Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



BANTAHAN TERHADAP BUKU "DAKWAH SALAFIYAH DAKWAH BIJAK"

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :



Oleh : Ust. Abu Ahmad As-Salafi

Telah masuk kepada kami dari sebagian pembaca Al-Furqon perihal buku Dakwah Salafiyyah Dakwah Bijak, Meluruskan Sikap Keras Da’i Salafi oleh Abu Abdurrahman Ath-Thalibi yang beredar baru-baru ini.

Melihat judul buku ini seakan-akan kita melihat sosok seorang yang peduli dengan Dakwah Salafiyyah sehingga berusaha membenahi kekurangan yang terjadi dari-da’i-da’i salafi yang bersikap keras tidak pada tempatnya di dalam berdakwah. Tetapi setelah kami cermati isi buku ini, ternyata di dalamnya penuh dengan syubhat-syubhat yang sangat berbahaya dibalik nasehat-nasehat yang dia sampaikan.

Karena itulah, dalam pembahasan kali ini kami berusaha menyingkap syubhat-syubhat tersebut sebagai nasehat kepada kaum muslimin dan pembelaan kepada manhaj yang haq.

PENULIS DAN PENERBIT BUKU INI
Buku ini ditulis oleh Abu Abdirrahman Ath-Thalibi dan diterbitkab oleh HUJJAH PRESS Cibubur Jakarta Timur, cetakan pertama, Februari 2006M

KEDUSTAAN ATAS SYAIKH RABI BIN HADI AL-MADKHALI HAFIZHAHULLAH
Dalam Pengantar penerbit tertera :
“Dalam salah satu artikelnya di sebuah situs salafi di Timur Tengah (www.sahab.net) , Dr Rabi Al-Madkhali menulis tentang bid’ah dan menyerang siapapun yang dianggap sebagai ahlu bid’ah secara membabi buta. Mengutip perkataan Yahya bin Yahya yang diriwayatkan Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawanya, Al-Madkhali mengatakan bahwa memerangi ahlu bid’ah lebih utama daripada berjihad fi sabilillah. Lalu dibelakang namanya, Al-Madkhali ini menuliskan gelar untuk dirinya sendiri, “Pemberantas Bid’ah dan Para Pelakunya, Penolong Sunnah dan Pengikutnya, dan Pembela Akidah”. Demikianlah sebagai contoh akhlak seorang tokoh kaum salaf masa kini yang mengaku sebagai penolong Sunnah, dengan bangganya dia labelkan pada dirinya sendiri dengan gelar-gelar yang tidak ada contohnya dari Alloh, Rasul-Nya, dan para ulama salaf”

Kami katakan : Ini adalah kedustaan yang ditimpakan atas Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali hafizhahulloh. Sepanjang penelitian dan pengetahuan kami, beliau tidak pernah menuliskan gelar untuk diri beliau sendiri “Pemberantas Bid’ah dan Para Pelakunya, Penolong Sunnah dan Pengikutnya, dan Pembela Akidah”, meskipun kita semua yakin bahwa beliau adalah pembela Sunnah dan duri bagi ahli bid’ah. Para ulama telah memberikan pujian dan rekomendasi kepada beliau di dalam dakwah dan tulisan-tulisan beliau. Di antara para ulama yang memberikan rekomendasi kepada beliau adalah tiga imam Dakwah Salafiyyah zaman ini : Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Al-Albani, dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. [1]

Beliau menukil perkataan Al-Imam Yahya bin Yahya di atas di dalam kitab beliau yang berjudul Manhaj Ahli Sunnah Fi Naqdi Rijal wa Kutub wa Thowa’if hal. 83 dan penutup, demikian juga dalam kitab beliau yang berjudul Jama’ah Wahidah hal. 83, dalam ketiga nukilan tersebut beliau tidak menyebutkan “gelar” di atas bagi dirinya sendiri. (Untuk mengenal lebih lanjut tentang tulisan-tulisan beliau –yang dimuat oleh www.sahab.net dan yang lainnya- silahkan melihat program Maktabah Syaikh Robi bin Hadi Al-Madkhali oleh www.islamspirit.com)

