwa hukum  membaca “bismillah” adalah wajib. Alasannya, hal ini adalah konsekuensi  dari pendapat yang menyatakan bahwa makan dengan tangan kanan adalah  wajib. Jika demikian, maka membaca “bismillah” itu wajib karena  sama-sama menggunakan kata perintah dan disebutkan dalam satu  kalimat.”[11]
Yang dimaksud oleh Ibnu Hajar bahwa makan dengan tangan kanan itu wajib adalah hadits berikut ini,
إِذَا  أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ  بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ  بِشِمَالِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian makan, maka  hendaknya dia makan dengan tangan kanannya. Jika minum, maka hendaknya  juga minum dengan tangan kanannya, karena setan makan dengan tangan  kirinya dan minum dengan tangan kirinya pula” (HR. Muslim no. 2020).  Makan dengan tangan kanan di sini dihukumi wajib. Walaupun perkara  tersebut bukan perkara non ibadah (perkara adab[12]), namun ada indikasi  dalam hadits tersebut bahwa makan atau minum dengan tangan kiri adalah  cara setan ketika makan. Sedangkan kita sendiri dilarang mengikuti jejak  setan karena dia adalah musuh kita. Jika itu musuh, maka tidak boleh  dijadikan teladan.[13]
Jika jelas bahwa makan dengan tangan kanan  itu wajib, maka begitu pula mengucapkan “bismillah”. Karena perintah  membaca bismillah ini berada satu konteks dengan makan melalui tangan  kanan, sebagaimana haditsnya: “Wahai Ghulam, bacalah Bismilillah,  makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di  hadapanmu”.
Intinya, membaca “bismillah” janganlah sampai  ditinggalkan di awal makan. Jika melupakannya hendaklah mengucapkan  “bismillah awwalahu wa akhirohu”.
Kritik : Mengenai Do’a Makan “Allahumma baarik lanaa ...”
Sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
روينا  في كتاب ابن السني عن عبد اللّه بن عمرو بن العاص رضي اللّه عنهما عن  النبيّ صلى اللّه عليه وسلم أنه كان يقول في الطعام إذا قُرِّبَ إليه : "  اللَّهُمَّ بارِكْ لَنا فِيما رَزَقْتَنا وَقِنا عَذَابَ النَّارِ باسم  اللَّهِ "
Telah diriwayatkan dalam kitab Ibnus Sunni dari  ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ketika makanan didekatkan kepadanya,  beliau biasa mengucapkan “Allahumma baarik lanaa fii maa rozaqtanaa wa  qinaa ‘adzaaban naar, bismillah”.
Do’a di atas yang biasa kita  dengar dipraktekkan oleh kaum muslimin di sekitar kita. Namun apakah  benar hadits di atas bisa diamalkan? Padahal jika kita lihat dari  hadits-hadits yang ada, cuma dinyatakan ucapkanlah “bismillah”. Artinya,  yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam cukup sederhana.
Berikut penjelasan mengenai derajat hadits di atas:
Ibnu  Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa di dalam riwayat tersebut terdapat  Muhammad bin Abi Az Zu’ayzi’ah, dan Bukhari mengatakan bahwa ia adalah  munkarul hadits.[14]
Adz Dzahabi mengatakan bahwa di dalam  riwayat tersebut terdapat Muhammad bin Abi Az Zu’ayzi’ah, dan Abu Hatim  mengatakan bahwa ia adalah munkarul hadits jiddan. Begitu pula hal ini  dikatakan oleh Imam Al Bukhari.[15]
‘Ishomuddin Ash Shobabthi  menjelaskan dalam takhrij Al Adzkar, “Hadits tersebut dikeluarkan oleh  Ibnu As Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (459) dan sanadnya dho’if.  Di dalamnya terdapat ‘Isa bin Al Qosim ibnu Sami’. Dia adalah perowi  yang shoduq akan tetapi sering membuat kesalahan dan sering melakukan  tadlis serta ia dituduh berpaham qodariyah. Juga diriwayatkan dari  Muhammad bin Abi Az Zu’ayzi’ah. Ibnu Hibban mengatakan bahwa Muhammad  bin Abi Az Zu’ayzi’ah adalah dajjal (pendusta besar).”[16]
Kesimpulan :  Dari penjelasan keadaan perowi di atas, kita dapat simpulkan bahwa  hadits di atas adalah hadits yang dho’if, sehingga tidak bisa diamalkan.  Oleh karena itu, hendaklah kita cukupkan dengan bacaan yang diajarkan  oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum makan yaitu bacaan  “bismillah”.
Do’a Ketika Minum Susu
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ  أَطْعَمَهُ اللَّهُ الطَّعَامَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ  وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ. وَمَنْ سَقَاهُ اللَّهُ لَبَنًا فَلْيَقُلِ  اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَزِدْنَا مِنْهُ
"Barang siapa  yang Allah beri makan hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa  fiihi wa ath'imnaa khoiron minhu” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan  berilah kami makan yang lebih baik darinya). Barang siapa yang Allah  beri minum susu maka hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa fiihi  wa zidnaa minhu” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan tambahkanlah  darinya). Rasulullah shallallahu wa 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak  ada sesuatu yang bisa menggantikan makan dan minum selain susu." (HR.  Tirmidzi no. 3455, Abu Daud no. 3730, Ibnu Majah no. 3322. At Tirmidzi  dan Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Membaca “Bismillah” Ketika Minum
