Bismillah,
Diriwayatkan dari Amir bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. keluar menemui para sahabatnya yang sedang bertengkar tentang takdir. Maka wajah beliau memerah seperti delima karena marah. Beliau bersabda, ‘Untuk inikah kalian diperintahkan atau untuk inikah kalian diciptakan? Kalian membenturkan sebagian dari Kitabullah dengan sebagian lainnya. Inilah yang membinasakan ummat-ummat sebelum kalian’.”
Abdullah bin Amr berkata, “Tidaklah aku berkeinginan untuk tidak hadir di majelis yang dihadiri Rasulullah sebagaimana aku tidak ingin hadir di majelis tersebut,” (Shahih ligharihi, HR Ibnu Majah [85]).
Diriwayatkan dari Amir bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. keluar menemui para sahabatnya yang sedang bertengkar tentang takdir. Maka wajah beliau memerah seperti delima karena marah. Beliau bersabda, ‘Untuk inikah kalian diperintahkan atau untuk inikah kalian diciptakan? Kalian membenturkan sebagian dari Kitabullah dengan sebagian lainnya. Inilah yang membinasakan ummat-ummat sebelum kalian’.”
Abdullah bin Amr berkata, “Tidaklah aku berkeinginan untuk tidak hadir di majelis yang dihadiri Rasulullah sebagaimana aku tidak ingin hadir di majelis tersebut,” (Shahih ligharihi, HR Ibnu Majah [85]).
Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, “Jika diperbincangkan tentang sahabatku maka hentikanlah, jika diperbincangkan tentang ilmu nujum maka hentikanlah, dan jika diperbincangkan tentang takdir, maka hentikanlah,” (Hasan, lihat kitab ash-Shahihah [34]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bersabda, ‘Tundalah perbincangan tentang takdir untuk seburuk-buruk umatku di akhir zaman’,” (ash-Shahihah [1124]).
PENJELASAN :
1. Larangan keras terlalu dalam membahas tentang masalah takdir. Wajib menahan diri ketika masalah itu diperbincangkan, karena perselisihan dalam masalah ini merupakan sifat seburuk-buruk ummat ini.
Ath-Thahawi berkata dalam kitab akidahnya, “Asas utama dalam masalah takdir adalah rahasia Allah Ta’ala pada makhluk-Nya. Tidak ada seorangpun yang mengetahuinya baik malaikat yang didekatkan maupun nabi yang diutus. Terlalu dalam dan asyik membahas masalah itu merupakan sebab kehinaan, tangga menuju hirman (tidam mendapat berkah) dan saluran menuju kejahatan. Maka sungguh berhati-hatilah dalam masalah tersebut baik meneliti, memikirkan ataupun ragu tentang takdir. Karena ALlah telah menutup masalah takdir atas para makhluk dan melarang mereka mencampurinya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, ‘Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.’ (QS. Al-Anbiyaa’: 23).
Maka barangsiapa bertanya, ‘Mengapa Allah melakukan ini? Sungguh dia telah menentang hukum Kitab. Dan barangsiapa menentang hukum Kitab maka ia termasuk orang-orang kafir’.”
Ath-Thahawi juga mengatakan, “Celakalah bagi orang yang menjadi lawan bagi Allah dalam masalah takdir. Membahas dan meneliti masalah ini akan merusak hati yang sakit. Sungguh ia telah mencari dengan ilusinya perkara ghaib yagn sangat rahasia. Dan dia akan menjadi orang yang berkata dusta dan dosa dalam masalah ini.”
2. Terlalu dalam membahasa masalah takdir termasuk perkara yang dapat memecah belah ummat menjadi berbagai aliran. Allah telah menunjuki para salaf dari ahli sunnah wal jama’ah, para pengikut ahli hadits kepada kebenaran dan al-haq. Dan telah dijelaskan secara terperinci tentang madzhab-madzhab firqah ini mana yang shahih dan mana yang sesat oleh al-Alamah Syaikhul Islam kedua Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam buku Syifaaul ‘Alil. Silahkan lihat karena ini adalah masalah yang penting.
[Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/393-421].
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.