Demikian juga, sepanjang kehadiran kami dalam majelis-majelis beliau baik di masjid-masjid, di ruang kuliah di Jami’ah Islamiyyah Madinah, dan di kediaman beliau, kami tidak pernah mendengar beliau melabelkan “gelar-gelar” tersebut bagi diri beliau. Bahkan ketika ada sebagian hadirin menyebut beliau dengan “Samahatusy Syaikh”, beliau menolak seraya mengatakan : “lastu bi shohibi Samahah” (Aku tidak layak disebut Samahah).

Yang kami lihat dari akhlak dari sifat beliau adalah seperti yang ditulis oleh penulis biografi beliau : “Beliau memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) terhadap para saudaranya, para muridnya, para tamu, dan para pengunjungnya. Beliau sederhana dalam tempat tinggal, pakaian, dan kendaraannya, tidak menyukai kemewahan dalam semua hal itu. Beliau selalu ramah dan terbuka, tidak membuat bosan teman duduknya dari pembicaraan beliau, mejelis-mejelis beliau penuh dengna bacaan hadits dan sunnah …” (Dari Tarjamah Syaikh Robi bin Hadi Al-Madkholi dalam www.rabee.net)

Kedustaan atas seorang ulama Sunnah seperti yang dilakukan oleh pemilik buku ini [2] bukanlah sikap Ahli Sunnah, tetapi salah satu tanda-tanda ahli bid’ah. Al-Imam Ali bin Harb Al-Maushili rahimahullah berkata : “Setiap pengekor hawa nafsu selalu berdusta dan tidak mempedulikan kedustaannya!” (Diriwayatkan oleh Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Kifayah hal. 123)

Kedustaan-kedutaan seperti ini dilakukan oleh ahli bid’ah sebagai tangga untuk menjatuhkan Manhaj Salaf dengan menjatuhkan para ulama Salafiyyin lebih dahulu, dengan menjiplak metode orang-oran Yahudi : “Jika engkau hendak menjatuhkan suatu pemikiran, maka jatuhkanlah para pemikir dan tokoh-tokohnya” (!)

TALBIS SALAFI HAROKI
Penulis berkata (dalam hal.20 dari bukunya ini) :
“Salafi Haroki adalah gerakan dakwah Salafiyyah yang menerapkan metode pergerakan (harakiyyah). Metode tersebut meskipun tidak sama persis, serupa dengan metode yang ditempuh oleh jama’ah-jama’ah dakwah Islam, seperti Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT), Jama’ah Tabligh (JT), Jama’at Islam (JI), Negara Islam Indonesia (NII), dll”

Kami katakan : Sebutan “Salafi Haroki’ adalah bentuk talbis (pencampuradukkan antara haq dan bathil) antara manhaj Salaf dengan manhaj Harokah yang bid’ah. Dengan talbis ini mereka hendak memalingkan Salafiyyin –para pengikut salafush sholih- dari manhaj salaf dan menganut manhaj haroki yang bid’ah!.

Syaikh Al-Allamah Sholih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahulloh berkata : “Menamakan diri dengan Salafiyyah tidak apa-apa jika benar-benar demikian keadannya. Adapun jika penamaan tersebut hanya sekedar klaim tanpa bukti, maka tidak boleh menamakan diri dengan Salafiyyah dalam keadaan dia tidak berada di atas manhaj salaf….” Maka tidak akan berkumpul antara Ahli Sunnah wal Jama’ah bersama madzhab orang-orang yang menyelisihi mereka seperti Khowarij, Mu’tazilah, dan hizbiyyin seperti orang yang mereka namakan sebagai Muslim Modern, yaitu orang yang hendak menggabungkan antara kesesatan-kesesatan modern dengan manhaj salaf” (Ajwibah Mufidah hal. 18-19)

