Oleh : Al Ustadz Ja'far Umar Thalib
Akhir-akhir ini keagungan Islam sebagai agama Allah, terus menerus digempur oleh berbagai stigma rendah dan kehinaan yang dilemparkan oleh gerakan anti Islam sedunia yang dipimpin oleh persekongkolan antara salibis dengan zionis internasional. Gencarnya berbagai gempuran ini bukanlah yang pertama kali dalam sejarah dunia. Bahkan berbagai permusuhan tersebut merupakan kelanjutan dari tindak permusuhan abadi terhadap Islam dan Muslimin sejak diajarkannya agama Allah di dunia ini.
BEBERAPA GOLONGAN YANG SEDANG BERKONFRONTASI
Sesungguhnya di dunia ini hanya ada dua blok yang berkonfrontasi antara satu dengan lainnya dan satu blok bingung di antara keduanya. Adapun dua blok tersebut adalah hizbullah dengan hizbus syaithan. Sedangkan blok yang bingung di antara keduanya adalah blok munafiqun. Hizbullah itu ialah golongan Allah atau golongan yang dipimpin oleh Allah sendiri. Dan hizbus syaithan itu ialah golongan setan atau golongan yang dipimpin oleh para setan. Sedangkan munafiqun itu maknanya ialah orang-orang yang bermunafiq, yaitu orang-orang yang bermuka dua di antara hizbullah dengan hizbus syaithan. Al-Imam Ar-Raghib Al-Asfahami rahimahullah dalam Mu'jam Mufradatul Alfadhil Qur'an menerangkan makna munafiq itu ialah:
Akhir-akhir ini keagungan Islam sebagai agama Allah, terus menerus digempur oleh berbagai stigma rendah dan kehinaan yang dilemparkan oleh gerakan anti Islam sedunia yang dipimpin oleh persekongkolan antara salibis dengan zionis internasional. Gencarnya berbagai gempuran ini bukanlah yang pertama kali dalam sejarah dunia. Bahkan berbagai permusuhan tersebut merupakan kelanjutan dari tindak permusuhan abadi terhadap Islam dan Muslimin sejak diajarkannya agama Allah di dunia ini.
BEBERAPA GOLONGAN YANG SEDANG BERKONFRONTASI
Sesungguhnya di dunia ini hanya ada dua blok yang berkonfrontasi antara satu dengan lainnya dan satu blok bingung di antara keduanya. Adapun dua blok tersebut adalah hizbullah dengan hizbus syaithan. Sedangkan blok yang bingung di antara keduanya adalah blok munafiqun. Hizbullah itu ialah golongan Allah atau golongan yang dipimpin oleh Allah sendiri. Dan hizbus syaithan itu ialah golongan setan atau golongan yang dipimpin oleh para setan. Sedangkan munafiqun itu maknanya ialah orang-orang yang bermunafiq, yaitu orang-orang yang bermuka dua di antara hizbullah dengan hizbus syaithan. Al-Imam Ar-Raghib Al-Asfahami rahimahullah dalam Mu'jam Mufradatul Alfadhil Qur'an menerangkan makna munafiq itu ialah:
“Masuk ke dalam syariah Islamiyah (yakni mengimaninya) dari satu pintu dan keluar daripadanya (yakni mengkafirinya) dari pintu yang lainnya.”
Allah Ta`ala menerangkan berbagai golongan manusia tersebut dalam Al-Qur'an dengan sejelas-jelasnya dan selengkap-lengkapnya. Dan saya nukilkan keterangan Allah tersebut sebagai berikut ini:
1). Tentang hizbullah, dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala:
“Engkau tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat mencintai orang-orang yang bermusuhan dengan Allah dan Rasul-Nya, walau pun para musuh itu adalah bapak ibu mereka, dan anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka atau keluarga mereka. Kaum yang demikian ini telah dimantapkan iman di hati-hati mereka dan Allah kuatkan iman mereka itu dengan ilmu dan petunjuk-Nya, dan Allah masukkan mereka nantinya ke surga-Nya yang mengalir sungai-sungai di bawahnya dan mereka kekal padanya. Allah telah ridla kepada mereka dan mereka juga ridla kepada-Nya. Kaum yang demikian inilah yang tergolong hizbullah, ketahuilah sesungguhnya hizbullah itulah yang akan menang.” (QS.Al-Mujadalah: 22)
Demikian sikap hizbullah terhadap musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kepemimpinan yang ada terhadap hizbullah adalah sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur'an berikut ini:
a). Kepemimpinan tertinggi dalam hizbullah adalah kepemimpinan Allah sendiri, yaitu firman-Nya:
“Allah adalah pimpinan bagi orang yang beriman, yang mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.” (QS. Al-Baqarah: 257)
“Mengeluarkan mereka dari kegelapan” itu maknanya ialah mengeluarkan mereka dari kebodohan, kekafiran, berbagai kemaksiatan, kelalaian dan pembangkangan. Yakni membersihkan mereka dari berbagai kerendahan tersebut. Sedangkan makna “mengantarkan mereka kepada cahaya” ialah mengantarkan mereka kepada kehidupan yang dihiasi oleh ilmu agama yang benar, keyakinan, keimanan, ketaatan beragama, dan menumpahkan segenap perhatian dan kesetiaan kepada Allah Ta`ala. Demikian diterangkan maknanya oleh As-Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah dalam tafsir beliau Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan.
