Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



SALAFIYAH BUKAN HIZBIYAH

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :


Oleh : Ust. Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah

PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG INTISAB KEPADA SALAF

[1]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama. Karena sesungguhnya madzhab Salaf adalah haq, jika dia sesuai dengan Salaf secara lahir dan batin, maka dia seperti seorang mukmin yang di atas kebenaran secara lahir dan batin” [Majmu Fatawa 4/149]

[2]. Al-Hafizh Adz-Dzahabi sering menyebutkan nisbah kepada Salaf (As-Salafi) ketika menyebutkan biografi para ulama.

Ketika menyebutkan biografi Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi dalam Siyar A’lamin Nubala (13/183) berkata : “Aku tidaklah mengetahui Ya’qub Al-Fasawi kecuali seorang Salafi”.

Ketika menyebut biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani beliau berkata : “Dia adalah seorang yang beragama baik dan seorang Salafi” [Mu’jam Syuyuh no. 843]

Ketika menyebutkan biografi Al-Imam Daruquthni beliau mengatakan ; “Dia tidak pernah masuk sama sekali dalam ilmu kalan dan jadal, bahkan dia adalah seorang Salafi” [Siyar 16/457]

Ketika menyebutkan biografi Abu Thahir As-Silafi beliau mengatakan : “As-Silafi diambil dari kata As-Salafi yaitui yang berjalan di atas manhaj Salaf”. [Siyar 2 1/6]

Ketika menyebutkan biografi Al-Hafizh Ibnu Shalah beliau mengatakan : “Dia adalah seorang Salafi, bagus aqidahnya …” [Tadzkiratul Huffazh 4/1431]

[3]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata : “Kami –walhamdulillah- selalu ittiba dan tidak melakukan kebid’ahan. Kami mengikuti Kitab dan Sunnah dan Salafush Shalih di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah” [Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyah, hal. 220 oleh Syaikh Shalih bin Abdullah Al-Abud]

[4]. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata : “Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah madzhab kelima sebagaimana banyak dikatakan oleh orang-orang jahil dan para pemfitnah. Sesungguhnya dia adalah dakwah kepada aqidah Salafiyah dan memperbaharui yang hilang dari syi’ar-syi’ar islam dan Tauhid” [Majmu Fatawa Syaikh Bin Baz 3/1306]

Beliau juga berkata : “Kami berwasiat kepadamu agar masuk ke Universitas Islam Madinah karena dia adalah universitas Salafiyah yang mengajarkan kepada para mahasiswanya aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” [Majmu fatawa Syaikh Bin Baz 1/98]

[5]. Fatwa Lajnah Da’imah No. 1361 ada pertanyaan : Apakah yang dimaksud dengan Salafiyah ?”.
Jawab : “Salafiyah adalah nisbah kepada Salaf, dan Salaf adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam yang di atas petunjuk dari tiga generasi terdahulu yang dipersaksikan dengan kebaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya.

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka. Kemudian datang kaum yang persaksian seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya” [Muttafaq ‘Alaihi]

Dan Salafiyun adalah bentuk jama dari Salafi, nisbah kepada Salaf. Mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas manhaj Salaf dalam ittibna’ kepada Kitab dan Sunnah, mendakwahkan dan mengamalkan keduanya”.

[6]. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata : “Ada orang yang mengaku berilmu mengingkari nisbah Salafiyah dengan menyangka bahwa penisbahan ini tidak ada landasannya sehingga dia mengatakan : “Tidak boleh seorang muslim mengatakan : Saya Salafi”. Seakan-akan dia berkata : “Tidak boleh seorang muslim mengatakan : Saya mengikuti Salafush Shalih dalam jalan mereka dalam aqidah, ibadah dan Suluk!”.

Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini mengharuskan berlepas diri dari Islam yang shahih yang ditempuh oleh Salafush Shalih, yang pemuka mereka adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diisyaratkan oleh hadits yang mutawatir yang diriwayatkan dalam Shahihain dan yang lainnya bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka”.

Tidak boleh seorang muslim berlepas diri dari intisab kepada Salafush Shalih…

Orang yang mengingkari penisbatan ini tidaklah engkau melihat bahwasanya dia menisbatkan dirinya kepada suatu madzhab, entah dalam aqidah atau fiqh?!

Maka dia bisa jadi seorang Asy’ari, atau Maturidi, atau termasuk Ahlil Hadits, atau Hanafi, atau Syafi’i, atau Maliki, atau Hanbali, dari nisbah-nisbah yang terhimpun dalam nama Ahlus Sunnah. Padahal setiap menisbahkan diri kepada madzhab imam empat berarti dia menisbahkan diri kepada person-person yang tidak ma’shum….