Syaikh Al-Allamah Robi bin Hadi Al-Madkhaoli hafizhahulloh berkata : “ Saya menasehati orang yang mengatakan perkataan ini dan yang semisalnya agar bertaqwa kepada Alloh dan menjelaskan kepada kaum muslimin tentang manhaj Salafi yang shohih, janganlah mencampuradukan agama ini dengan manhaj Sayyid Quthub dan yang semisalnya, karena manhaj Salafi dan Manhaj Sayyid Quthub tidaklah keduanya melainkan dua hal yang kontradiktif (bertolak belakang) yang tidak akan bisa bertemu di dalam manhaj dan tidak pula dalam aqidah” (Dari kaset Ajwibah ‘Ala As’ilah Manhajiyyah tanggal 7 Syawwal 1419H) [3]

MENGKOAK-KOTAK SALAFIYYIN
Penulis berkata (dalam hal.10 dari bukunya ini) :
“Tiga Madrasah yang sangat dominan saat ini ialah : Salafiyah di Arab Saudi, Salafiyyah di Yaman dan Salafiyyah di Yordania-Syria (Syam). Masing-masing madrasah memiliki ulama-ulama, majlis-majlis, lembaga pendidikan, media, serta karya-karya buku”

Penulis berkata (dalam hal.10 dari bukunya ini) dengan judul pembahasan Komunitas Salafi Yamani:
“Madrasah Salafiyyah ada di berbagai negara Muslim, bukan hanya di Yaman. Bahkan diYaman sendiri, saya yakin garis Salafiyyah itu tidak satu warna, tetapi beragam. Hanya saja, dibandingkan dengan madrasah-madrasah Salafiyyah, maka madrasah Salafiyyah di Yaman terkenal paling keras sikapnya terhadap ahli bid’ah dan kelompok-kelompok yang menyimpang”.

Kami katakan : Salafiyyah bukanlah Hizbiyyah, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Sholih Al-Fuzan hafizhahulloh ; “Salafiyyah adalah firqotun najiyah (kelompok yang selamat). Mereka adalah Ahli Sunnah wal Jama’ah, bukan suatu hizb yang dinamakan sekarang sebagai kelompok-kelompok atau partai-partai. Sesungguhnya ia adalah suatu jama’ah, jama’ah yang berjalan diatas sunnah….. maka Salafiyyah adalah jama’ah yang berjalan di atas madzhab salaf dan di atas jalan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum dan dia bukanlah salah satu kelompok dari kelompok-kelompok yang muncul sekarang ini, karena dia adalah jama’ah yang terdahulu dari zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berlanjut terus menerus di atas kebenaran, dan nampak hingga hari kiamat sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihgi wa sallam” (Dari kaset yang berjudul At-Tahdzir Minal Bida) [4]

Penulis mengatakan bahwa dirinya bukan dari kalangan Salafiyyin dengan mengatakan (dalm hal. 23):
“Saya tidak berdiri di salah satu kelompok. Saya bukan dari kalangan Salafi Yamani maupun Haroki”.

Kemudian penulis berkata (dalam hal. 112 dari bukunya ini):
“Persilangan pendapat antara ulama-ulama Salafiyyah di Arab Saudi, Yordania, Syria, dan yang lainnya sudah bukan rahasia lagi. Contohnya, persilangan pendapat antara Syaikh Nashiruddin Al-Albani dengan Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwajiri. Persilangan itu begitu tajamnya ….”

Kami katakan : Setelah penulis menyatakan bahwa dirinya bukan dari kalangan Salafiyyin, maka merupakan suatu kewajaran jika dia sulit untuk menjaga lisannya dari perkataan yang tidak sopan kepada para ulama Salafiyyin, seperti terhadap dua imam dakwah Salafiyyah Syaikh Al-Albani dan Syaikh Hamud At-Tuwaijiri rahimahumalloh. Untuk menjelaskan hal ini, kami nukilkan perkataan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman hafizhahulloh penulis biografi Syaikh Hamud At-Tuwajiri rahimahullah.