b). Para Nabi dan para Rasul sebagai manusia pilihan Allah untuk menjalankan kepemimpinan Allah terhadap hizb-Nya:
“Barangsiapa taat kepada Rasul ini, sungguh dia dengan itu menjalankan ketaatan kepada Allah. Dan barangsiapa berpaling dari Rasul, maka Kami tidak mengutus engkau hai Muhammad untuk menjaga mereka.” (QS. An-Nisa: 80)
c). Para shahabat Nabi sepeninggal Nabi dan Rasul penutup sebagai pemimpin kolektif hizbullah. Mereka telah dipuji oleh Allah dhahir amalan mereka maupun batin mereka. Karena Allah Maha Mengetahui secara lahir dan batin segala sesuatu.
Simaklah pujian Allah Ta`ala terhadap para shahabat Nabi dalam amalan dlahir dan batin mereka:
“Muhammad itu adalah Rasulullah (utusan Allah) dan orang-orang yang besertanya (yakni para shahabatnya) adalah orang-orang yang keras terhadap orang-orang yang kafir dan berkasih sayang dengan sesama kaum mukminin. Engkau melihat mereka itu ruku' dan sujud karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan mengharap keridlaan-Nya. Tampak di wajah mereka itu bekas sujud. Yang demikian itu permisalan mereka di Taurat dan di Injil digambarkan seperti tanaman yang mulai tumbuh bersemi kemudian menguat dan akhirnya menjadi kokoh sehingga berdiri tegak di atas pokoknya dengan keadaan yang mengagumkan para petani agar Allah menjengkelkan orang-orang kafir dengan keadaan mereka para shahabat Nabi itu. Allah telah berjanji terhadap orang-orang yang beriman dan beramal shalih untuk memberikan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 29)
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa para shahabat Nabi itu bersih dari unsur kekafiran karena isi hati mereka penuh dengan kebencian kepada orang-orang kafir. Para shahabat Nabi itu dalam segenap amal ibadahnya hanya mengharapkan keutamaan dan keridlaan dari Allah Ta`ala. Dan para shahabat Nabi itu sangat dibenci oleh orang-orang kafir. Sehingga Imam Malik berdalil dengan ayat ini, menyatakan bahwa kaum Rafidlah (Syiah ekstrim) itu adalah orang-orang kafir karena simbol agamanya adalah kebencian kepada para shahabat Nabi.
d). Para ulama adalah pemimpin berikutnya bagi hizbullah setelah para shahabat Nabi wafat. Para ulama adalah rujukan dan sekaligus pimpinan dalam segala masalah yang terjadi di kalangan blok hizbullah ini.
“Dan apabila datang kepada mereka berita tentang keamanan dan kengerian, mereka langsung menyiarkannya dan seandainyalah mereka merujukkan terlebih dahulu berita itu kepada Rasul ini dan kepada para ulama dari kalangan mereka, niscaya akan ada bimbingan terhadap mereka dalam menerima atau menebarkan berita-berita itu. Dan seandainyalah tidak karena keutamaan dari Allah atas kalian dan rahmat-Nya (yaitu dengan adanya Rasulullah dan kemudian para ulama di antara kalian), niscaya kalian akan mengikuti setan kecuali sedikit saja yang tidak mengikuti.” (QS. An-Nisa': 83)
Para penuntut ilmu agama yang menimba ilmu dari para ulama adalah kepanjangan tangan para ulama dalam memimpin hizbullah. Demikianlah struktur kepemimpinan hizbullah sebagaimana yang diterangkan oleh Allah Ta`ala dalam Al-Qur'an.
2). Hizbus syaithan, sebagai satu blok yang terus menerus berkonfrontasi dengan hizbullah. Tentang blok ini diterangkan oleh Allah Ta`ala dalam Al-Qur'an sebagai berikut ini:
“Tidaklah engkau melihat keadaan orang-orang yang bercinta dengan kaum yang Allah murkai mereka. Orang-orang tersebut bukanlah dari golongan kalian (kaum Muslimin) dan kalian bukanlah dari golongan mereka. Mereka ini suka bersumpah atas nama Allah dengan kedustaan, padahal mereka mengerti bahwa mereka dengan sumpahnya itu di atas dasar kebohongan. Allah menyiapkan bagi mereka adzab yang keras. Mereka itu amat keji perbuatannya. Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai tameng untuk menutupi kedustaan mereka, sehingga mereka menghalangi manusia dari jalan Allah. Maka bagi mereka siksaan yang menghinakan. Harta dan anak mereka tidak akan berguna sama sekali untuk menghalangi datangnya siksan Allah. Mereka itu adalah penghuni neraka dan mereka kekal padanya. Pada hari kiamat itu Allah bangkitkan mereka semua. Maka mereka pun mencoba membela diri di hadapan Allah dengan sumpah palsu, sebagaimana yang mereka lakukan yang demikian itu di hadapan kalian. Mereka menyangka dengan sumpah palsunya di hadapan Allah akan sedikit berguna bagi mereka. Katakanlah: Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berdusta. Setan telah menipu mereka sehingga melupakan mereka dari dzikir kepada Allah. Mereka inilah sesungguhnya hizbus syaithan. Ketahuilah sesungguhnya orang-orang yang masuk ke dalam hizbus syaithan itu akan merugi. Sesungguhnya orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya mereka itu adalah orang-orang yang rendah.” (QS. Al-Mujadalah: 14 – 20). Demikian perangai hizbus syaithan sebagaimana yang diterangkan oleh Allah Ta`ala.