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كان يشرب في ثلاثة أنفاس إذا أدنى الإناء إلى فيه سمى الله تعالى وإذا أخره حمد الله تعالى يفعل ذلك ثلاث مرات
“Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa minum dengan tiga nafas. Jika wadah  minuman didekati ke mulut beliau, beliau menyebut nama Allah Ta’ala.  Jika selesai satu nafas, beliau bertahmid (memuji) Allah Ta’ala. Beliau  lakukan seperti ini tiga kali.” (Shahih, As Silsilah Ash Shohihah no.  1277)
Maksud hadits di atas adalah ketika minum hendaklah dengan  tiga kali nafas. Pada nafas pertama, sebelum minum ucapkanlah  “bismillah”. Selesai satu nafas, ucapkanlah “alhamdulillah”. Nafas kedua  dan ketiga pun dilakukan seperti itu. Inilah yang disunnahkan ketika  minum.
Do’a Sesudah Makan
Di antara do’a yang shahih yang  dapat diamalkan dan memiliki keutamaan luar biasa adalah do’a yang  diajarkan dalam hadits berikut.
Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ  أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا  وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا  تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barang siapa yang makan makanan kemudian  mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath'amanii haadzaa wa rozaqoniihi  min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang  telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta  kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Tirmidzi  no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib.  Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Namun jika  mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga dibolehkan  berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ  الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ  عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah Ta'ala sangat suka kepada  hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan  minum” (HR. Muslim no. 2734) An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika  seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah” saja, maka itu sudah  dikatakan menjalankan sunnah.”[17]
Adab Makan dalam Pembahasan Ini
Dari penjelasan di atas ada beberapa adab ketika makan yang bisa kita simpulkan:
- Sebelum makan, ucapkanlah “bismillah”. Setan akan menghalalkan makanan yang tidak dibacakan “bismillah” ketika makan.
- Wajibnya makan dengan tangan kanan.
- Makan secara berjama’ah (bersama-sama dalam satu nampan) akan lebih barokah.
- Makanlah apa yang ada di hadapan kita, jangan merebut apa yang di hadapan orang lain.
- Ketika  minum hendaknya dengan tiga kali nafas. Setiap kali minum, ucapkanlah  “bismillah”. Selesai satu nafas, ucapkanlah “alhamdulillah”. Cara ini  diulang sampai tiga kali.
- Jika lupa mengucapkan bismillah di awal, ucapkanlah “bismillahi awwalahu wa akhirohu” ketika ingat.
- Do’a ketika mendapat berkah makan: Allaahumma baarik lanaa fiihi wa ath'imnaa khoiron minhu.
- Do’a ketika minum susu: Allaahumma baarik lanaa fiihi wa zidnaa minhu.
- Setelah  makan ucapkanlah “Alhamdulillaahilladzii ath'amanii haadzaa wa  razaqaniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin”, atau cukup dengan  “alhamdulillah”.
_________
FooteNote :
[1] Al Adzkar, Yahya bin Syarf An Nawawi, hal. 217, Darul Hadits Al Qohiroh, cetakan 1424 H.
[2] Al Futuhaat Ar Robbaniyah ‘ala Adzkar An Nawawiyah, Ibnu ‘Allan, 5/120, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah,cetakan pertama, 1424 H.
[3] Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 9/521, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379.
[4] Al Adzkar, hal. 219.
[5] Fathul Bari, 9/521.
[6] Idem.
[7] As Silsilah Ash Shohiha no. 71.
[8] Al Futuhaat Ar Robbaniyah, 5/128-129.
[9] Al Adzkar, hal. 219.
[10] Al Adzkar, hal. 219.
[11] Fathul Bari, 9/522.
[12] Sebagian ulama memiliki kaedah: Perintah dalam masalah ibadah dihukumi wajib kecuali jika ada indikasi yang menunjukkan bahwa perintah tersebut sunnah. Sedangkan perintah dalam masalah non ibadah (adab dan akhlaq) dihukumi sunnah kecuali jika ada indikasi yang menunjukkan bahwa perintah tersebut wajib.
[13] Lihat Manzhumah Ushul Fiqh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, hal. 122, Dar Ibnul Jauzi, cetakan kedua, 1430 H.
[14] Lisanul Mizan, 7/136, dorar.net.
[15] Mizanul I’tidal, 3/549, dorar.net.
[16] Lihat catatan kaki kitab Al Adzkar, hal. 217.
[17] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/51, Dar Ihya’ At Turots, cetakan ketiga, 1392.
Sumber : http://www.pengusahamuslim.com/baca/artikel/895/yu
 
 
 
 

 
















 

 
 
 Posts
Posts
 
 
 
 
 












 











Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.