“Beliau memiliki beberapa bantahan terhadap tulisan-tulisan Syaikh Al-Albani dan terjadi beberapa pebedaan pendapat antara beliau dengan Syaikh Al-Albani. Kendati demikian, tetapi terjalin ukhuwwah salafiyyah antara beliau dengan Syaikh Al-Albani. Bukti konkrit hubungan-hubungan yang baik antara keduanya, di antaranya.

[a]. Syaikh Hamud, di dalam bantahannya kepada Syaikh Al-Albani, tetap berusaha menjaga kedudukan Syaikh Al-Albani. Suatu misal, ketika beliau sudah hampir mencetak bantahan beliau, tiba-tiba ada seorang yang bersimpati kepada Syaikh Al-Albani datang kepada beliau memprotes beberapa kalimat dalam bantahan tersebut, maka seketika itu juga beliau menghapus kalimat-kalimat tersebut.

[b]. Ketika Syaikh Al-Albani mengunjungi tempat beliau di Riyadh pada tahun 1410H, beliau sangat bersungguh-sungguh dalam berusaha menjamu dan menghormati Syaikh Al-Albani.
[c]. Di dalam batahan-bantahan kepada Syaikh Al-Albani, beliau banyak menyertakan pujian kepada Syaikh Al-Albani dalam kegigihannya membela sunnah dan melawan bid’ah seperti perkataan beliau : “Syaikh Al-Albani sekarang adalah lambang dari sunnah, mencela beliau akan memudahkan pencelaan kepada sunnah”. Pujian ini jelas hanya berlaku bagi para imam ahli sunnah, bukan kepada para gembong ahli bid’ah, sebagaimana yang dikehendaki oleh para pencetus manhaj muwazanah!” (Siroh Al-Allamah Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri hal. 19-20)

PANDANGAN PENULIS TERHADAP SYAIKH MUQBIL BIN HADI AL-WADI’I RAHIMAHULLAH
Penulis berkata (dalam hal. 109 dari bukunya ini):
“Orang-orang yang mau melihat secara jujur dan obyektif pasti setuju bahwa Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah adalah seorang ulama Salafi. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Beliau mendirkan Markaz Ilmiyyah Darul Hadits di Dammaj Yaman, beliau jug menulis karya-karya penting dalam hadits, beliau mendidik da’i-da’i Salafi, beliau juga berjuang keras menentang siapapun yang tidak sependapat dengan manhaj Salafiyyah. Bila perlu, Syaikh Muqbil bin Hadi akan bersikap keras terhadap musuh-musuhnya yang dianggap menyimpang. Dalam hal terkahir ini Syaikh Muqbil bin Hadi sangat menonjol”

Penulis juga berkata (dalam hal. 111 dari bukunya ini):
“Menurut saya, sebagaimana yang saya ketahui dari berita-berita yang ada, baik lisan atau tulisan, paling tidak ada tiga alasan yang bisa dianggap sebagai latar belakang sikap keras Syaikh Muqbil bin Hadi, yaitu : 1. Tradisi sosial masyarakat Yaman sendiri memang keras… 2. Konflik antar aliran-aliran agama di tengah masyarakat berlangsung keras… 3. Proses pribadi yang dialami Syaikh Muqbil bin Hadi sendiri. Syaikh Muqbil memiliki kebencian besar terhadap Syi’ah, sebab dalam salah satu proses hidupnya, beliau pernah mengalami konflik dengan komunitas Syi’ah di tingkat masyarakat maupun pemerintahan”

Kami katakan : Inilah pandangan penulis terhadap Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah, dan dibawah ini kami nukilkan pandangan Syaikh Al-Allamah Al-Muhadits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah terhadap Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah ketika sebuah pertanyaan dilontarkan kepada Syaikh Al-Albani ; pertanyaan itu berbunyi : “Meskipun jelas sekali sikap Syaikh Robi bin Hadi Al-Madkholi dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i di dalam berjihad melawan kebid’ahan dan perkataan-perkataan yang menyeleweng, ternyata ada sebagian orang yang meragukan kalau keduanya berada di atas garis Salafi?”

