Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



ADAKAH ZAKAT 2.5% PERBULAN? KOREKSI ATAS ZAKAT PROFESI/PENGHASILAN

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :



Istilah Zakat Profesi
Istilah zakat profesi adalah baru, sebelumnya tidak pernah ada seorang 'ulamapun yang mengungkapkan dari dahulu hingga saat ini, kecuali Syaikh Yusuf Qordhowy menuliskan masalah ini dalam kitab Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepada nash yang syar'i) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia ini.

Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu haul (berputar selama setahun) dan tanpa nishab (jumlah minimum yang dikenakan zakat).


Mereka mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian (pertanian). Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen. Disamping mereka mengqiyaskan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.

Simulasi cara perhitungan menurut (cara yang salah) kaidah Zakat profesi seperti di bawah ini :

Cara I (tidak memperhitungkan pengeluaran bulanan)

Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
Jika misalnya 1 gram emas == Rp 100.000
Nishab == Rp 85 gram
Harga nishab == Rp 8.500.000
Zakat Anda == 2,5% x Rp 24.000.000 == Rp 600.000,-

Cara II (memperhitungkan pengeluaran bulanan)

Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
Pengeluaran bulanan == Rp 1.000.000
Pengeluaran setahun == Rp 12.000.000
Sisa pengeluaran setahun == Rp 24.000.000 - 12.000.000 == Rp 12.000.000
Jika misalnya 1 gram emas == Rp 100.000
Nishab == Rp 85 gram
Harga nishab == Rp 8.500.000
Zakat Anda == 2,5% x Rp 12.000.000 == Rp 300.000,-

Zakat Maal (Harta) yang Syar'i
Sedangkan kaidah umum syar'I sejak dahulu menurut para 'ulama berdasarkan hadits Rasululloh sholallohu 'alaihi wassallam adalah wajibnya zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua kriteria, yaitu :

1. batas minimal nishab dan
2. harus menjalani haul (putaran satu tahun).

Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan dalil berikut :

[a] Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul" [Shahih Hadits Riwayat Abu Dawud].

20 dinar adalah 85 gram emas, karena satu dinar adalah 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung degan nilai nishab emas.

[b] Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Dan tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul" [Shahih Riwayat Abu Daud]

[c] Dari Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam).
"Barangsiapa mendapatkan harta maka tidak wajib atasnya zakat sehingga menjalani putaran haul" [Shahih dengan syawahidnya, Riwayat Tirmidzi]

Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab.

Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari'at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang.

[Lihat Taudhihul Al Ahkam 3/33-36, Subulusssalam 2/256-259, Bulughul Maram Takhrij Abu Qutaibah Nadhr Muhammad Al-faryabi 1/276/279]

Singkatnya simulasi cara perhitungan menurut kaidah yang syar'i yang benar adalah penghasilan kita digunakan untuk kebutuhan kita, kemudian sisa penghasilan itu kita simpan/miliki yang jumlahnya telah mencapai nishab emas yakni 85 gram emas dan telah berlalu selama satu tahun (haul), berarti harta tersebut terkena zakat dan wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5% dari harta tersebut. Sedangkan jika penghasilan kita kadang tersisa atau kadang pula tidak, maka untuk membersihkan harta Anda adalah dengan berinfaq, yang mana infaq ini tidak mempunyai batasan atau ketentuannya.

Contoh perhitungan yang benar :
Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
Sisa pengeluaran setahun setelah dikurangi pengeluaran == Rp 5.000.000
Nishob 85 gram emas == Rp 8.500.000

Maka Anda tidak terkena kewajiban zakat, karena harta di akhir tahun belum mencapai nishab emas 85 gram tersebut.

Atau
Gaji sebulan == Rp 5.000.000
Gaji setahun == Rp 60.000.000
Sisa pengeluaran setahun == Rp 10.000.000
Nishob 85 gram emas == Rp 8.500.000

Maka Anda terkena kewajiban zakat, karena harta di akhir tahun telah mencapai nishab emas 85 gram tersebut. Kemudian tunggu harta kita yang tersisa sebesar Rp 10.000.000,- tersebut hingga berlalu 1 tahun. Kemudian baru dikeluarkan zakat tersebut sebesar 2.5 % x Rp 10.000.000,- == Rp 250.000,- pada tahun berikutnya.

Zakat Profesi Bertentangan dengan Zakat Maal (Harta) Oleh karena itu ditinjau dari dalil yang syar'i maka istilah zakat profesi bertentangan dengan apa yang pernah dicontohkan oleh Rasululloh sholallohu 'alaihi wassallam, dimana antara lain adalah :

1. Penolakan beliau (Yusuf Qardhawi) akan adanya haul. Haul yaitu bahwa zakat itu dikeluarkan apabila harta telah berlalu (kita miliki -pen) selama 1 tahun. Padahal telah datang sejumlah hadits yang menerangkan tentang haul. Namun hadits-hadits ini dilemahkan menurut pandangan Syaikh Yusuf Qardhawi dengan alasan-alasan yang lemah (tidak kuat alasan pendha'ifannya). Karena hadits itu memiliki beberapa jalan dan syawahid.

Oleh karena penolakan ini, maka menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, apabila seseorang menerima gaji (rejeki) melebihi nisab (batasan) zakat, maka wajib dikeluarkan zakatnya.

