Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.
Umumnya para ulama memasukkan masalah kepiting ini sebagai hewan yang hidup di dua alam. Hewan yang hidup di dua alam disebut hewan barma`i. Seperti kodok, kura-kura, kepiting, ular, buaya, anjing laut dan sejenisnya.
Dalam hal ini, jenis kepiting dan lainnya memang menjadi perbedaan pendapat. Paling tidak ada tiga perbedaan pandangan :
1. Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanafiyah (Mazhab Syafi’i dan Hanafi)
Mereka berpendapat bahwa hewan ini tidak boleh dimakan. Karena dianggap termasuk katagori khabaits (hewan yang kotor). Salah satu dalil yang mereka gunakan adalah bahwa Rasulullah SAW mengharamkan untuk membunuh kodok. Seandainya boleh dimakan, maka tidak akan dilarang untuk membunuhnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, Ishaq, Alhakim dari Abdurrahman bin Utsman at-Tamimi.
Silahkan periksa Al-Lubab Syarhil Kitab jilid 3 halaman 230, Takmilatul Fathi jilid 8 halaman 62, Mughni Al-Muhtaj jilid 4 halaman 298 dan kitab Al-Muhazzab jilid 1 halaman 250.
2. Al-Malikiyah ( Mazhab Maliki)
Mereka berpendapat bahwa memakan kepiting dan juga kodok, serangga, kura-kura dan lainya hukumnya boleh. Dan selama tidak ada nash / dalil yang secara jelas mengharamkannya, kita tidak bisa mengharamkan suatu jenis makanan atau hewan untuk dimakan.
Dan mengkategorikan hewan-hewan itu sebagai khabaits (kotor) tidak bisa dengan standar masing-masing individu, karena pasti akan bersifat subjektif. Sebab mungkin saja ada orang yang tidak merasa bahwa hewan itu menjijikkan atau kotor dan juga ada yang sebaliknya. Sehingga untuk mengharamkannya tidak cukup dengan itu, tapi harus ada nash yang jelas. Dan menurut Al-Malikiyah, tidak ada nash yang melarang secara tegas memakan hewan-hewan itu.
Silahkan periksa kitab Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 656 dan kitab Al-Qawanin Al-Fiqhiyah halaman 172.
3. Al-Hanabilah (Mazhab Hambali)
Sedangkan para ulama dari kalangan Al-Hanabilah membedakan masalahnya. Bahwa semua hewan yang laut yang bisa hidup di darat tidak halal dimakan kecuali dengan jalan menyembelihnya. Seperti burung air, kura-kura dan anjing laut. Kecuali bila hewan itu tidak punya darah seperti kepiting.
Kepiting menurut Imam Ahmad bin Hanbal boleh dimakan karena sebagai binatang laut yang bisa hidup di darat, kepiting tidak punya darah, sehingga tidak butuh disembelih. Sedangkan bila hewan dua alam itu punya darah, maka untuk memakannya wajib dengan cara menyembelihnya.
[Kitab Al-Mughni jilid 8 halaman 606 dan kitab Kasysyaf Al-Qanna` jilid 6 halaman 202].
SALINAN KEPUTUSAN FATWA
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
tentang
KEPITING
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersama dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI), pada hari Sabtu, 4 Rabiul. Akhir 1423 H./15 Juni 2002 M., Setelah
MENIMBANG
1.bahwa di kalangan umat Islam Indonesia, status hukum mengkonsumsi kepiting masih dipertanyakan kehalalannya;
2.bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum mengkonsumsi kepiting, sebagai pedoman bagi umat Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
MENGINGAT
1. Firman Allah SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang halal dan thayyib (baik), hukum mengkonsumsi jenis makanan hewani, dan sejenisnya, antara lain :
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. " (QS. al-Baqarah [2]: 168).
2. “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk... "(QS. al-A'raf [7]: 157).
3. “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bag] mereka? " Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditanghap oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untak berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah dinjarkan Allah kepadamu, Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesunggahnya Allah amat cepat hisab-Nya". (QS. Al Maa-idah [5] : 4)
4. Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik ! dari apa yang Allah telah berikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. ihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang baik, bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan panjang,.......... '(QS. al-Baqarah [2] : 172).
