Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



MEMPERINDAH MASJID DAN BERMEGAH-MEGAHAN DENGANNYA

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :



Oleh : Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil

MUKADIMAH
Artikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro (kecil) ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya.

Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.

Diantara tanda-tanda lainnya yang menunjukkan dekatnya kiamat ialah orang-orang memperindah, menghias, bermegah-megahan dalam membangun masjid serta membangga-banggakannya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berasabda.

"Tidak akan datang kiamat sehingga manusia bermegah-megahan dalam membangun masjid". [Musnad Ahmad 3 : 134 dengan catatan pinggir Muntakhab Kanzul Ummal. Al-Albani berkata Shahih. Lihat : Shahih Al-Jami'ush Shagir 6 : 174, hadits nomor 7298]

Dan dalam riwayat Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah dari Anas Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Diantara tanda-tanda telah dekatnya kiamat ialah orang-orang bermegah-megahan dalam membangun masjid". [Sunan Nasa'i 2 : 32 dengan syarah As-Suyuti. Al-Albani mengesahkannya dalam Shahih Al-Jami'ush Shaghir 5 : 213, nomor 5771, Shahih Ibnu Khuzaimah 2 : 282, hadits nomor 1322-1323 dengan tahqiq Dr Muhammad Musthafa Al-A'zhami. Beliau berkata Isnadnya shahih]

Al-Bukhari berkata : Anas berkata, "Orang-orang bermegah-megahan dalam membangun masjid, kemudian mereka tidak memakmurkannya kecuali hanya sedikit. Maka yang dimaksud dengan At-Tabaahii (bermegah-megahan) ialah bersungguh-sungguh dalam memperindah dan menghiasinya".

Ibnu Abbas berkata , "Sungguh kalian akan memperindah dan menghiasinya sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani memperindah dan menghiasi tempat ibadah mereka". [Shahih Bukhari, Kitab Ash-Shalah, Bab Bunyanil Masajid 1 : 539]

Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu melarang menghiasi masjid dan memperindahnya, karena yang demikian itu dapat mengganggu shalat seseorang. Dan ketika beliau memerintahkan merehab Masjid Nabawi, beliau berkata, "Lindungilah manusia dari hujan, dan janganlah engkau beri warna merah atau kuning karena akan memfitnah (mengganggu) manusia". [Shahih Bukhari 1 : 539]

Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada Umar, karena orang-orang tidak mau menerapkan wasiatnya, bahkan mereka tidak hanya memberi warna merah atau kuning, tapi sudah lebih dari itu hingga mengukir dan melukis masjid seperti melukis pakaian. Dan para Raja dan Khalifah sudah bermegah-megahan dalam membangun masjid sehingga sangat mengagumkan. Masjid-masjid yang dibangun dengan kemegahan semacam itu sebagaimana yang ada di Syam, Mesir, Maroko, Andalus dan sebagainya. Dan sampai sekarang kaum muslimin senatiasa berlomba-lomba dan bermegah-megahan dalam memperindah dan menghiasi masjid.

Tidak disangsikan lagi bahwa memperindah, menghiasi dan bermegah-megahan dalam membangun masjid termasuk perbuatan berlebih-lebihan dan mubadzir. Padahal, memakmurkan masjid itu adalah dengan melaksanakan ketaatan dan berdzikir di dalamnya, dan cukuplah bagi manusia sekiranya mereka sudah terlindung dari panas dan hujan di dalam masjid. Sungguh diancam dengan kehancuran apabila masjid-masjid sudah diperindah dan mushaf-mushaf sudah dihiasi sedemikian rupa. Al-Hakim At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Darda' Radhiyallahu 'anhu, ia berkata.

"Apalagi kamu sudah menghiasi (memperindah) masjid-masjidmu dan mushaf-mushafmu, maka kehancuran akan menimpamu".[1]

Al-Munawi [2] berkata , "Maka memperindah masjid dan menghiasi mushaf itu terlarang, sebab dapat menggoda hati dan menghilangkan kekhusyu'an, perenungan, dan perasaan hadir di hadapan Allah Ta'ala. Menurut golongan Syafi'iyah, menghiasi masjid atau Ka'bah dengan emas atau perak adalah haram secara mutlak, dan dengan selain emas dan perak hukumnya makruh".[Faidhul Qadir 1 : 367]

[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, Terbitan CV Pustaka Mantiq, hal.111-112]

__________
FooteNote :
[1]. Shahih Al-Jami Ash-Shagir 1 : 220, hadit nomor 599, Al-Albani berkata, Isnadnya hasan. Dan beliau menyebutkan dalam kitab Silsilatul Ahaditsish Shahihah 3 : 337, hadit nomor 1351 bahwa hadist ini diriwayatkan oleh Al-Hakim At-Tirmidzi dalam kitab Al-Akyas Wal-Mughtarrin, halaman 78 dari Abu Darda secara marfu.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dengan mendahulukan dan mengakhirinya (membalik susunannya) dalam Kitab Az-Zuhdi halaman 275, hadits nomor 797 dengan tahqiq Habibir-Rahman Al-Azhami. Dan Al-Bani menyebutkan isnad Ibnu Mubarak dalam As-Silsilah dengan mangatakan, Ini adalah isnad yang perawi-perawinya adalah perawi-perawi kepercayaan, perawi-perawi Muslim, tetapi saya tidak tahu apakah Bakar bin Suwadah (yang meriwayatkan dari Abu Darda) ini mendengar dari Abu Darda' atau tidak ?Hadits ini disebutkan oleh Al-Baghawi dalam Syarah As-Sunnah 2 ; 350 dan beliau menisbatkannya kepada Abu Darda'.
As-Suyuthi menisbatkannya di dalam Al-Jami'ush Shagir halaman 27 kepada Al-Hakim dan Abu Darda' dan memberi siyarat dha'if. Demikian pula Al-Munawi mendhaifkannya dalam Faidhul Qadir 1 ; 367, hadits nomor 658.
[2]. Belaiu adalah Zainuddin Muhammad bin Abdur Ra'uf bin Tajul Arifin bin Ali bin Zainul Abidin Al-Haddadi Al-Munawi. Beliau memiliki delapan buah karangan, terutama dalam bidang hadits, biografi, dan sejarah. Beliau wafat di Kairo pada tahun 1031H. Semoga Allah merahmati beliau. Lihat Al-A'lam 6 : 204

Sumber : http://almanhaj.or.id/content/795/slash/0


Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.