2. Dari penolakan haul ini (karena dianggap bahwa tidak ada haul), maka Syaikh Yusuf Qardhawi mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian. Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen.

Hal ini merupakan pengqiyasan yang salah. Karena qiyas dilakukan karena beberapa sebab salah satunya apabila tidak ada dalil yang menerangkan hukumnya. Padahal (sebagaimana yang telah disampaikan secara singkat), terdapat sejumlah hadits dan atsar para sahabat (dalil-dalil) yang menjelaskan mengenai haul. Kemudian jikapun benar dapat diqiyaskan dengan biji-bijian (pertanian), maka kita harus konsekuen dengan kebiasaan yang umum berlaku dalam masalah panen biji-bijian :

a. Dimana hasil biji-bijian baru dipanen setelah berjalan 2-3 bulan, berarti zakat profesi juga semestinya dipungut dengan jangka waktu antara 2-3 bulan, tidak setiap bulan !

b. Dimana hasil biji-bijian akan dikenakan zakat 5 %, maka seharusnya zakat profesi juga harus dikenakan sebesar 5 %, tidak dipungut 2.5 % !

3. Penolakan dengan akal (bukan dengan dalil). Bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya. Hujjah (alasan) ini tidak ilmiah sama sekali dan tidak ada artinya. Karena dalam masalah ibadah, kita harus mengikuti dalil yang jelas dan shahih. Dengan demikian tidak perlu dibantah (karena Allah memiliki hikmah tersendiri dari hukum-hukum-Nya seperti berfikir dengan akal bahwa "kenapa warisan untuk wanita lebih rendah?", "mengapa air seni yang najis hanya disucikan dengan air bersih, sedangkan air mani yang suci harus disucikan dengan mandi janabah?", "mengapa orang yang mencuri harus dipotong tangannya sebatas lengan, sedangkan orang yang muhson (telah menikah) harus dirajam bukannya dipotong alat kemaluannya?", dan masih banyak lagi hal yang tidak bisa hanya mengandalkan akal kita yang terbatas untuk mengkaji hikmah ilmu dan kemulian Alloh Azza wa Jalla.

Hal ini, ketika sampai di Indonesia, ada sebagian orang yang berlebihan dalam menghitungnya. Misalkan 1 bulan gaji == 1 Juta, maka 12 bulan gaji == 12 Juta. Maka ini telah sampai nisab, lalu dihitung berapa zakat yang harus dikeluarkan.

Hal ini adalah salah karena tidak ada haul. Selain itu, kita tidak mengetahui masa yang akan datang kalau dia dipecat, atau rezekinya berubah. Atau kita balik bertanya, mengapa pertanyaannya hanya petani, apakah jika petani membayar zakat, lantas pekerja profesi tidak bayar zakat ? Padahal mereka tetap diwajibkan membayar zakat, dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.

4. Syaikh Yusuf Qordhowi mengemukakan dalam suatu zaman Umar bin Abdul Aziz bahwa sebagian pegawai diambil gajinya 2,5% sebagai zakat.

Hal ini merupakan salah paham terhadap dalil atau atsar. Karena yang diambil itu harta yang diperkirakan sudah mencapai 1 haul. Yakni pegawai yang sudah bekerja (paling tidak) lebih dari 1 tahun. Lalu agar mempermudah urusan zakatnya, maka dipotonglah gajinya 2,5%. Jadi tetap mengacu kepada harta yang sudah melampaui mencapai nishob dan telah haul 1 tahun saja dari gaji pegawai tersebut.

Kemudian jika dilontarkan suatu syubhat : "Bagaimana bisa mencapai batas nishab jika gaji yang kita peroleh selalu habis kita belanjakan untuk kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan yang sifatnya konsumtif seperti barang elektronik dan lain-lain?"

Hukum syar'I tetaplah hukum yang berlaku sepanjang zaman, yakni zakat harta harus tetap memenuhi syarat nishab. Bila gaji itu dibelanjakan, dan sisanya tidak memenuhi nishab, maka harta itu belum wajib dikeluarkan zakatnya. sebagaimana hadis: "Kamu tidak memiliki kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul" (Shahih,HR. Abu Dawud)

Lantas kapan zakatnya bila sisa gaji itu tidak pernah mencapai nishab?

Jawabnya: Tidak wajib zakat pada harta yang tidak cukup nishab. Nasehatnya adalah, bila kita merasa mampu berzakat dengan sisa uang gaji yang sedikit, maka hendaknya disalurkan dengan bentuk shadaqoh (yang sunnah).

Alangkah beratnya agama ini bagi orang lain yang sama kondisi ekonominya dengan kita namun dia memiliki banyak keperluan yang harus dia belanjakan untuk keluarganya, bila zakat harta itu tidak memperhitungkan kewajiban nishab.

Biarlah kita yang masih gemar berinfaq ini, menyalurkannya dengan bentuk shadaqoh yang sunat terhadap harta yang belum mencapai nishab tersebut. Tapi jangan sekali-kali mengubah hukum dari yang tidak wajib menjadi wajib, karena ini akan memberatkan kaum muslimin secara umum. Mungkin bagi kita tidak berat, tapi orang lain ?.
Sungguh telah binasa umat terdahulu karena mereka melampaui batas dalam agama.