Syaikh Al-Albani rahimahullah menjawab
“Kami –tanpa ada keraguan- bersyukur kepada Alloh Azza wa Jalla yang telah menganugrahkan kepada dakwah yang sholihah ini –yang tegak di atas Kitab dan Sunnah dengan manhaj Salafush Shalih- para da’i berbagai penjuru dunia Islam menegakkan tugas fardu kifayah ini yang jarang sekali menunaikannya pada hari ini. Maka merendahkan dua syaikh ini, Syaikh Robi dan Syaikh Muqbil, yang keduanya menyeru kepada Kitab dan Sunnah serta jalan yang ditempuh oleh salafush shalih, serta memerangi orang-orang yang menyelisihi manhaj yang shohih ini, maka ini –sebagaimana bukan hal yang tersembunyi atas semuanya- muncul dari salah satu di antara dua orang : bisa jadi dia jahil (bodoh) atau pengekor hawa nafsu” (Dari kaset Silsilatul Huda wan Nur no. 851)

Ketika kami menghadiri dars Sunan Nasa’i yang disampaikan oleh Syaikhuna al-Allamah Abdul Muhsin bin Hamd Al-Abbad hafizhahulloh di Masjid Nabawi, ada sebuah pertanyaan yang disampaikan kepada beliau yaitu bagaimana pandangan beliau tentang Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, maka beliau memuji Syaikh Muqbil rahimahullah di dalam menuntut ilmu, menyampaikan ilmu, dan di dalam berdakwah.[5]

Tentang sikap keras Syaikh Muqbil rahimahullah kepada ahli bid’ah, memang hal ini tidak mengenakkan hati para hizbiyyin sehingga mereka menjadikan hal ini sebagai sasaran celaan mereka kepada beliau. Syaikh Abu Muhammad bin Ali Ash-Shouma’i hafizhahulloh telah menjawab hal ini dengan mengatakan.

“Sikap keras kepada ahli bid’ah merupakan keutamaan dan bukanlah merupakan kekurangan wahai Ibnu Gholib [6]. Sesungguhnya yang membuat kalian memiliki pemahaman terbalik ini adalah manhaj kalian yang jelek dan (akibat) kalian duduk-duduk dengan ahli bid’ah, kalian menghendaki muwazanah dan kelembutan bagi para ahli kebathilan. Dan inilah sebagian atsar dari salafuna tentang kerasnya mereka terhadap ahli bid’ah, barangkali kalian bisa mendapatkan manfaat darinya…

[1]. Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata : “Jika engkau melihat seseorang mencela Hammad bin Salamah maka ragukanlah keislamannya, karena Hammad bin Salamah keras terhadap ahli bid’ah (Siyar A’lam Nubala 8/209)
[2]. Al-Imam Baihaqi rahimahullah berkata ; “Adalah Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah keras terhadap ahli ilhad dan bid’ah, beliau terang-terangan membenci mereka dan menjauhi mereka. (Siyar A’lam Nubala 7/308)
[3]. Abul Hasan Al-Farro berkata tentang Abdurrohman bin Mandah : ‘Dia keras terhadap ahli bid’ah dan menjauhi mereka. (Thobaqoh Hanabilah 1/538).
(Lihat Nubdzah Yasiroh min Hayati Ahadi A’lamil Jaziroh hal. 74) [7]

PENUTUP
Penulis berkata dalam Kalimat Penutup (hal. 157):
“Tujuan penulisan buku ini ialah menyampaikan nasehat-nasehat kepada sebagian kalangan Salafi yang cenderung bersikap berlebihan di dalam dakwahnya. Nasehat itu disampaikan tentu demi kebaikan dakwah Salafiyah di Indonesia, bukan dalam rangka menyerang atau menjatuhkan nama baik pihak-pihak tertentu. Sebagai hujjah bagi nasehat-nasehat yang disampaikan, saya kemukakan dalil-dalil syar’iyyah, bukti-bukti yang saya ketahui, serta petunjuk-petunjuk referensi. Selain itu, dalam buku ini saya mencoba menghindari kata-kata yang bersifat menghina atau melecehkan. Hanya di beberapa tempat tertentu saya terpaksa mengutarakan ungkapan-ungkapan yang mungkin dianggap sinis”.