Adapun orang yang menisbahkan kepada Salafush Shalih maka dia telah menisbahkan diri kepada kema’shuman –secara umum-. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut sebagian tanda dari Firqatun Najiyah bahwasanya mereka berpegang teguh dengan jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Barangsiapa yang berpegang teguh dengannya maka dia telah berada di atas petunjuk dari Rabbnya dengan yakin … tidak diargukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang adalah dengan mengatakan : ‘Saya seorang muslim yang mengikuti Kitab dan Sunnah dan manhaj Salafush Shalih ; yang dengan ringkas dia mengatakan : “Saya Salafi’ [Majalah Al-Ashalah Edisi 9 hal. 87]

[7]. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Keliru jika ada orang yang mengatakan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah ada tiga ; Salafiyyun, Asy-ariyun dan Maturidiyun ; ini adalah perkataan yang salah. Kami katakana : Bagaimana mereka semua dikatakan Ahlus Sunnah dalam keadaan mereka berbeda-beda!! Adakah sesudah kebenaran kecuali kesesatan?! Bagaimana mereka semua dikatakan Ahlus Sunnah dalam keadaan mereka saling membantah satu dengan yang lainnya. Ini tidak mungkin kecuali jika dimungkinkan dikumpulkan sesuatu yang kontrakdiksi maka baru pernyataan ini bisa dibenarkan. Kalau tidak, maka tidak syak lagi bahwa salah satu dari tiga kelompok ini adalah Ahlus Sunnah. Maka siapakah dia, apakah dia adalah Asy’ariyah ? Ataukah Maturidiyah ? Ataukah Salafiyah ? Kami katakan : Barangsiapa yang menempati Sunnah maka dialah Ahlus Sunnah, dan barangsiapa yang menyelisihi Sunnah maka dia bukanlah Ahlus Sunnah. Maka kami katakan : Salaf adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tidak berlaku sifat ini kepada selain mereka selamanya.

Dan suatu kata diperhatikan dari segi maknanya agar kita melihat bagaimana kita namakan orang yang menyelisihi Sunnah dengan Ahlus Sunnah, ini jelas tidak mungkin. Bagaimana mungkin kita katakan tiga kelompok yang berselisih bersatu dalam satu pemahaman, ini jelas tidak mungkin. Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah yang meyakini aqidah Salaf, sampai orang yang datang belakangan di hari kiamat jika dia berada di atas jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya maka dia adalah Salaf” [Syarah Aqidah Wasithiyah 1/53-54]

[8]. Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata ; “Bagaimana dikatakan bahwa bermadzhab dengan Salafiyah adalah bid’ah, sedangkan bid’ah adalah kesesatan ?! Dan bagaimana dikatakan bid’ah ittiba kepada Salaf sedangkan ittiba kepada Salaf adalah wajib berdasarkan Kitab dan Sunnah, serta haq dan petunjuk?! Alloh Subhnahahu wa Ta’ala berfirman.

“orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka” [At-Taubah : 100]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 4/126, Tirmidzi dalam Jami’nya 5/44 dan Ibnu Majah dalam Sunannya 1/15 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah 26, 34]

Maka bermadzhab dengan madzhab Salaf adalah Sunnah dan bukannlah suatu kebid’ahan, yang bid’ah adalah bermadzhab denn selain madzhab mereka” [Al-Bayan hal. 156]
Ketika membantah perkataan Al-Buthi : “Sesungguhnya kata Salafiyah tidak dimaksudkan kecuali suatu kurun waktu”.
Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata :

Kami katakan : Penafsiran bahwasanya Salafiyah hanyalah suatu kurun waktu dan bukan jama’ah adalah penafsiran yang gharib dan batil, apakah dikatakan bahwa kurun waktu adalah Salafiyah ? ini tidak pernah dikatakan oleh seorang pun dari menusia. Yang benar bahwasanya istilah Salafiyah ditunjukan pada jama’ah orang-orang yang beriman yang hidup di kurun pertama dari masa Islam yang mereka berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik yang mereka ini disifati oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya.