Adapun struktur dari hizbus syaithan adalah sebagai berikut:
a). Kepemimpinan tertinggi bagi hizbus syaithan ialah iblis la'natullah `alaih. Iblis telah menyatakan tekad bulatnya untuk menyesatkan Bani Adam (manusia) dari jalan Allah dengan bersumpah di hadapan Allah menjelang diusirnya ia dari surga dan diturunkan ke alam dunia. Allah Ta`ala menceritakan bagaimana sumpah iblis itu:
“Allah menyatakan: Maka turunlah engkau wahai iblis dari surga itu ke dunia. Karena tidak pantas engkau tinggal di surga itu dalam keadaan menyombong. Keluarlah engkau darinya, sesungguhnya engkau dengan kesombonganmu termasuk orang-orang yang rendah.” Iblis mengatakan kepada Allah: Berilah aku masa hidup di dunia sampai hari kiamat. Allah menjawab: Sesungguhnya engkau termasuk yang diberi masa hidup sampai hari kiamat. Iblis menyatakan: “Maka dengan sebab Engkau menyesatkan aku, sungguh aku akan menghalangi mereka (anak cucu Adam) dari jalan-Mu yang lurus. Sehingga aku akan goda mereka dari depan dengan melupakan mereka dari kehidupan akhirat, dan dari belakang dengan merayu mereka untuk mencintai kehidupan dunia, dan dari kanan mereka dengan mengkaburkan pemahaman mereka tentang agama mereka, dan dari kiri dengan menjadikan anak-anak dan istri mereka sebagai fitnah untuk mempedayakan mereka agar menyimpang dari jalan kebenaran. Dan Engkau ya Allah, tidak akan mendapati mayoritas mereka sebagai orang-orang yang bersyukur. Allah menyatakan: Keluarlah engkau dari surga itu dengan hina dan rendah. Sungguh-sungguh, siapa pun yang mengikuti engkau dari kalangan mereka anak-anak Adam itu, niscaya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan kalian semua (yakni iblis dan yang mengikutinya).” (QS. Al-A'raf: 13-18)
b). Kepemimpinan iblis terhadap hizbus syaithan dibantu para thaghut. Yang maknanya ialah setan dari kalangan manusia dan jin. Thaghut selalu memimpin hizbus syaithan ke arah yang sangat berlawanan dengan kepemimpinan Allah terhadap hizbullah. Yaitu memimpin manusia kepada kesesatan dan keluar serta menjauh dari kebenaran. Allah Ta`ala menyatakan:
“Dan orang-orang kafir itu pimpinan mereka adalah para thaghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itulah penghuni api neraka dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 257)
Setan dari kalangan manusia yang merupakan bagian dari pengertian thaghut ialah dukun-dukun paranormal, tukang tenung, tukang sihir dan para tokoh-tokoh yang menyeru kepada kejahatan dan penyimpangan dari jalan Allah Ta`ala.