Kami katakan : Jika buku ini benar-benar ditulis untuk kebaikan dakwah Salafiyyah, pastilah akan membela para ulama dakwah Salafiyyah dari tuduhan-tuduhan dusta ahli bid’ah, tetapi kenyataannya buku ini justru berisi talbis terhadap manhaj salafi, celaan dan kedustaan tentang para ulama Salafiyyin yang ini semua merupakan cara-cara ahli bid’ah di dalam usaha mereka menjatuhkan Dakwah Salafiyyah

Terakhir, kami sampaikan nasehat kepada penulis agar bertaubat dari talbis, kedustaan dan ungkapan-ungkapan sinis terhadap para ulama Salafiyyin. Hendaklah penulis berusaha mengikuti manhaj yang shahih yaitu manhaj salafi, karena keshohihan manhaj menentukan tempat seseorang di surga atau neraka sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Allamah Shalih Al-Fauzan hafizhahulloh.

“Keshahihan manhaj menentukan tempat seseorang di surga atau di neraka. Jika manhaj seseorang shahih maka dia akan mauk surga. Jika dia mengikuti manhaj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan manhaj salafush shalih maka dia akan menjadi penghuni surga –dengan izin Allaoh-, dan jika dia berada pada manhaj yang sesat maka dia diancam dengan neraka” (Ajwibah Mufidah hal. 77)

Kepada para pembaca, kami nasehatkan agar tidak menjadikan buku Dakwah Salafiyyah Dakwah Bijak ini sebagai rujkan, berhubung banyaknya syubhat yang ada di dalamnya yang di antaranya telah kami sebutkan di atas. Masih banyak kitab-kitab para ulama yang lebih layak dijadikan sebagai rujukan di dalam manhaj dakwah. Di antara kitab-kitab yang kami anjurkan untuk dijadikan rujukan dalam hal ini ialah : Min Aqwali Syaikh Abdul Aziz bin Baz Fi Da’wah, Ajwibah Mufidah oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan, Da’wah ila Alloh dan Ru’yah Waqi’iyyah lil Manahij Da’awiyah keduanya oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari, serta Manhajul Anbiya fi Da’wah ila Alloh dan Al-Hatstsu ‘alal Mawaddah wal I’tilaf wa Tahdzir minal Furqoh wa Ikhtilaf [8] keduanya oleh Syaikhuna Al-Allamah Robi bin Hadi Al-Madkholi.

Semoga Alloh selalu menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan nasehat dan mengikutinya.



[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 08 Tahun VI/Robi’ul Awwal 1428H [April 2007], Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153]
__________
Foote Note
[1]. Lihat kitab Tsana’ Al-badi minal Ulama ala Syaikh Robi oleh Kholid bin Dhohwa Adh-hufairi
[2]. Di akhir Pengantar Penerbit tertera nama Abu Abdillah Al-Mishri, kami tidak tahu ini adalah nama samaran lain dari penulis atau orang lain.
[3]. Untuk membentengi diri kita dari fitnah talbis ini, lihat pembahasan Talbis Salafi Haroki dalam Majalah Al-Furqon Tahun 6 Edisi 6 Rubrik Manhaj
[4]. Lihat pembahasan Salafiyyah Bukan Hizbiyyah dalam Majalah Al-Furqon Tahun 5 Edisi 8 Rubrik Manhaj
[5]. Ucapan beliau ini saya sampaikan maknanya, dan jika ada yang ingin lafazhnya bisa menyimak rekamannya di Tasjilat Masjid Nabawi
[6]. Dia adalah Abdulloh bin Gholib, penulis bait-bait syair yang penuh celaan kepada Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i.
[7]. Untuk mengenal lebih lanjut tentang Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, lihat kemabali Majalah Al-Furqon Tahun 5 edisi 1 Rubrik Tojoh
[8]. Untuk melihat sebagian kandungan kitab ini, silahkan melihat rubrik Manhaj ada edisi ini



Share

Comment (1)

This comment has been removed by the author.

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.