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka” [Muttafaq Alaihi]

Ini adalah sifat bagi suatu jama’ah dan bukan sifat bagi suatu kurun waktu. Ketika Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang perpecahan umat, beliau mengatakan sesudahnya sifat semua kelompok ini ‘semuanya di neraka kecuali satu’ dan beliau menyifati satu kelompok yang selamat ini adalah yang mengikuti manhaj Salaf dan berjalan diatasnya. Beliau bersabda : “Mereka adalah yang berada di atas jalan yang aku tempuh hari ini dan para sahabatku”. Hal ini menunjukkan bahwa di sana ada jama’ah Salafiyah yang terdahulu dan ada jama’ah Salafiyah belakangan yang mengikuti manhaj jama’ah Salafiyah yang terdahulu. Dan di lain pihak ada kelompok-kelompok yang menyelisihi jama’ah Salafiyah dan diancam dengan neraka” [Al-Bayan hal. 133]

Ketika dilontarkan suatu pertanyaan kepada beliau : “Apakah Salafiyah adalah suatu hizb (kelompok) dan apakah menisbahkan diri kepadnya adalah hal yang tercela ?” Maka beliau menjawab.

“Salafiyah adalah Firqatun Najiyah (kelompok yang selamat). Mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bukan suatu hizb yang dinamakan sekarang sebagai kelompok-kelompok atau partai-partai. Sesungguhnya dia adalah suatu jama’ah, jama’ah yang berjalan di atas Sunnah …., maka Salafiyah adalah jama’ah yang berjalan di atas madzhab Salaf dan di atas jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dan dia bukanlah salah satu kelompok dari kelompok-kelompok yang muncul sekarang ini, karena dia adalah jama’ah yang terdahulu dari zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus berlanjut terus menerus di atas kebenaran dan nampak hingga hari kiamat sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Dari kaset yang berjudul At-Tahdzir Minal Bida’]

[9]. Syaikh Muhammad Aman Al-Jami berkata : “Salafiyah telah menjadi istilah yang dikenal yang ditujukan kepada jalan generasi yang pertama dan orang-orang yang meneladani mereka di dalam pengambilan ilmu, cara memahaminya dan metode dakwah kepadanya. Jika demikian maka tidak dibatasi pada suatu rentang waktu tertentu, bahkan wajib dipahami bahwa dia adalah penamaan yang terus berlanjut seiring dengan berlanjutnya kehidupan, dan bahwasanya Firqatun Najiyah berkisar pada para ulama hadits dan Sunnah, merekalah para pemilik manhaj ini dan dia terus berlanjut hingga hari kiamat sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Tidak henti-hentinya sekelompok dari umatku yang mendapat pertolongan (dari Allah) tidak ada yang bisa membahayakan mereka siapapun yang menelantarkan mereka hingga tegaknya kiamat’ [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 5/34, Tirmidzi dalam Sunnahnya 4/485, Ibnu Majah dalam Sunannya 1/5 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 1/6” [Shifat Ilahiyah hal. 64-65]

[Pembahasan ini banyak mengambil faedah dari kitab Tabshirul Khalaf Bisyar’iyatil Intisab Ila Salaf oleh Syaikhuna Al-Fadhil Dr Milfi bin Na’im Ash-Sha’idi]

KESIMPULAN
Salafiyah adalah nisbah kepada Salaf, dan Salaf adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam yang di atas petunjuk dari tiga generasi yang terdahulu yang dipersaksikan dengan kebaikan.

Jika seorang menjadikan sebuah hizb (kleompok) sebagai standar kebenaran dan menjadi dasar bagi wala’ (loyalitas) dan bara’ (kebencian dan permusuhan) maka inilah hizbiyah yang dicela oleh Alloh dalam kitabNya.

Intisab kepada Salaf bukan hizbiyah karena Salafiyun tidak pernah menjadikan wala dan bara kecuali kepada Islam, tidak kepada simbol-simbol tertentu, tetapi semata-mata kepada kitab dan Sunnah.

Intisab kepada Salaf adalah syi’ar Ahlus Sunnah dari masa ke masa sehingga para ulama Ahlus Sunnah selalu menjadikan ittiba’ kepada Salaf sebagai suatu keutamaan bagi seseorang.

Kelompok-kelompok bid’ah sangat menjauhi intisab kepada Salaf, sampai-sampai kelompok yang mengaku beraqidah Salaf pun juga menjauhi dan menghindari penisbahan kepada Salaf, karena dengan meninggalkan intisab kepada Salaf maka mereka dengan leluasa menghukumi segala sesuatu dengan akal mereka, perasaaan mereka, dan eksperimen-eksperimen mereka.

Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama.

Pengingkaran intisab kepada Salaf mengharuskan berlepas diri dari Islam yang Shahih yang ditempuh oleh Salafush Shalih.

Penisbahan kepada Salaf merupakan keharusan pada saat ini, seiring dengan munculnya berbagai macam pemikiran yang menyeleweng dan kelompok-kelompok yang sesat dan menyesatkan.



[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 8 Tahun V/Rabi’ul Awal 1427H/April 2006. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu, Gresik Jatim]


Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.