c). Termasuk jajaran kepemimpinan hizbus syaithan ialah para tokoh-tokoh agama dari kalangan Yahudi kemudian Nashara. Mereka terus menerus menggalang permusuhan dan kebencian kepada Islam dan kaum Muslimin. Mereka terus menerus membimbing orang-orang Yahudi dan Nashara serta segenap manusia untuk membenci Islam sebagai agama dan kaum Muslimin sebagai umat. Hal ini diberitakan kepada kita oleh Allah Ta`ala dalam Al-Qur'an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah engkau jadikan sebagai kekasih kamu orang-orang yang memperolok-olokkan dan mempermainkan agamamu dari kalangan orang-orang yang diberi kitab sebelummu (yaitu Yahudi dan Nashara) dan orang-orang kafir lainnya. Dan bertakwalah kalian kepada Allah kalau memang kalian itu sebagai orang-orang yang beriman. Dan apabila kalian menyeru mereka menunaikan shalat, mereka menjadikan seruan itu sebagai ejekan dan permainan. Yang demikian itu terjadi karena mereka itu adalah kaum yang tidak berakal. Katakanlah: Wahai Ahli Kitab (Yahudi dan Nashara), apakah kalian membenci kami hanya karena kami beriman kepada Allah dan beriman kepada segala apa yang diturunkan kepada kami dari kitab Allah dan kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum kami. Dan memang mayoritas Ahli Kitab itu adalah orang-orang fasiq. Katakanlah: Maukah kami beritahu kalian dengan perkara-perkara yang lebih jahat dari sikap-sikap mereka itu di sisi Allah? Yaitu orang-orang Yahudi yang dikutuk oleh Allah dan dimurkai oleh-Nya dan Allah jadikan sebagian mereka sebagai monyet-monyet dan babi-babi, dan juga perbuatan mreka menyembah para thaghut. Mereka ini sesungguhnya dalam sejelek-jelek kedudukan dan jalan hidupnya paling sesat.” (QS. Al-Maidah: 57-60)
3). Munafiqun, yaitu blok orang-orang munafiq, yang semula ingin netral di antara dua blok tersebut di atas tetapi akhirnya mereka ini larut dalam barisan hizbus syaithan berhubung keragu-raguannya terhadap hizbullah. Allah Ta`ala memberitakan keadaan mereka ini dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian menjadi kafir, kemudian beriman, kemudian kembali kafir, kemudian bertambah jadi kekafirannya, Allah tidak akan mengampuninya dan tidak akan menunjukinya ke jalan kebenaran. Beri kabar kepada orang-orang munafiq bahwa bagi mereka adzab yang pedih. Mereka itu adalah yang menjadikan orang-orang kafir sebagai kekasihnya selain kaum mukminin. Apakah para munafiqin itu mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir itu? Maka ketahuilah sesungguhnya segenap kemuliaan itu hanya di sisi Allah saja. Dan sungguh terjadi bahwa bila turun ayat-ayat Allah dari kitab-Nya yang mereka dengar, mereka ingkar kepadanya dan bahkan memperolok-olokkannya. Oleh karena itu janganlah engkau duduk bercengkrama dengan mereka sehingga mereka berbicara tentang perkara lain. Sebab kalau engkau duduk bercengkrama dengan mereka, niscaya engkau akan semisal dengan mereka. Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang-orang munafiqin dengan orang-orang kafir bersama-sama di neraka Jahannam. Mereka para munafiqin itu selalu mengintai-intai keadaan kalian. bila kalian mendapatkan kemenangan dari Allah, mereka akan segera menyatakan kepada kalian: “Bukankah kami ada di barisan kalian.” Tetapi bila orang-orang kafir itu memperoleh keberuntungan, mereka menyatakan: “Bukankah kami memberi peluang kepada kalian dan memberi bantuan kepada kalian sehingga kalian berhasil memukul mundur kaum Mukminin?” maka Allahlah yang akan menghukumi kalian di hari kiamat. Dan Allah tidak akan memberi jalan bagi orang-orang kafir itu untuk menang terhadap kaum Mukminin. Sesungguhnya orang-orang munafiq itu ingin menipu Allah dan Dia Allah yang membalikkan tipu daya mereka itu. Dan apabila mereka mendirikan shalat, mereka mendirikannya dengan malas. Mereka lakukan semua itu dalam rangka riya' (penampilan diri) di pandangan manusia dan mereka dengan ibadah itu tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit. Mereka terus-menerus dalam keadaan ragu-ragu antara iman dan kufur sehingga tidak masuk dalam golongan orang beriman dan tidak masuk dalam golongan orang-orang kafir. Barangsiapa yang disesatkan oleh Allah Ta`ala, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan jalan untuk memberi petunjuk baginya.” (QS. An-Nisa': 137 – 143)
Demikianlah penjelasan Allah Ta`ala tentang keadaan orang-orang munafiqin, baik dlahir maupun batin. Oleh karena itu Allah gabungkan mereka ini dengan hizbus syaithan dan dituntunkan oleh-Nya untuk menyikapi mereka seperti menyikapi hizbus syaithan. Allah Ta`ala berfirman:
“Wahai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafiqin, dan bersikap keraslah terhadap mereka, dan tempat kembali mereka itu adalah neraka Jahannam, sebagai tempat kembali yang sejelek-jeleknya.” (QS. At-Taubah: 73)
Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam Zadul Ma'ad jilid ke 3 hal. 5 menerangkan tentang makna surat At-Taubah 73 ini sebagai berikut:
“Jihad menghadapi orang-orang munafiq lebih sulit daripada jihad menghadapi orang-orang kafir, dan jihad yang demikian ini adalah jihad yang dilakukan oleh orang-orang khusus dari umat ini, yaitu para ulama pewaris Nabi. Para pelaku jihad yang menghadapi orang-orang munafiqin ini hanya beberapa orang saja di dunia ini. Tetapi walau pun demikian, mereka --para mujahid tersebut-- kedudukannya lebih agung di sisi Allah daripada mujahidin yang lainnya.” (Zadul Ma`ad fi Hadyi Khairil `Ibad, Ibnul Qayyim, jilid 3 hal. 5, penerbit Ar-Risalah – Beirut, cet. Th. 1412 H / 1991 M)
Demikianlah kenyataan kehidupan dunia yang tidak mungkin terlepas dari serunya pertentangan antara blok hizbullah dengan hizbus syaithan ditambah dengan blok munafiqin. Siapa yang menutup mata dari kenyataan ini, sungguh dia dengan tidak terasa akan terseret oleh hawa nafsu hizbus syaithan dan para munafiqin.
