Bismillah,
Ada perbedaan pendapat dalam masalah melayat kepada orang kafir dzimmi (orang kafir dalam perlindungan). Sebagian ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah memperbolehkanya. [Hasyiyah Radd Al-Mukhtar 1/604, Al-Muhadzdzab –dicetak besama Al-Majmu- 5/304]
Adapun Imam Ahmad bersikap tawaqquf, beliau tidak berpendapat apa-apa dalam masalah ini. [Al-Mughni 3/486, Ahkam Ahl Adz-Dzimmah 1/204]
Ada perbedaan pendapat dalam masalah melayat kepada orang kafir dzimmi (orang kafir dalam perlindungan). Sebagian ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah memperbolehkanya. [Hasyiyah Radd Al-Mukhtar 1/604, Al-Muhadzdzab –dicetak besama Al-Majmu- 5/304]
Adapun Imam Ahmad bersikap tawaqquf, beliau tidak berpendapat apa-apa dalam masalah ini. [Al-Mughni 3/486, Ahkam Ahl Adz-Dzimmah 1/204]
Sedangkan para sahabat Imam Ahmad memandang ta’ziyah sama dengan ‘iyadah (menengok atau besuk). Dan dalam masalah ini, mereka memiliki dua pendapat.
Pertama : Menengok dan melayat orang kafir hukumnya terlarang atau haram.[Al-Inshaf 2/566, Kasysyaf Al-Qina 2/161]
Dalil yang mereka pergunakan ialah :
“Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang dari mereka, himpitlah ke tempat yang sempit” [Hadits Riwayat Muslim 7/5]
Dalam hal ini ta’ziyah disamakan dengan memulai salam kepada mereka.
Kedua : Membolehkan ta’ziyah dan menengoknya, dengan dalil hadits berikut ini.
“Dahulu ada seorang anak Yahudi yang membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu ketika si anak ini sakit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menengoknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, dan berkata : “Masuklah ke dalam Islam”. Anak tersebut memandang bapaknya yang hadir di dekatnya. Bapaknya berkata, “Patuhilah (perkataan) Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam”, maka anak itupun masuk Islam. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar seraya berkata : “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak ini dari siksa neraka” [Hadits Riwayat Bukhari 2/96]
Pendapat yang rajih, yaitu tidak boleh melayat orang kafir dzimmi, terkecuali apabila membawa kemaslahatan –menurut dugaan yang rajih- misalnya mengharapkannya masuk Islam.
Wallahu a’lam
Ucapan Bila Mendengar Seorang Kafir Meninggal
Tanya :
Bila seorang lelaki atau wanita kafir yang mati, apakah dibolehkan kita mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (Sesungguhnya kita adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kita dikembalikan)?
Jawab :
Fadhilatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah menjawab:
“Bila seorang kafir meninggal dunia tidak mengapa kita mengucapkan kalimat istirja’ tersebut, walaupun dia bukan dari kalangan karib kerabat anda. Karena memang semua manusia hanyak kembali kepada Allah Azza wa Jalla dan semua manusia adalah milik Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi kita tidak boleh mendoakan kebaikan untuknya bila ia mati dalam keadaan kafir.
Bila orang kafir yang meninggal itu dari kalangan kerabat anda, tidaklah menjadi masalah orang mendoakan anda dengan mengatakan: “Semoga Allah memberikan pahala yang besar untukmu dengan kematiannya dan memberikan hiburan/pelipur lara untukmu sebagai pengganti kematiannya.”
Memang hidupnya si kafir terkadang tidak memberi maslahat bagi anda di mana ia berbuat baik dan memberi manfaat kepada amda. Dengan demikian, tidak menjadi masalah anda didoakan seperti itu. Akan tetapi terhadap si kafir sendiri tidak boleh didoakan kebaikan, tidak boleh dimintakan ampun, dan tidak boleh bersedekah atas namanya, bila ia mati dalam keadaan kafir.”
[Fatawa Nurun ‘ala Darb, hal. 374-375]
Maraji :
[Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1227H/2006M, Judul Artikel Fiqih Ta’ziyah oleh Muhammad As-Sunde. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta]
[Majalah Asy Syariah no. 31/III/1428 H/2007, hal. 89].
Sumber :
http://www.almanhaj.or.id/content/2014/slash/1
http://fadhlihsan.wordpress.com/2010/04/26/ucapan-bila-mendengar-seorang-kafir-meninggal/
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.