5. Kemudian Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya berlumur debu. Sambil menengadahkan kedua tangan ke langit ia berdoa, 'Ya Tuhan, ya Tuhan,..(berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan kondisi seperti itu,pada umumnya dikabulkan oleh Allah swt. Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dengan yang haram. (Nabi memberikan komentar), 'Jika demikian halnya, bagaimana mumgkin ia akan dikabulkan doanya"... (HR. Muslim dari Abu Hurairah), "Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ad! a hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halas haramnya),kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya..." (HR. Muslim).
6. Hadis Nabi : "Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikan)-nya" (Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah),
7. Aqidah Fiqiyyah • Pada dasarnya hukum tentang sesuatau adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya
8. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI Periode 2001-2005
9. Pedoman Penetapan Fatwa MUI
MEMPERHATIKAN :
1.Pendapat Imam Al Ramli dalam Nihayah Al Muhtaj ila Ma’rifah Alfadza-al-Minhaj, (t.t : Dar’al –Fikr, t.th) juz VIII, halaman 150 tentang pengertian “Binatang laut/air , dan halaman 151- 152 tantang binatang yang hidup dilaut dan didaratan
2.Pendapat Syeikh Muhammad al-Kathib a;-Syarbaini dalam Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani Al-Minhaj, (t.t : Dar Al-Fikr, T.th), juz IV Hal 297 tentang pengertian “binatang laut/Air “, pendapat Imam Abu Zakaria bin Syaraf al-Nawawi dalam Minhaj Al-Thalibin, Juz IV, hal. 298 tentang binatang laut dan didaratan serta alas an (‘illah) hokum keharamannya yang dikemukakan oleh al-Syarbaini :
3.Pendapat Ibn al'Arabi dan ulama lain sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah (Beirut : Dar al-Fikr, 1992), Juz lll, halaman 249 tentang "binatang yang hidup di daratan dan laut"
4.Pendapat Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA (anggot a Komisi Fatwa) dalam makalah Kepiting : Halal atau Haram dan penjelasan yang disampaikannya pada Rapat Komisi Fatwa MUI, serta pendapat peserta rapat pada hari Rab 29 Mei 2002 M. / 16 Rabi'ul Awwal 1421 H.
5.Pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scyllla spp) dan penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Kornisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi'ul Akhir 1423 H / 15 Juni 2002 M. antara lain sebagai berikut :
6.Ada 4 (empat)jenis kepiting bakau yang sering dikonsutnsi dan menjadi komoditas, yaitu :
a) Scylla serrata,
b) Scylla tranquebarrica,
Scylla olivacea, dan
d) Scylla pararnarnosain. Keempat jenis kepiting bakau ini olr} masyarakat umtim hanya disebut dengar "kepiting".
Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum hanya disebut dengan "kepiting".
1. Kepiting adalah jenis binatang air, dengan alasan:
a. Bernafas dengan insang.
b. Berhabitat di air.
c. Tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena memerlukan oksigen dari air.
2. Kepiting termasuk keempat,jenis di atas(lili._angka 1) hanya ada yang :
a. hidup di air tawar saja
b. hidup di air taut saja, dan
c. hidup di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam : di laut dan di darat.
Rapat Komisi Fatwa MUI dalam rapat tersebut, bahwa kepiting, adalah binatang air baik di air laut maupun di air tawar dan bukan binatang yang hidup atau berhabitat di dua alam : dilaut dan di darat :
Dengan bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa ta'ala
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG KEPITING
Kepiting adalah halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan Manusia.
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian han term::teerdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaima:, mestinya.
Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk mcnyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di: Jakarta Pada tanggal : 4 Rabi'ul Akhir 1423 H. 15 Ju11 1 2002 M
KOMISI FATWA
MAJLIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
K.H. MA'RUF AMIN
DRS. HASANUDIN, S.Ag.
Sumber Fatwa : http://www.mui.or.id/mui_i n/fatwa.php?id=109
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.