ISLAM SEBAGAI RAHMAT
“Rahmah” itu sebuah kata yang berasal dari bahasa arab yang maknanya ialah kelembutan, pengampunan dan kasih sayang (lihat Al-Qamus Al-Muhith karya Al-Fairuz Abadi tentang kata ar-rahmah). Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “rahmat” maknanya ialah kurnia, kebajikan, dan belas kasih (lihat kamus Moderen bahasa Indonesia oleh Sutan Muhammad Zain, penerbit Grafica Djakarta, tanpa tahun. Juga lihat Kamus Besar bahasa Indonesia edisi kedua, Departemen P & K, Balai Pustaka, cetakan keempat, tahun 1995).
Dengan pengertian rahmah yang demikian inilah kita akan memahami pembuktian secara ilmiah bahwa Islam adalah agama rahmah dalam konsepnya maupun contoh teladan pengamalannya. Dalam prinsip dasarnya maupun dalam prinsip-prinsip kehidupan yang dibangun di atas dasar prinsip tersebut. Berikut ini adalah rincian keterangan bahwa Islam adalah agama rahmah.
1). Konsep ketuhanan yang diperkenalkan oleh Islam adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bahkan sifat rahmat pada-Nya termasuk sifat-sifat pokok yang meliputi segenap sifat-sifat-Nya yang lainnya. Allah Ta`ala menegaskan dalam firman-Nya:
“Allah mengatakan: Adzabku ditimpakan kepada siapa saja yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka Aku tuntunkan Ia untuk orang-orang yang bertakwa dan menunaikan zakat dan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-A'raf: 156)
Diberitakan oleh Abu Hurairah radliyallahu `anhu bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Allah telah menjadikan rahmah sebanyak seratus bagian, sembilan puluh sembilan daripadanya ditahan di sisi-Nya dan satu bagian daripadanya diturunkan ke bumi, sehingga dengannya sesama makhluk di bumi saling mengasihi, sehingga karenanya kuda mengangkat kakinya karena takut menginjak anaknya.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Muslim dalam Shahihnya)
2). Nabi yang diutus oleh Allah untuk mengajarkan kepada manusia tentang agama-Nya adalah Nabi pembawa rahmat. Hal ini dinyatakan Allah dalam firman-Nya:
(ayat)
“Dan tidak Kami utus engkau kecuali sebagai rahmat bagi segenap makhluk di bumi.” (QS. Al-Anbiya': 107)
3). Al-Qur'an sebagai kitab suci yang Allah turunkan juga sebagai rahmat bagi segenap makhluk-Nya. Hal ini dinyatakan oleh Allah Ta`ala dalam firman-Nya:
“Dan kitab ini Kami turunkan dengan diberkahi padanya, maka ikutilah ia dan bertakwalah kamu kepada-Nya. Semoga dengan itu kalian dirahmati oleh-Nya. Agar kamu jangan mengatakan bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja (yakni Yahudi dan Nashara) sebelum kami (yakni sebelum kaum Musyrikin Makkah). Dan sesungguhnya Kami tidak memperhatikan ayat yang mereka baca (yakni kaum musyrikin makkah beralasan bahwa kitab Allah itu hanya diturunkan pada orang-orang yahudi dan Nashara dalam bahasa Ibrani dan Suryani, sehingga orang Arab tidak bisa membaca dan memahaminya. Maka agar mereka tidak beralasan demikian, Allah turunkan Al-Qur'an). Atau agar kamu (wahai musyrikin Arab) tidak mengatakan: Sesungguhnya jikalau kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka. Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat (yaitu Al-Qur'an ini). Maka siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk disebabkan mereka selalu berpaling.” (QS. Al-An`am: 155 – 157)
4). Umat Islam dengan agama ini dibimbing oleh Allah Ta`ala untuk menjadi umat yang adil terhadap kesalahan yang ada pada dirinya, pada umatnya maupun pada umat yang lainnya. Allah menegaskan:
“Demikianlah Kami menjadikan kalian sebagai umat yang adil agar kalian menjadi saksi yang adil terhadap sekalian manusia dan Rasul menjadi saksi atas kalian.” (QS. Al-Baqarah: 143)
Allah Ta`ala menuntunkan pula tentang keharusan berbuat adil walau pun terhadap musuh:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang menegakkan persaksian dengan adil karena Allah. Dan janganlah kebencian kamu kepada suatu kaum menyebabkan kamu tidak berbuat adil. Berbuat adillah, karena perbuatan adil itu lebih dekat kepada ketakwaan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah itu maha mengerti segenap apa yang kalian lakukan.” (QS. Al-Maidah: 8)
5). Umat Islam juga dibimbing oleh Allah Ta`ala untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada orang-orang kafir yang tidak sedang memerangi umat Islam karena alasan agama. Allah Ta`ala berfirman:
“Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berbuat adil terhadap orang-orang kafir yang tidak memerangi kalian dalam perkara agama dan tidak mengusir kalian dari negeri-negeri kalian. sesungguhnya Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat adil. Hanyalah Allah melarang kalian bercinta dengan orang-orang kafir yang memerangi kalian karena alasan agama dan mengusir kalian dari negeri-negeri kalian serta membantu orang-orang yang berloyalitas dengan orang-orang kafir. Yang demikian itu, maka sungguh dia adalah orang-orang yang dhalim.” (QS. Al-Mumtahanah: 8 – 9)