Salah satu dari sekian banyak hikmah adanya syarat nishab adalah agar harta kaum muslimin itu terus berputar dalam perbelanjaan mereka, dan tidak mengendap dalam jumlah yang besar pada satu atau beberapa orang. Ini akan akan berdampak jumlah uang beredar akan menjadi sedikit, kesenjangan semakin meningkat, dan lain-lain.

Bila seseorang itu memiliki harta dia boleh:
1. membelanjakan dijalan yang halal untuk keluarganya,
2. atau Mengusahakan harta itu dengan permodalan (misalnya mudharabah dll)
3. atau Mengeluarkan zakat bila telah terpenuhi syarat-syaratnya
4. atau Menabungnya bila belum terpenuhi syarat-syaratnya, agar kemudian bisa dikeluarkan zakatnya
5 Atau dia shadaqohkan/berinfaq (sunnah hukumnya)

Oleh karena itu memperhitungkan gaji semata dalam satu tahun tanpa memperhitungkan bentuk harta yang lainnya adalah cara yang keliru dalam menghitung zakat maal. Zakat termasuk dalam ibadah, dan kaidah dalam menjalankan ibadah adalah menjalankan segala perintah yang dituntunkan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. Dalam hal ini
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak memberikan contoh ataupun tuntunan dalam memperhitungkan zakat maal dalam penghasilan semata.

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan bahwa zakat barang tambang yang wajib dizakatkan adalah emas dan perak, sedangkan tanaman yang wajib zakat adalah gandum, sya'ir, kurma, dan zabib, dan tidak ada satupun Riwayat dari Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bahwa harta penghasilan adalah harta wajib zakat.
Jadi tidak ada dalil yang menerangkannya. Hitunglah berapa penghasilan kita dalam satu tahun lantas dikurangi pengeluaran itulah harta yang tersisa dalam dalam satu tahun, bandingkan dengan nishab emas 85 gram, bila sama atau melebihinya maka wajib zakat, jika tidak maka tidak perlu zakat, namun dengan bershadaqah juga dapat membersihkan harta. Wallahu a'lam.
__________________________

Fatwa-fatwa Seputar Permasalahn Zakat Profesi

Soal :
Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun) ?

Jawab:
Bukanlah hal yg meragukan, bahwa diantara jenis harta yang wajib di zakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan diantara syarat wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu, ialah bila sudah sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yg lain, sementara sudah memenuhi haul, maka wajib untuk dizakatkan.

Zakat gaji ini tidak bisa diqiyaskan dgn zakat hasil bumi. Sebab persyaratan haul (satu tahun) ttg wajibnya zakat bagi dua mata uang merupakan persyaratan yg sudah jelas berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka tidak ada lagi qiyas. Berdasarkan itu, maka tidaklah wajib zakat bagi uang dari gaji pegawai sebelum memenuhi haul.

Soal :
Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yg mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan lainnya kadang masih tersisa sedikit yg tersimpan untuk keperluan mendadak (tak terduga). Bagaimana cara orang ini membayarkan zakatnya ?

Jawab:
Seorang muslim yg dapat terkumpul padannya sejmlah uang dari gaji bulannanya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi haul, bila uang yg terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri, ataupun ketika digabungkan dgn uang lain, atau dgn barang dagangan miliknya yg wajib dizakati.

Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yg terkumpul padanya memnuhi haul, dgn niat membayarkan zakatnya di muka, maka hal itu merupakan hal yg baik saja. Insya Alah. wallahu 'alam, semoga bermanfaat.
___________________________________________

FATWA-FATWA SEPUTAR ZAKAT

Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil : Syaikh abdur Razaq afifi
Anggota : Syaikh Abdullah Bin Ghudayyan, Abdullah Bin Mani

Pertanyaan pertama :
Seorang pegawai setiap bulan menyisakan gajinya dengan jumlah yang berbeda, satu bulan dia menyisakan sedikit dan bulan yang lain banyak, maka uang yang pertama sudah sampai satu tahun dan yang lain belum cukup satu tahun, sedangkan dia tidak tahu berapa banyak dia menyisakannya setiap bulan, bagaimana cara dia membayarkan zakatnya ?

Pertanyaan kedua :
Pegawai yang lain menerima gaji bulanan, dan dia selalu meyimpan langsung di money box setiap kali dia menerima gaji. Dia mengambil dari box setiap hari dengan waktu yang berbeda untuk nafkah keluarganya serta kebutuhan sehari hari dengan jumlah yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Maka bagaimana cara menghitung haul (hitungan satu tahun) dari uang yang tersimpan di money box tersebut ? Bagaimana cara mengeluarkan zakat dengan keadaan begini, sedangkan seluruh uang yang tersimpan belum sampai satu tahun ?

