Redaksi Yth
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya ingin mengikut sunnah Rasulullah, yaitu melangsungkan pernikahan. Alhamdulillah, juga sudah mendapatkan jodoh, dan berdua salafi. Permasahannya, datang dari keluarga pihak wanita. Mereka masih mempertahankan adat. Misalkan jika jadi menikah, terus bagaimana cara bergaul dengan keluarganya? Mohon bantuannya.
Fulan, di X
0813363xxxx
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya ingin mengikut sunnah Rasulullah, yaitu melangsungkan pernikahan. Alhamdulillah, juga sudah mendapatkan jodoh, dan berdua salafi. Permasahannya, datang dari keluarga pihak wanita. Mereka masih mempertahankan adat. Misalkan jika jadi menikah, terus bagaimana cara bergaul dengan keluarganya? Mohon bantuannya.
Fulan, di X
0813363xxxx
Jawab :
Saudaraku yang dirahmati Allah,
Kami ikut mengucap syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan keinginan antum untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu dengan menikah. Pernikahan itu sendiri memiliki tujuan mulia. Utamanya, menjaga dari perbuatan maksiat lantaran hasrat biologis yang muncul pada diri seseorang tersalurkan melalui cara yang halal. Pernikahan juga memiliki tujuan untuk memelihara keberlangsungan kehidupan manusia dan menjalin hubungan antar sesama muslim. Kami berdoa, semoga Allah memudahkan urusan antum berdua.
Sayangnya, persoalan yang antum maksudkan kurang begitu jelas. Antum tidak menyebutkan adat yang dimaksud. Tapi kami menangkap adanya optimisme pada antum berdua. Hanya persoalannya, antum masih merasa ada kesulitan dalam bergaul dengan keluarga pihak wanita, jika nantinya menikah.
Memang tidak bisa dipungkiri ataupun dihindari, bahwa pergaulan dengan keluarga mertua tidak bisa dikesampingkan. Interaksi dengan keluarga isteri, sedikit atau banyak akan Anda jalani sebagai menantu, dan kerabat baru bagi saudara-saudara isteri dan keluarga besarnya. Oleh karenanya, perlakukan mereka layaknya Anda bersikap kepada orang tua dan kerabat sendiri. Sebagai orang tua, pergaulilah mereka layaknya antum berhadapan dengan orang tua kandung sendiri, dengan penuh penghormatan dan santun.
Islam adalah agama yang hanif, memerintahkan mu'amalah dengan cara yang baik kepada orang-orang yang lebih tua, bahkan orang tua yang masih dalam kekufuran sekalipun. Namun dalam menyikapi kekeliruan yang sangat prinsip, yang mengandung kesyirikan atau maksiat, harus tegas dengan tetap menjaga sikap santun dan penghormatan.
Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim q bergaul dengan ayahnya. Beliau q mendatangi ayahnya dan mengajak sang ayah untuk berpikir secara nalar, bahwa obyek-obyek yang disembah selain Allah tidak pantas disembah. Apa yang menjadi sesembahan ayahnya tersebut memiliki segala kekurangan, tidak mempunyai pendengaran, penglihatan dan kemanfaatan. Tentang Nabi Ibrahim ini dikisahkan oleh Allah dalam al Qur`an:
يَآأَبَتِ إِنِّي قَدْ جَآءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَالَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا
"Wahai, bapakku. Sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus". [QS. Maryam/19 : 43].
Ajakan Nabi Ibrahim Alaihissallam kepada ayahnya tersebut, seperti dijelaskan oleh Syaikh Abdur Rahman as Sa’di, ajakan ini sangat bernuansa lembut dan halus. Nabi Ibrahim tidak mengatakan kepada ayahnya "aku punya ilmu, sedangkan engkau tidak", tetapi beliau memilih ungkapan yang menyiratkan adanya ilmu pada ayahnya, namun ilmu yang dimiliki Nabi Ibrahim Alaihissallam telah menjangkau hal yang tidak dimiliki oleh ayahnya. [Taisiru al Karimi ar Rahman fi Tafsiri Kalami al Mannan, karya Syaikh ‘Abdur Rahman as Sa’di, hlm. 494]
Semua itu disampaikan beliau dengan memperlihatkan rasa kasih dan saying, agar orang yang dicintainya tersebut terjerumus ke dalam jurang kehinaan, seperti terungkap dalam kisahnya secara lengkap dalam surat Maryam 41-50.
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al Kitab (al Qur`an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi.
Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun. Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang keadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang keadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu meyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azdab oleh Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan".
Berkata bapaknya (memberi jawaban) : "Bencikah kamu kepada ilah-ilahku, hai Ibrahim. Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama".
Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Rabb-ku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri daripadamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo'a kepada Rabb-ku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo'a kepada Rabb-ku".
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami, dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi. [Maryam/19:41-50]
Maka, tetaplah antum dengan optimis melangkahkan kaki ke jenjang pernikahan. Bangun dan tanam kepercayaanmu. Keluhuran akhlak dan kemuliaan jiwa memiliki potensi dan andil besar dalam meluluhkan hati. Berziarahlah, kepada mereka, dan bersikap ramah lagi santun. Karena jika antum lebih memperdalam kebencian secara membabi buta, itu hanya akan menambah pudarnya hubungan antum dan menjauhkan diri antum dari mereka. Dengan izin Allah, melalui langkah-langkah tersebut (dan masih banyak langkah yang lain), antum hanya tinggal menunggu waktu lunaknya hati mereka untuk meninggalkan kebiasaan yang buruk. Insya Allah
Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah bagi kita. Dan hidayah hanya menjadi milik Allah. Kewajiban kitab adalah berusaha dengan tekun dan dengan cara yang bijak lagi tepat. Wabillahit taufiq. (Mas)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta]
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/666/slash/0
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.