6). Perang dalam Islam disyariatkan antara lain dalam rangka pembelaan terhadap orang-orang yang lemah yang tidak mampu membela dirinya dari kedhaliman orang-orang yang dhalim. Allah Ta`ala menegaskan hal ini dalam firman-Nya:
“Dan mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah, padahal orang-orang lemah yang tertindas dari kalangan pria, wanita dan anak-anak selalu berdoa dan merintih kepada Allah dengan menyatakan: wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dan negeri yang penduduknya dhalim ini dan jadikanlah bagi kami dari sisi-Mu pembela dan jadikan pula bagi kami dari sisi-Mu penolong.” (QS. An-Nisa: 75)
7). Islam selalu mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk sangat mengutamakan stabilitas politik dan keamanan. Karena Islam sebagai agama rahmah tidak menghendaki tertumpahnya darah rakyat Muslimin dan darah kafir dzimmi karena fitnah politik dan gangguan keamanan. Untuk ini, Allah Ta`ala mengajarkan beberapa prinsip politik dan keamanan guna mencapai stabilitas pada keduanya. Prinsip-prinsip itu ialah:
a). Mentaati penguasa / pemerintah dalam perkara yang ma`ruf (baik) dan berlepas diri daripadanya dalam perkara yang munkar (jelek / jahat). Allah Ta`ala menyatakan hal ini dalam firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan pemerintah kalian. Maka bila kalian bertikai tentang suatu masalah, kembalikanlah kepada Allah (yakni kepada kitab-Nya) dan kepada Rasul-Nya (yakni kepadanya ketika masih hidup dan kepada segenap ajarannya setelah beliau wafat, pen) bila kalian beriman kepada Allah dan hari kiamat. Sikap yang demikian itu adalah baik dan akan lebih baik lagi akibatnya nanti di belakang hari.” (QS. An-Nisa: 59)
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menjelaskan lebih gamblang tentang sikap ketaatan kepada pemerintah itu sebagai berikut:
“Wajib atas setiap individu Muslim untuk mendengar dan taat kepada pemerintahnya yang Muslim dalam perkara yang disenanginya dan perkara yang tidak disenanginya. Kecuali bila diperintah oleh pemerintahnya untuk berbuat maksiat. Maka bila diperintah untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan taat kepadanya.” (HR. Muslim dalam Shahihnya, Kitabul Imarah bab Wujub Tha`atil Umara fi Ghairi Ma`siyat dari Ibnu Umar)
b). Bersabar dengan kedhaliman pemerintah dan tidak memberontak kepadanya selama pemerintah itu belum nyata-nyata menunjukkan kekafirannya. Hal ini dinyatakan oleh Ubadah bin Ash-Shamit radliyallahu `anhu bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam membaiatnya, kata Ubadah:
“Kami telah membaiat Rasulullah untuk berjanji sepeninggal beliau mendengar dan taat kepada pemerintah kami dalam keadaan kami senang kepadanya atau kami benci kepadanya dan dalam keadaan mudah dan sulit dan walau pun mereka merampas harta kami dan kami tidak melawan penguasa kecuali bila kami melihat pada penguasa itu kekafiran yang nyata, sehingga engkau punya alasan yang benar dari sisi Allah dalam tindakanmu melawan penguasa itu.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).
Dalam menerangkan hadits ini, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menegaskan: “Yang dimaksud dengan kekafiran yang nyata pada penguasa ialah berbagai kemaksiatan yang nyata. Dan makna hadits ini ialah jangan engkau melawan penguasa dalam kekuasaannya, kecuali bila engkau melihat pada mereka itu kemungkaran yang nyata yang engkau ketahui kemungkaran itu menurut pandangan prinsip-prinsip Islam. Maka bila engkau ketahui yang demikian itu, ingkarilah perbuatan mereka dan katakanlah yang benar di mana pun kamu berada. Adapun memberontak kepada pemerintah yang demikian itu, maka telah sepakat para ulama Muslimin untuk mengharamkannya. Walau pun pemerintah itu fasiq dan dhalim.” (Lihat Syarah Shahih Muslim juz 12 hal. 539-540, Maktabatul Warraq, Riyadl, Darul Khair, cetakan th. 1414 H / 1994 M)
8). Islam juga memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk menjalankan misi menyerukan manusia kepada kebaikan dan mencegah manusia dari kemunkaran. Tetapi bila mencegah kemunkaran itu menimbulkan kemunkaran yang lebih besar, maka mencegah kemunkaran yang beresiko demikian harus ditinggalkan. Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menerangkan: “Mengingkari / mencegah kemungkaran itu ada empat tingkatan yaitu:
Pertama : Menyingkirkan kemunkaran dan digantikan dengan lawannya (yaitu kemakrufan).
Kedua : Menyingkirkan kemunkaran dengan menguranginya, walau pun tidak menghapuskan secara keseluruhan.