Jawaban :
Soal yang pertama dan yang kedua isinya sama, dua soal tersebut juga mempunyai contoh-contoh yang sama, maka Lajnah (Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa Saudi) berpandangan harus menjawabnya dengan jawaban yang sempurna supaya mamfaatnya lebih besar, Yaitu :

Barang siapa yang memiliki nishob dari uang, setelah itu dia memiliki nishob dari uang yang lain pada waktu yang berbeda, bukan keuntungan dari uang yang pertama, dan tidak juga diambil dari uang yang pertama. Akan tetapi uang itu tersendiri, seperti seorang pegawai menyisakan (menabungkan) gajinya, atau seperti harta warisan, hadiah atau sewaan rumah. Maka apabila pemilik uang itu tomak untuk mengumpulkan hak miliknya atau dia tomak untuk tidak mengeluarkan sedekah dari hartanya untuk orang yang berhak menerimanya kecuali sekedar kewajibannya dari membayar zakat, maka dia harus membuat jadual hitungan penghasilannya. Setiap jumlah uang (gaji), hitungan haulnya tersendiri, dimulai dari hari dia memiliki uang tersebut. Setiap jumlah uang itu dikeluarkan zakatnya dengan tersendiri, setiap kali sampai satu tahun dari tanggal dia memilikinya.

Apabila dia ingin senang dan menempuh jalan toleransi, serta jiwanya senang untuk mempedulikan keadaan fakir miskin dan yang lainnya; dari orang-orang yang berhak menerima zakat, maka dia mengeluarkan zakar seluruh yang dia miliki dari uang tersebut, tatkala nishob yang pertama dari hartanya itu sudah sampai satu tahun.

Cara yang demikian lebih besar pahalanya, dan lebih tinggi kedudukannya, dan lebih menyenangkannya, serta lebih terjaga hak-hak fakir miskin dan lainnya. Dan apa yang dia lebihkan dari yang diwajibkan kepadanya dari hitungan zakat, dia niatkan untuk sedekah, berbuat baik, sebagai tanda syukurnya kepada Allah atas nikmat serta pemberian Allah yang banyak. Dan dia juga mengharapkan agar Allah subhanah lebih melimpahkan karunia-Nya kepada beliau, sebagaimana firman Allah :

"Jika seandainya kalian bersyukur maka niscaya Saya akan menambah kalian (akan nikmatKu)". (Q.S.14;7).
Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq.

__________________________________________

Sumber fatwa : "Fatawa lilmuazhofin wal 'ummal", oleh Lajnah Daimah, hal; 75-77.

Tanya :
Seseorang yang pendapatannya hanya bersandar pada gaji bulanan. Dia membelanjakan sebagiannya dan menabungkan sebagiannya yang lain, bagaimana dikeluarkan zakat harta ini ?

Jawab:
Baginya harus memastikan dengan mencatat berapa yang dia simpan dari gaji bulanannya kemudian membayar zakatnya jika telah mencapai haul. Semua simpanan bulanan dibayar zakatnya jika telah berlalu satu haul. Apabila dia menzakati seluruhnya karena mengikuti bulan pertama maka tidak mengapa baginya (untuk membayar zakatnya, pent)
dan baginya pahala atasnya, dan zakat itu teranggap disegerakan dari tabungan yang belum mencapai haul. Dan tidak ada larangan untuk menyegerakan zakat, jika muzakki memandang adanya maslahat pada yang demikian, adapun mengakhirkannya (menunda) setelah sempurna satu haul, tidak boleh kecuali karena udzur syar'i seperti (khwatir) terfitnah harta atau kefaqiran.

__________________________________________

[Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah]


Pertanyaan :
Gaji saya sebesar 8000 real, kebanyakan uang tersebut setiap bulannya tidak tersisa kecuali hanya sedikti saja. Apakah uang tersebut masih wajib zakat. Kami mengharapkan jawaban tentang tata cara membayar zakat dari gaji bulanan, karena hal ini menjadi masalah yang hampir mengena setiap orang ?

Jawab :
Tidak ada zakat pada harta tersbut sampai berlalu atasnya satu haul. Maka apabila gaji tersebut digunakan untuk nafkah (keluraga) tidak ada zakat atasnya. Apabila engkau menyimpan harta tesebut sampai nisab, maka wajib atasmu untuk membayar zakat harta simpanan tersebut apabila telah melewati masa haul. Maka apabila telah mencapai satu haul pada setiap bagian harta, wajib dikeluarkan zakatnya.

Sebagai contoh jika engkau menabung uang 2000 real di bulan Muharram tahun 1415 H maka engkau harus menzakatinya pada Muharam 1416 H (tahun berikutnya), selanjutnya di bulan Shafar tahun depan engkau membayar zakat terhadap harta yang disimpan di bulan Shafar tahun sebelumnya, kemudian bulan Rabi'ul Awal tahun berikutnya begitu seterusnya, artinya engkau menzakati harta yang ditabung setiap bulannya pada tahun berikutnya. Akan tetapi apabila engkau melewati suatu bulan (bulan yang wajib zakat padanya) dalam keadaan tidak menabung sedikitpun, atau engkau menginfaqkan uang tabungan tersebut, maka tidak ada zakat atasmu di bulan tersebut.

