Oleh : Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari
Tidaklah ragu bahwa sebagian da'i manhaj dakwah yang baru (yaitu dakwah yang mengikuti salaf dalam pokok-pokok aqidah saja, tidak dalam seluruh sisi agama) bersepakat dengan kita dalam "pokok-pokok aqidah", artinya mereka mengakui aqidah sesuai dengan metode ulama salaf, baik yang berkaitan dengan tauhid uluhiyah, tauhid asma 'wa shifat dan berbagai pembahasan iman yang lain.
Saya katakan "pokok-pokok aqidah" karena di sana ditemukan perbedaan dalam menerapkan beberapa rincian aqidah. Misalnya tauhid uluhiyah dengan tauhid hakimiyah/mulkiyah. (pendapat) yang membedakan dua tauhid diatas, di zaman ini, mula-mula dinukil dari tulisan-tulisan Abul A'la al Maududi, Sayid Qutb, kemudian saudaranya, yaitu Muhammad Qutb, dan orang-orang yang mengikuti mereka.
Tidaklah ragu bahwa sebagian da'i manhaj dakwah yang baru (yaitu dakwah yang mengikuti salaf dalam pokok-pokok aqidah saja, tidak dalam seluruh sisi agama) bersepakat dengan kita dalam "pokok-pokok aqidah", artinya mereka mengakui aqidah sesuai dengan metode ulama salaf, baik yang berkaitan dengan tauhid uluhiyah, tauhid asma 'wa shifat dan berbagai pembahasan iman yang lain.
Saya katakan "pokok-pokok aqidah" karena di sana ditemukan perbedaan dalam menerapkan beberapa rincian aqidah. Misalnya tauhid uluhiyah dengan tauhid hakimiyah/mulkiyah. (pendapat) yang membedakan dua tauhid diatas, di zaman ini, mula-mula dinukil dari tulisan-tulisan Abul A'la al Maududi, Sayid Qutb, kemudian saudaranya, yaitu Muhammad Qutb, dan orang-orang yang mengikuti mereka.
Para da'i itu mengambil pendapat mereka, yang hal ini sesuai dengan  hasrat para pemuda yang sedang tumbuh semangat dan emosi mereka. Mereka  senang mendapatkannya, menjadikannya sebagai tema dakwah serta simbol  manhaj mereka.
Andaikan mereka mau sejenak merenungkan, niscaya akan mengetahui  kesalahan istilah tauhid hakimiyah dari dua segi :
[1]. Istilah tersebut adalah istilah baru yang tidak ada  faedahnya, kecuali hanya membesar-besarkan beberapa masalah daripada  masalah-masalah lainnya.
[2]. Tauhid hakimiyah, yang menurut mereka adalah makna dari  firman Allah:
" Tidaklah menetapkan hukum itu melainkan hak Allah" [Al-An'aam:57]
Adalah bagian dari keumuman makna tauhid uluhiyah. Ini adalah suatu yang  sangat jelas. Kalau demikian, membedakannya adalah perbuatan sia-sia.
Tauhid uluhiyah adalah aspek paling penting dalam dakwah para Rasul  sebagaimana yang dipaparkan Al-Quran. Tauhid ini merupakan tema konflik  yang terjadi antara para Rasul dengan para penentang dan musuh mereka di  setiap umat. Tauhid ini hingga sekarang menjadi tema konflik antara  pembela kebenaran dan pendukung kesesatan. Bahkan mungkin hal ini akan  terus berlangsung sampai hari kiamat. Sebagai ujian bagi ahli waris para  Rasul dan sebagai sarana untuk meninggikan kedudukan mereka di hadapan  Allah.
Pemisahan tauhid uluhiyah dengan hakimiyah ini menyebabkan prioritas  dakwah Islam menjadi berantakan. Dalam kitab "Al-Usus Al-Akhlaqiyyah"  Al-Maududi menyatakan: "Tujuan hakiki agama (Islam) adalah menegakkan  sistem imamah/kepemimpinan yang shalih lagi terbimbing".