Ketiga : Menyingkirkan kemunkaran, tetapi kemudian muncul kemunkaran yang serupa itu.
Keempat : Menyingkirkan kemunkaran tetapi kemudian muncul kemunkaran yang lebih jahat daripadanya.
Maka tingkatan pertama dan kedua adalah nahi munkar yang disyariatkan. Dan tingkatan ketiga dalam nahi munkar ini masih dalam perbincangan ijtihad para ulama. Sedangkan tingkat keempat dari nahi munkar adalah bentuk yang diharamkan.”
(Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab I`lamul Muwaqqi`in 3 / 16, Darul Fikr, Beirut , tanpa tahun).
Demikianlah prinsip-prinsip dasar dalam Islam yang menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmah bagi kaum Muslimin sendiri maupun bagi seluruh umat manusia.
BEBERAPA BENTUK PENYIMPANGAN
Di kalangan umat Islam terjadi beberapa bentuk penyimpangan dari prinsip-prinsip dasar tersebut sehingga dari masa ke masa muncullah berbagai aliran sesat yang mengatasnamakan Islam, tetapi pada saat yang bersamaan justru mengotori nama Islam sebagai agama rahmah. Dalam hal ini ada beberapa aliran sesat yang sangat besar pengaruhnya dalam upaya mendiskreditkan Islam sebagai agama rahmah. Beberapa aliran sesat itu ialah:
1). Khawarij, yang merupakan aliran ekstrim pertama dalam kalangan umat Islam di jaman pemerintahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib radliyallahu `anhu. Aliran ini dibangun di atas dua prinsip sesat yang menyatakan:
a). Mengkafirkan (atau menganggap kafir) kaum Muslimin yang berbuat dosa dan akhirnya mengkafirkan kaum Muslimin yang tidak sepaham dengan aliran ini.
b). Memberontak kepada pemerintah Muslimin yang dianggap berbuat kedhaliman atau berbuat kesalahan kecil atau pun besar.
Aliran ini beserta pengikutnya sempat diperangi oleh Sayyidina Ali sehingga sempat kocar-kacir. Tetapi sepeninggal beliau, gerakan ini sempat muncul kembali dan akhirnya aliran tersebut terus-menerus muncul dari masa ke masa sampai masa kita sekarang ini.
2). Syiah atau Sabaiyah atau Rafidlah sebagai aliran ekstrim yang dibangun di atas prinsip-prinsip kesesatan sebagai berikut:
a). Mecerca dan mendiskreditkan para shahabat nabi yang dianggap sebagai pengkhianat Nabi shallallahu `alaihi wa sallam terhadap haq-haq Ahlul Bait Nabi sepeninggal Nabi.
b). Mencurigai Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dua sumber syariah Islamiyah yang telah dikurangi dan ditambah oleh tangan-tangan pengkhianat dari kalangan shahabat Nabi.
c). Mengkultuskan para imam-imam mereka atau bahkan semua orang yang dianggap imam mereka sapai pada tingkat memberi sifat-sifat ketuhanan kepada para tokoh ini.
d). Memberontak kepada pemerintah Muslimin yang dianggap dhalim.
3). Mu'tazilah sebagai aliran ekstrim yang dibangun di atas prinsip-prinsip kesesatan sebagai berikut:
a). Mengagungkan prinsip-prinsip logika yang diadopsi dari filsafat Yunani Kuno melebihi prinsip-prinsip Al-Qur'an dan Al-Hadits. Sedangkan filsafat Yunani kuno sangat didominasi oleh materialisme dan subyektifisme yang sangat menafikan adanya kebenaran mutlak.
b). memberontak kepada pemerintah Muslimin yang dianggap dhalim.
Demikianlah tiga aliran ekstrim yang menjadi cikal bakal berbagai bentuk penyimpangan dari prinsip-prinsip Islam sebagai agama rahmah.
PERJUANGAN AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah kaum Muslimin yang terus-menerus berusaha memahami dan mengamalkan sunnah (ajaran) Nabi dengan pedoman pemahamannya dirujukkan kepada pemahaman para shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa sallam. Dengan pemahaman yang demikian itu, maka Ahlus Sunnah adalah kelompok Muslimin yang paling bertanggung jawab untuk menjaga Muslimin dari berbagai penyimpangan yang digerakkan oleh aliran-aliran tersebut.