Dan jika ada kesulitan atau merasa berat (dengan berbagai sebab) dalam menetapkan besarnya zakat, maka boleh baginya untuk menyegerakan penghitungan zakat dengan menjadikan satu bulan tertentu untuk menghitung zakat yang engkau simpan di setiap tahunya, yaitu dengan menghitung pada bulan sebelumnya dan dikelurkan zakatnya pada bulan itu untuk tiap tahunnya. (Karena biasanya penutupan buku di akhir bulan, sehingga penghitungan di bulan yang harusnya dia mengelurkan zakat adalah hasil data bulan sebelumnya, pent)

Seandainya engkau jadikan bulan Ramadhan sebagai bulan dikeluarkannya zakat, maka engkau keluarkan zakat harta yang telah kau simpan sejak bulan Sya'ban, Rajab, Jumadil Akhir dan seterusnya sebelum masuk satu haul. Karena menyegerakan zakat boleh jika ada suatu hajat.
____________________________________________________

FATWA SYAIKH AL JIBRIN

Diambil dan diterjemahkan dari : http://www.ibn-jebreen.com

Saya telah sering mendengar dan membaca artikel tentang zakat profesi, yang mana pada umumnya menyatakan bahwa "Tidak ada zakat atas harta (uang dari gaji yang diterima tiap bulan) kecuali harta tersebut disimpan dan telah memasuki masa haul serta memenuhi nishabnya". Kalau uang gaji tiap bulan habis (baca: tidak ada yang bisa ditabung) dipakai untuk pemenuhan nafkah keluarga maka tidak ada zakat atas gaji tersebut.

Masalahnya adalah berapapun besarnya gaji yang diterima, jika seseorang berkehendak untuk menghabiskannya, maka akan habislah uang tersebut, sehingga setiap dilakukan perhitungan zakat akan tidak pernah mencapai nishab. Kalau memang demikian maka berarti bahwa zakat profesi tidak tergantung dari berapa besarnya gaji yang diterima tiap bulan, melainkan tergantung dari bagaimana gaya hidup seseorang.

Jika orang tersebut hemat dan rajin menabung, walaupun gajinya mungkin kecil, tetapi setelah dilakukan perhitungan zakat, mungkin harus membayar zakat karena memang sudah mencapai masa haul dan memenuhi nishabnya.Sebaliknya jika orang tersebut bergaya hidup konsumtif (konsumtif tidak berarti mewah), walaupun gajinya besar, tetapi setiap tahunnya mungkin tidak mempunyai harta yang memenuhi nishab zakat sehingga dia tidak perlu mengeluarkan zakat.

Pertanyaannya adalah:
* Apakah memang begitu (tidak kena zakat kalau tidak mempunyai harta simpanan yang memenuhi nishab) ?
* Apakah ada batasan minimum nafkah keluarga, sehingga walaupun tidak mempunyai harta yang memenuhi nishab, tetapi tetap kena kewajiban membayar zakat sebab gaya hidupnya konsumtif ?
* Jika dikeluarkan zakat 2.5% dari gaji kotor bulanan (tanpa memandang pehitungan haul dan nishab) apakah hal ini termasuk zakat atau infaq/shodaqah ?
* Jika mempunyai harta yang memenuhi nishab tetapi kemudian habis (karena suatu kebutuhan keluarga) sebelum masa haulnya datang, apakah keadaan ini menyebabkan seseorang tersebut tidak diwajibkan membayar zakat ?

Sekian dulu, mohon penjelasan.

Jawab :
Bismillah : Ya, jika sesorang tidak memiliki harta zakat atau memilikinya tapi tidak mencapai nishob maka tidak wajib mengeluarkannya, kewajiban itu dikaitkan dengan harta, manakala ada harta maka wajib zakat dan tatkala tiada maka tidak wajiab zakat, dan zakat tidak dikaitkan dengan cara hidup seseorang karena cara hidup itu sesuatu yang nisbi kebutuhan hidup orang kaya tentu tidak sama dengan orang sederhana, orang kaya membutuhkan lebih banyak
kebutuhannya, dan itu kita rasakan secara fitrah. Begitu pula orang yang kehidupannya sederhana, tentu dia membutuhkan lebih sedikit dari orang kaya, jadi tidak bisa kewajiban zakat itu dikaitkan dengan cara hidup seseorang. Yang benar adalah dikaitkan dengan kekayaan yang tersisa dari kebutuhannya, baik kekayaan tersebut dimiliki oleh orang kaya atau yang hidupnya sederhana.

Mengenai kewajiban memberi nafkah, -wallahua'lam- ia memberikan nafkah minimal pada kebutuhan-kebutuhan daruratnya. Tapi ingat sekali lagi bahwa zakat itu tidak Allah ta'ala wajibkan kecuali jika telah mencapai nishob sebagai mana terdapat dalam hadits-hadits Nabi sollallahualai wasallam. Ini adalah ketetapan syari'at ini dan ini adalah rahmat Allah kepada manusia dimana Allah tidak mewajibkan mengeluarkan zakat kecuali jika memang sudah lebih dari kebutuhanya.

Mengenai pertanyaan ketiga, ini adalah shodaqoh bukan zakat dan hendaknya ia menyadari bahwa ini adalah aturan untuk dirinya saja idak bisa ia mewajibkan ini untuk orang lain . Dan ini tidak menggugurkan dia dari kewajiban zakat jika nanti mencapai syarat- syaratnya.