Ini adalah ucapan yang tidak berdasar, karena tujuan hakiki agama ini,  tujuan penciptaan jin dan manusia, tujuan para Rasul diutus dan tujuan  berbagai kitab samawi diturunkan adalah beribadah kepada Allah dan  memurnikan ketundukan kepadaNya.
Meski demikian, bentuk perpecahan nampak jelas dalam manhaj dan metode  yang ditempuh para da'i tersebut untuk mewujudkan aqidah dan tujuannya.  Inilah titik perbedaan antara dakwah salafiyah dengan dakwah-dakwah  lainnya, yang hanya mengadopsi aqidah salafiyah namun menyelisihi  manhajnya.
Untuk mengetahui perbedaan aqidah dengan manhaj, saya katakan:
Allah Ta'ala berfirman:
" Untuk setiap kalian, kami jadikan manhaj dan syariat yang berlainan"  [Al Maidah : 48]
Ibnu Abbas berkata, 'Jalan dan sunnah' [Lalikai:66, Thabari 6/271]
Ibnu Katsir dalam tafsirnya 2/105 menyatakan : "Ayat ini berisi  informasi tentang berbagai umat yang berbeda-beda agamanya, dari sisi  perbedaan syariat dalam hukum amaliah, tetapi sama dalam masalah tauhid"
Jadi ayat ini mengisyaratkan kesatuan dakwah para Nabi dalam aspek  tauhid dan perbedaan mereka dalam manhaj, jalan dan metode.
" Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)  dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu " [Al Jatsiyah :18]
Sufyan bin Husain menyatakan (berada di atas suatu syariat), yaitu: 'di  atas Sunnah' [Thabari 6/271].
Walhasil syariat Islam ini memilih manhaj yang jelas, kita diperintahkan  untuk mengikutinya, yaitu jalan orang-orang beriman. Manhaj ini secara  sangat gamblang telah dinyatakan oleh Allah dalam Al-Quran. Bahkan Allah  mendorong untuk mengikutinya dan mencela keras orang yang  menyelisihinya, sebagaimna dalam firmanNya:
"Barangsiapa menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk/ilmu dan  menempuh bukan jalan orang-orang beriman, maka Kami akan palingkan ia ke  mana ia mau, dan Kami akan memasukkannya ke dalam jahanam. Itulah  sejelek-jelek tempat kembali" [An-Nisaa':15]
Ini merupakan penjelasan yang sangat gambalang dan hujjah yang sangat  kuat bagi para hambaNya untuk menyatakan kewajiban menempuh jalan  orang-orang yang beriman. Allah juga mengancam kepada orang yang keluar  dari jalan orang-orang yang beriman dan menempuh selain jalan mereka.  Allah akan meninggalkan mereka di dunia, dan akan menyiksanya di akhirat  nanti dengan azab yang menyakitkan.
Akan kami tegaskan lagi manhaj dan urgensinya. Manhaj itu adalah manhaj  para shahabat dan orang-orang yang menempuh jalan mereka, baik tabiin  maupun tabiut tabiin. Merekalah Salafush Shalih yang mendapat  rekomendasi dari Nabi. Karena mereka adalah generasi yang memiliki  pemahaman pada masa wahyu diturunkan. Mereka sendiri menyaksikan  Al-Quran diturunkan. Tentu, mereka adalah orang yang memiliki pemahaman  yang paling dekat dengan kehendak Allah dan RasulNya serta mengetahui  sisi-sisi pemahaman hukum.
Maka kita menempuh manhaj mereka, mengikuti petunjuk mereka, menisbatkan  diri dan mengajak kepada manhaj itu. Manhaj mereka adalah menekuni  dakwah, saling mewasiatkan kebenaran dan komitmen dengan jalan yang  lurus.
" Katakanlah, inilah jalanku mengajak kepada agama Allah berdasarkan  ilmu, aku dan orang-orang yang mengikutiku. Maha Suci allah dan aku  bukan termasuk orang-orang musyrik" [Yusuf :108]
" Dan Inilah jalanku yang lurus, ikutilah ia dan jangan kalian menikuti  berbagai jalan yang lain niscaya kalian akan terpisah dari jalanNya" [Al  An'am :153]
Pemahaman salaf merupakan rujukan pokok, karena mereka adalah orang yang  berfitrah lurus, beriman yang benar, memiliki kefasihan dan Al Quran  turun dengan menggunakan bahasa mereka.