Tanggung jawab Ahlus Sunnah terhadap kaum Muslimin dalam melawan berbagai penyimpangan aliran-aliran ekstrim itu dilakukan dalam bentuk:
1). Mengajarkan kebenaran dan mengkampanyekannya di tengah-tengah Muslimin sehingga kebenaran itu tampak nyata dan mudah dikenali keindahannya serta tampak pula daya tariknya. Misi perjuangan yang demikian ini diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:
“Tidak akan hilang dari umatku sekelompok orang yang selalu menampakkan kebenaran, tidak akan merugikan mereka sehingga datang keputusan Allah dan mereka terus dalam keadaan yang demikian.” (HR. Muslim dalam Shahihnya)
2). Membantah secara ilmiah berbagai penyimpangan-penyimpangan agama yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sehingga dengan demikian menyelamatkan kaum Muslimin dari berbagai penyimpangan itu. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memberitakan hal ini:
“Ilmu agama ini dibawa oleh orang-orang terpercaya pada setiap generasi Muslimin. Mereka ini melakukan upaya menepis penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan orang-orang ekstrim dan membantah kedustaan orang-orang pendusta agama, dan menepis pula berbagai penafsiran agama yang keliru yang dilakukan oleh orang-orang jahil.” (HR. Al-Baihaqi, Al-Ajurri, Abu Nu`aim dan lain-lainnya)
3). Memperbaiki keadaan masyarakat yang mengalami kerusakan aqidah, akhlak dan ibadah. Kerusakan masyarakat dalam berbagai bidang tersebut diperbaiki dengan dakwah dan pendidikan. Hal ini diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya Islam itu mulai didakwahkan dalam keadaan asing dan akan kembali suatu saat dengan keasingannya. Maka beruntunglah bagi orang yang dianggap asing. Ditanyakan: Siapakah mereka itu wahai Rasulullah? Dijawab: Ialah orang-orang yang memperbaiki keadaan ketika manusia dalam keadaan telah rusak.” (HR. Al-Ajurri dari Ibnu Mas'ud)
Al-Imam Al-Ajurri rahimahullah dalam menerangkan hadits ini menjelaskan:
“Orang yang paling asing di masa kita sekarang ini ialah orang yang berpegang dengan sunnah (yakni ajaran Nabi shallallahu `alaihi wa sallam) dan bersabar di atas sunnah itu dan waspada terhadap bid'ah dan bersabar dalam menjauhkan diri dari bid'ah, serta mengikuti jejak imam-imam Muslimin terdahulu, dan mengenali keadaan jamannya serta dahsyatnya kerusakan yang terjadi pada orang-orang di jamannya. Sehingga dia berupaya untuk memperbaiki dirinya dengan memelihara anggota tubuhnya dari berbagai kemaksiatan, dan tidak mempermasalahkan apa-apa yang tidak berguna baginya serta berusaha memperbaiki tetangganya, dan dia juga berusaha mendapatkan dunia sekedar cukup untuk keperluannya dan meninggalkan dunia lebih dari keperluannya….” (Lihat Al-Ghuraba` minal Mu'minin oleh Al-Imam Al-Ajurri hal. 89)
4). Berjihad membela Islam dan Muslimin dalam menghadapi musuh-musuh Islam dan Muslimin, terlebih lagi bila kaum Muslimin ditumpahkan darahnya oleh para musuh itu dan tidak ada pihak manapun yang berani membela mereka. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengisyaratkan tentang perjuangan Ahlus Sunnah ini dalam sabda beliau:
“Tidak akan hilang dari umatku sekelompok orang yang terus-menerus berperang di atas dasar agama Allah. Mereka ini selalu berhasil mengalahkan musuh mereka. Tidak akan merugikan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka sehingga datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan tetap di medan juangnya.” (HR. Muslim Kitabul Jihad dari Uqbah bin Amir)
5). Mempelopori umat Islam untuk bangkit kembali semangatnya mempelajari dan mengamalkan segenap ajaran-ajaran Nabi shallallahu `alaihi wa sallam. Setelah umat Islam tenggelam dalam kelalaiannya yang jauh dan lama dari kewajiban mempelajari an mengamalkan agamanya. Kepeloporan Ahlus Sunnah dalam kebangkitan dan kesadaran umat Islam ini telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau berikut ini:
“Sesungguhnya Allah membangkitkan pada umat ini di setiap seratus tahun orang yang memperbaharui semangat umat ini untuk berpegang dengan agamanya.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah radliyallahu `anhu)
Demikianlah lima perjuangan Ahlus Sunnah wal jamaah dalam upaya menyelamatkan umat Islam dari berbagai penyimpangan.
PENUTUP
Setelah mengikuti uraian di atas, sedikit jelaslah kiranya bagi pembaca sekalian bahwa upaya mendiskreditkan Islam merupakan persekongkolan jahat yang melibatkan segenap komponen hizbus syaithan dan blok munafiqin. Islam sebagai agama rahmah telah ditutupi oleh bungkus-bungkus liar yang ada di kalangan umat Islam sendiri. Bungkus-bungkus liar yang menutupi hakikat Islam itu dalam bentuk berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh para Ahlul Bid'ah yang notabene adalah para munafiqin.
Perjuangan Ahlus Sunnah wal jamaah tidak akan berhenti dalam membela agama ini dengan ilmu dan amal. Melawan segala persekongkolan dari dalam dan dari luar umat Islam yang ingin mengopinikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan terorisme dan berbagai kejahatan kemanusiaan. Padahal orang-orang yang bersekongkol itu mengerti bahwa Islam adalah agama rahmah. Allah Ta`ala akan memenangkan perjuangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, cepat atau lambat.
Wallahu a'lam bish showab
Sumberc : http://inilahdakwahsalafiyyah.blogspot.com/2011/02/islam-rahmatan-lil-alamin.html
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.