Mengenai pertanyaan keempat , jawabnya ; Ya, jika harta itu habis, tapi jika masih tersisa walaupun sedikit kemudian di akhir haul mencapai nishob lagi maka masih berkewajiban menunaikan zakat.
___________________________________________________

[Dewan Syariah ZIS Online]

Pertanyaan Pertama :
Dari keterangan tentang Zakat profesi/pendapatan yang ana simak dari Index Konsultasi masalah Zakat, bahwasananya wajib zakat profesi/pendapatan itu apabila kita memliki harta lebih dari kebutuhan pokok kita kemudian telah mencapai nishob dan haul.
Yang ana tanyakan apakah ada zakat profesi yang dikeluarkan dari pendapatan per bulannya (tidak sampai haul), karena ditempat kerja ana lagi berkembang tentang Zakat profesi, kalau ada bisakah disertakan dalilnya..? ( Evi Firmansyah / Batam / Indonesia / 228 )

Jawaban :
Dengan ini kami menerangkan bahwa ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal kewajiban zakat profesi atau penghasilan, namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan tidak ada zakat profesi tersebut, karena tidak memenuhi syarat-syarat wajib zakat, yang dimaksud dengan syarat-syarat wajib zakat adalah :

1. Harta yang wajib dizakati adalah harta yang sudah sampai nishab yaitu harta yang dimiliki itu telah mencapai sekuarang-kurangnya 85 gram murni atau seharganya, maka jika harta itu kurang dari seharga 85 gram emas murni maka tidak wajib dizakati.
2. Harta itu harus sudah dimiliki selama 1 tahun dan selama satu tahun tersebut tidak pernah berkurang dari nishabnya, jika berkurang maka penghitungannya dimulai ketika harta itu mencapai nishabnya, contoh; saudara pada tanggal 1 Januari 2001 mempunyai uang seharga 85 gram emas, namun pada dua bulan kemudian uang itu berkurang sehingga menjadi seharga 60 gram emas, maka penghitungan nishabnya dimulai kembali jika uang yang saudara miliki telah mencapai 85 gram, dan harta yang sebelum perhitungan baru ini tidak wajib zakat.
3. Harta yang dimiliki adalah milik penuh (tidak ada hutang, dll)
4. Harta tersebut kelebihan dari kebutuhan pokok.

Maka berdasarkan syarat-syarat diatas, harta yang dihasilkan dari profesi tidak wajib zakat, karena tidak memenuhi syarat pertama, terlebih kalau penghasilannya tidak mencapai seharga 85 gram emas murni. Jadi, sebagaimana pengakuan anda bahwa hal itu belum sampai haul sedangkan sampainya haul merupakan salah satu syarat wajib tersebut maka tidak wajib dizakati. Wallahu a'lam.

Pertanyaan Kedua :
Mohon penjelasan tentang. zakat pendapatan/profesi. Kalau zakat pendapatan itu dilaksanakan, bagaimana mekanismenya ?.Apakah harus setiap bulan atau setahun ? Dan apakah dihitung masih kotor atau sudah bersih? Dan apakah dalam prosentasi pemotongan/pembayaran zakat ada istilah 2.5%: 2% ; 1.5% : 1% atau 0.5%.
Wassalam. ( Rizal )

Jawaban :
Zakat profesi adalah harta yang dikeluarkan dari harta yang dihasilkan oleh pekerjaan kita seperti, dokter, dosen, pegawai negeri dll.

Perlu saudara ketahui bahwa kewajiban mengeluarkan zakat mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :

Harta yang wajib dizakati adalah :
a. Pertama : harta yang sudah mencapai nishabnya (baca: nisob yaitu batas minimal harta yang harus dizakati, jika harta itu berupa uang maka nishabnya adalah seharga 85 gram emas murni),
b. Kedua : harta itu merupakan milik sempurna si wajib zakat ( bebas dari hutang ),
c. Ketiga : harta tersebut kelebihan dari kebutuhan pokok.
d. keempat : harta tersebut sudah haul (setahun dimiliki).

Maka beredasarkan syarat-syarat di atas maka kami berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat terhadap harta yang dihasilkan dari profesi, dan apabila harta yang saudara dapatkan dari pekerjaan tersebut sudah satu tahun saudara miliki dan memenuhi syarat-syarat di atas maka saudara wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % dan diberikan kepada faqir miskin yang paling dekat dengan saudara, atau golongan lain yang berhak yang tersebut dalam surat at-Taubah : 60.

Sebagai contoh : pada tanggal 1 januari 2000 anda mempunyai uang lebih dari harga emas 85 gram, maka pada tanggal 1 januai 2001, anda harus mengeluarkan zakatnya 2,5 %, dengan catatan selama setahun tersebut simpanan anda tidak pernah kurang dari nilai 85 gram emas. Namun apabila misalnya anda pada bulan pebruari 2000 mempunyai kebutuhan yang mengharuskan untuk mengambil simpanan anda sehingga simpanan anda menjadi kurang dari nishab, maka hitungan haulnya gugur. Artinya pada bulan januari 2001 anda tidak wajib zakat.
Pendek kata, seseorang baru wajib membayar zakat apabila uang yang mencapai nishab tersebut sudah berumur setahun penuh dan tidak pernah kurang dari nishab. Wallahu 'alam

[Transkrip catatan tanya-jawab dalam suatu kajian on-line]

____________________________


Berikut ini adalah tanya jawab seputar adakah Zakat Profesi yang bersumber dari link :


Pertanyaan:

Bismillaahirrahmaanirrahiim...
Assalamu Alaikum Warohmatulloohi wabarokatuh...
Alhamdulillaah wa Shalatu wassalaammu 'alaa Rosulillaah...

Ustadz yang semoga Allah senantiasa menjagamu...