Demikian pula Rasulullah di tengah-tengah mereka. Beliau jelaskan  hal-hal yang musykil, beliau singkap hal-hal yang samar/tidak jelas  dalam pikiran mereka dan selalu meluruskan jalan mereka.
Nash Al Quran dan Sunnah yang menunjukkan keutamaan dan ketinggian  kedudukan mereka, sudah sampai derajat mutawatir. Kedudukan ini mereka  dapatkan, karena mereka pendahulu dalam menempuh jalan-jalan kebaikan.  Allah menjadikan mereka sebagai panutan beragama bagi orang-orang  sesudah mereka. Allah juga menyanjung orang-orang yang mau mengikuti dan  menempuh jalan mereka. Sedangkan pengikut itu mendapatkan keutamaan  karena disebabkan keutamaan orang yang diikuti sebagaimana firman Allah:
" Orang-orang terdahulu lagi pertama kali masuk Islam di antara  muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.  Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah  sediakan bagi mereka surga-surga yang sungai-sungai mengalir di  bawahnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan  yang besar".[At Taubah :100]
Inilah cuplikan dan keutamaan manhaj salaf dan keistimewaannya  dibandingkan manhaj-manhaj yang baru atau menyimpang. Manhaj yang  dibangun di atas kepasrahan mutlak kepada perintah Allah dan RasulNya  tanpa mempertimbangkan kemaslahatan, menoleh kepada istihsan (anggapan  baik berdasarkan akal/perasaan) atau mengkonsentrasikan kepada emosi,  semangat atau pendapat manusia.
Dalil tentang hal ini, berlimpah ruah dalam Al-Quran dan Sunnah. Di sini  akan disebutkan dua diantaranya. Kedua dalil ini merupakan penjelasan  yang gamblang berkaitan dengan kerangka umum manhaj yang lurus ini.
Pertama.
" Maka tidak, demi Rabbmu, tidaklah mereka beriman sehingga mereka  menjadikanmu sebagai hakim dalam hal-hal yang diperselisihkan di antara  mereka. Kemudian mereka tidak mendapatkan kesempitan dalam diri mereka  terhadap keputusan yang engkau berikan dan mereka benar-benar  memasrahkan diri" [An Nisaa' : 65]
Kedua:
Perkataan Rafi bin Khadij dalam sebuah hadits:
" Rasulullah melarang dari hal yang bermanfaat bagi kami. Namun ketaatan  kepada Allah dan RasulNya lebih bermanfaat bagi kami" [Hadits Riwayat  Muslim no 1548]
Berdasarkan penjelasan di atas, nampak jelas perbedaan global antara  aqidah dan manhaj. Intinya, manhaj itu dibangun berdasarkan kepasrahan  yang mutlak. Namun di sini harus dijelaskan bahwa terus-menerus  menyimpang dari manhaj akan menyebabkan penyimpangan dalam aqidah dan  tauhid itu sendiri. Orang yang mengamati jama'ah-jama'ah dakwah  kontemporer akan melihat bukti jelas tentang hal itu.
Bukanlah sudah maklum dalam pembinaan keimanan yang dilakukan Allah,  bahwa Allah akan menghukum tindakan dosa dengan mengerjakan dosa yang  lain, inilah hukuman dosa yang paling keras.
Seperti itulah karena penyimpangan umat Islam dalam amal dan perilaku,  umat ini dihukum dengan terjadinya penyimpangan dalam aqidah dan  persepsi.
[Disalin dari terjemahan Mukadimah Kitab Ru'yah Waqi'iyah karya Syaikh  Ali bin Hasan al Halabi oleh Ibnu Ahmad al Lambunji dari majalah As  Sunnah Edisi 02/Tahun VI/1423H/2002M]



































Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.