Tadi pagi saya ditanya atasan saya perihal Hukum Zakat Profesi:

1. Apakah Ijtihad/Qiyas yang dipakai oleh ulama yang membolehkan Zakat Profesi itu bisa dijadikan dalil untuk diamalkan? di Perusahaan saya sudah lama diberlakukan zakat profesi ini dengan cara potong gaji tiap bulannya berdasarkan kesepakatan sebelumnya, ada yang mau dan ada pula yang tidak mau dipotong gajinya.
2. Terus adakah buku yang bagus yang khusus menjelaskan Zakat Profesi ini!?

- Akh Hasan


Jawaban:

[1]
Zakat yang diwajibkan untuk dipungut dari orang-orang kaya telah dijelaskan dengan gamblang dalam banyak dalil. Dan zakat adalah permasalahan yang tercakup dalam kategori permasalahan ibadah, dengan demikian tidak ada peluang untuk berijtihad atau merekayasa permasalahan baru yang tidak diajarkan dalam dalil. Para ulama' Dari berbagai mazhab telah menyatakan:

الأَصْلُ فِي العِبَادَاتِ التَّوقِيفُ

"Hukum asal dalam permasalahan ibadah adalah tauqifi alias terlarang."

Berdasarkan kaedah ini, para ulama' menjelaskan bahwa barangsiapa yang membolehkan atau mengamalkan suatu amal ibadah, maka sebelumnya ia berkewajiban untuk mencari dalil yang membolehkan atau mensyari'atkannya. Bila tidak, maka amalan itu terlarang atau tercakup dalam amalan bid'ah:

مَنْ عَمِلَ عَمَل لَيْسَ عَلَيهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ رواه مسلم

"Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan itu tertolak." (Riwayat Muslim)

Coba anda renungkan: Zakat adalah salah satu rukun Islam, sebagaimana syahadatain, shalat, puasa, dan haji. Mungkinkah anda dapat menolerir bila ada seseorang yang berijtihad pada masalah-masalah tersebut dengan mewajibkan sholat selain sholat lima waktu, atau mengubah-ubah ketentuannya; subuh menjadi 4 rakaat, maghrib 5 rakaat, atau waktunya digabungkan jadi satu. Ucapan syahadat ditambahi dengan ucapan lainnya yang selaras dengan perkembangan pola hidup umat manusia, begitu juga haji, diadakan di masing-masing negara guna efisiensi dana umat dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan umat. Dan puasa ramadhan dibagi pada setiap bulan sehingga lebih ringan dan tidak memberatkan para pekerja pabrik dan pekerja berat lainnya.

Mungkinkah anda dapat menerima ijtihad ngawur semacam ini? Bila anda tidak menerimanya, maka semestinya anda juga tidak menerima ijtihad zakat profesi, karena sama-sama ijtihad dalam amal ibadah dan rukun Islam.

Terlebih-lebih telah terbukti dalam sejarah bahwa para sahabat nabi dan juga generasi setelah mereka tidak pernah mengenal apa yang disebut-sebut dengan zakat profesi, padahal apa yang disebut dengan gaji telah dikenal sejak lama, hanya beda penyebutannya saja. Dahulu disebut dengan al 'atha' dan sekarang disebut dengan gaji atau raatib atau mukafaah. Tentu perbedaan nama ini tidak sepantasnya mengubah hukum.

Ditambah lagi, bila kita mengkaji pendapat ini dengan seksama, maka kita akan dapatkan banyak kejanggalan dan penyelewengan. Berikut sekilas bukti akan kejanggalan dan penyelewengan tersebut:

1. Orang-orang yang mewajibkan zakat profesi meng-qiyaskan (menyamakan) zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, tanpa memperdulikan perbedaan antara keduanya. Zakat hasil pertanian adalah 1/10 (seper sepuluh) dari hasil panen bila pengairannya tanpa memerlukan biaya, dan 1/20 (seper dua puluh), bila pengairannya membutuhkan biaya. Adapun zakat profesi, maka zakatnya adalah 2,5 %, sehingga qiyas semacam ini adalah qiyas yang benar-benar aneh dan menyeleweng. Seharusnya qiyas yang benar ialah dengan mewajibkan zakat profesi sebesar 1/10 (seper sepuluh) bagi profesi yang tidak membutuhkan modal, dan 1/20 (seper dua puluh), tentu ini sangat memberatkan, dan orang-orang yang mengatakan ada zakat profesi tidak akan berani memfatwakan zakat profesi sebesar ini.

2. Gaji diwujudkan dalam bentuk uang, maka gaji lebih tepat bila diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, karena sama-sama sebagai alat jual beli, dan standar nilai barang.

3. Orang-orang yang memfatwakan zakat profesi telah nyata-nyata melanggar ijma'/kesepakatan ulama' selama 14 abad, yaitu dengan memfatwakan wajibnya zakat pada gedung, tanah dan yang serupa.

4. Gaji bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia secara umum dan umat Islam secara khusus, keduanya telah ada sejak zaman dahulu kala. Berikut beberapa buktinya:

Sahabat Umar bin Al Khatthab radhiallahu 'anhu pernah menjalankan suatu tugas dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu iapun di beri upah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Pada awalnya, sahabat Umar radhiallahu 'anhu menolak upah tersebut, akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: "Bila engkau diberi sesuatu tanpa engkau minta, maka makan (ambil) dan sedekahkanlah." (Riwayat Muslim)

Seusai sahabat Abu Bakar radhiallahu 'anhu dibai'at untuk menjabat khilafah, beliau berangkat ke pasar untuk berdagang sebagaimana kebiasaan beliau sebelumnya. Di tengah jalan, beliau berjumpa dengan Umar bin Al Khatthab radhiallahu 'anhu, maka Umarpun bertanya kepadanya: "Hendak kemanakah engkau?" Abu Bakar menjawab: "Ke pasar." Umar kembali bertanya: "Walaupun engkau telah mengemban tugas yang menyibukkanmu?" Abu Bakar menjawab: "Subhanallah, tugas ini akan menyibukkan diriku dari menafkahi keluargaku?" Umarpun menjawab: "Kita akan meberimu secukupmu." (Riwayat Ibnu Sa'ad dan Al Baihaqy)

Imam Al Bukhary juga meriwayatkan pengakuan sahabat Abu Bakar radhiallahu 'anhu tentang hal ini:

لقد عَلِمَ قَوْمِي أَنَّ حِرْفَتِي لم تَكُنْ تَعْجِزُ عن مؤونة أَهْلِي وَشُغِلْتُ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَسَيَأْكُلُ آلُ أبي بَكْرٍ من هذا الْمَالِ وَيَحْتَرِفُ لِلْمُسْلِمِينَ فيه.

"Sungguh kaumku telah mengetahui bahwa pekerjaanku dapat mencukupi kebutuhan keluargaku, sedangkan sekarang, aku disibukkan oleh urusan umat Islam, maka sekarang keluarga Abu Bakar akan makan sebagian dari harta ini (harta baitul maal), sedangkan ia akan bertugas mengatur urusan mereka." (Riwayat Bukhary)

Ini semua membuktikan bahwa gaji dalam kehidupan umat islam bukanlah suatu hal yang baru, akan tetapi, selama 14 abad lamanya tidak pernah ada satupun ulama' yang memfatwakan adanya zakat profesi atau gaji. Ini membuktikan bahwa zakat profesi tidak ada, yang ada hanyalah zakat mal, yang harus memenuhi dua syarat, yaitu hartanya mencapai nishab dan telah berlalu satu haul (tahun).

Oleh karena itu ulama' ahlul ijtihaad yang ada pada zaman kita mengingkari pendapat ini, diantara mereka adalah Syeikh Bin Baz, beliau berkata: "Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci: Bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib di zakati." (Maqalaat Al Mutanawwi'ah oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz 14/134. Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, Majmu' Fatawa wa Ar Rasaa'il 18/178.)

Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:

"Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa di antara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi; karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil, maka tidak boleh ada qiyas. Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga berlalu satu tahun (haul)." (Majmu' Fatwa Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia 9/281, fatwa no: 1360)

Sebagai penutup tulisan singkat ini, saya mengajak pembaca untuk senantiasa merenungkan janji Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ. رواه مسلم

"Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta kekayaan." (Muslim)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka saya mengusulkan agar anda mengusulkan kepada perusahaan anda atau atasan anda agar menghapuskan pemotongan gaji yang selama ini telah berlangsung dengan alasan zakat profesi. Karena bisa saja dari sekian banyak yang dipotong gajinya belum memenuhi kriteria wajib zakat. Karena harta yang berhasil ia kumpulkan/tabungkan belum mencapai nishab. Atau kalaupun telah mencapai nishab mungkin belum berlalu satu tahun/haul, karena telah habis dibelanjakan pada kebutuhan yang halal. Dan kalaupun telah mencapai satu nishab dan telah berlalu satu haul/tahun, maka mungkin kewajiban zakat yang harus ia bayarkan tidak sebesar yang dipotong selama ini. Wallahu ta'ala a'alam bis showaab.

[2]
Berdasarkan jawaban pertama, maka tidak perlu anda mencari buku-buku atau tulisan-tulisan yang membahasa masalah zakat profesi. Cukuplah anda dan juga umat Islam lainnya mengamalkan zakat-zakat yang telah nyata-nyata disepakati oleh seluruh ulama' umat islam sepanjang sejarah. Dan itu telah dibahas tuntas oleh para ulama' kita dalam setiap kitab-kitab fiqih. Wallahu a'alam bisshawab.

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
_______________________

Kemudian untuk sekilas tanya jawab rekaman kajian mp3 tentang adakah zakat profesi/penghasilan 2.5% perbulan, dapat di download atau di dengarkan di link ini :

"Adakah Zakat Profesi Ust Abu Karimah.mp3"
____________

Demikian permasalahan seputar Zakat Profesi serta pertentangannya dengan perhitungan Zakat Maal (harta) yang syar'i. Kita berharap, mudahan-mudahan 'CATATAN ATAS ZAKAT PROFESI', permasalahannya menjadi jelas dan gamblang, bahwa segala sesuatu walau niatnya baik tapi caranya tidak didukung dengan dalil yang shahih juga contoh dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dipraktekan oleh para sahabatnya, adalah salah/tertolak dan bisa bertentangan dengan tujuan-tujuan syari'at itu sendiri.
____________

Sumber : dari berbagai sumber yang tsiqoh dari forum milist http://groups.yahoo.com/group/assunnah/


Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.