Dikoreksi oleh : Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
Syaikh Shalih Fauzan Abdullah Al-Fauzan berkata dalam kitab beliau "Al-I'lam Bi Naqdi Kitab Al-Halal wa Al-Haram" pada pasal koreksi 2 : Berkasih Sayang Kepada Selain Muslimin.
Pada halaman 47 penulis (Yusuf Al-Qardhawi) menjelaskan : " Disyariatkan bagi kita umat Islam agar berkasih sayang kepada mereka (Ahli Kitab), yaitu dengan cara saling mempercayai, mengadakan perjanjian dengan mereka dan
melakukan pergaulan yang baik bersama mereka.".
Pada halaman 247 dijelaskan oleh penulis (Yusuf Al-Qardhawi) dengan nada bertanya : "Apa mungkin terwujud berbuat baik, bersenang-senang dan mewujudkan pergaulan yang baik bersama selian kaum muslimin, padahal Al-Qur'an sendiri melarang bersenang-senang kepada orang kafir dan menjadikan mereka sebagai wali atau pemimpin ?". Lalu penulis menjawab: "Ayat yang menerangkan larangan bersenang-senang dengan orang kafir, tidaklah dimaksudkan untuk semua orang kafir dan bukan untuk semua orang Yahudi dan Nasrani. Andaikan dipahami demikian, tentu akan berlawanan, tentu akan berlawanan ayat yang satu dengan yang lain yang menjelaskan kita harus bersenang-senang dengan orang yang berbuat baik kepada kita dari pemeluk agama mana saja....", sampai dia berkata: "....tetapi ayat di atas tadi diperuntukkan bagi kaum yang menentang Islam dan memerangi kaum muslimin."
Syaikh Shalih Fauzan Abdullah Al-Fauzan berkata dalam kitab beliau "Al-I'lam Bi Naqdi Kitab Al-Halal wa Al-Haram" pada pasal koreksi 2 : Berkasih Sayang Kepada Selain Muslimin.
Pada halaman 47 penulis (Yusuf Al-Qardhawi) menjelaskan : " Disyariatkan bagi kita umat Islam agar berkasih sayang kepada mereka (Ahli Kitab), yaitu dengan cara saling mempercayai, mengadakan perjanjian dengan mereka dan
melakukan pergaulan yang baik bersama mereka.".
Pada halaman 247 dijelaskan oleh penulis (Yusuf Al-Qardhawi) dengan nada bertanya : "Apa mungkin terwujud berbuat baik, bersenang-senang dan mewujudkan pergaulan yang baik bersama selian kaum muslimin, padahal Al-Qur'an sendiri melarang bersenang-senang kepada orang kafir dan menjadikan mereka sebagai wali atau pemimpin ?". Lalu penulis menjawab: "Ayat yang menerangkan larangan bersenang-senang dengan orang kafir, tidaklah dimaksudkan untuk semua orang kafir dan bukan untuk semua orang Yahudi dan Nasrani. Andaikan dipahami demikian, tentu akan berlawanan, tentu akan berlawanan ayat yang satu dengan yang lain yang menjelaskan kita harus bersenang-senang dengan orang yang berbuat baik kepada kita dari pemeluk agama mana saja....", sampai dia berkata: "....tetapi ayat di atas tadi diperuntukkan bagi kaum yang menentang Islam dan memerangi kaum muslimin."
Bantahan kami kepada penulis yang mulia, ada dua sisi alasan.
Pertama:
Sesungguhnya ayat-ayat yang berhubungan dengan sebagian orang kafir agar berbuat baik kepada mereka tercantum di dalam surat al-Mumtahanah ayat 8, banyak dari kalangan mufassirin menjelaskan ayat itu di-mansukh. Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan, "Ayat ini merupakan rukhshah dari Allah bagi orang yang tidak memerangi kaum mukmini dan tidak memusuhinya". Ibnu Zaid berkata: "Sikap semacam ini adalah pada permulaan Islam dan pada waktu perdamaian dan genjatan senjata lalu dihapus". Qatadah berkata: "Ayat di atas dimansukh oleh ayat:
"Maka bunuhlah orang musyrik di mana saja kamu menjumpainya." [An-Nisaa': 89]
Adalagi yang menjelaskan: "Ayat di atas tadi berlaku, karena ada sebab tertentu, yaitu perdamaian. Tatkala hilang hukum perdamaian dengan fathu al-Makkah (kemenangan kota Makkah) terhapuslah hukumnya, tinggal bacaannya" Ibnu Jarir rahimahullah menambahkan: "Sesungguhnya ayat ini khusus untuk kaum mukminin yang belum hijrah". Berdasarkan dua pendapat di atas, ayat ini mansukh atau khusus kepada orang yang beriman yang tidak mampu hijrah, karena itu tidak ada permasalahan antara ayat ini dengan ayat yang mengharamkan bermu'amalah kepada orang kafir secara umum.
Kedua:
Kami jelaskan, bagi orang yang berpendapat bahwa dalam surat al Mumtahanah itu muhkamah atau khusus untuk orang yang beriman yang belum hijrah, ini bukan berarti pemahamannya seperti halnya yang dipahami penulis tentang bolehnya bersenang-senang dengan orang kafir, akan tetapi ayat itu mengandung rukhshah berbuat baik dan ihsan kepada orang kafir karena imbalan jasa atas perbuatannya. Ini pun bukan berarti menunjukkan rasa kasih sayang timbul dari hati yang sebenarnya, tetapi hanya penampilan lahiriahnya saja.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam kitabnya Fathu al-Bari, V/233 : "Selanjutnya berbuat baik, berhubungan dan berbuat ihsan tidak berarti saling mencintai dan saling kasih sayang seperti halnya yang dilarang di dalam ayat:
"Engkau (Muhammad) tidak akan menjumpai kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka bersenang-senang dengan orang yang memusuhi Allah dan RasulNya...." [Al-Mujadalah : 22]
Sesungguhnya ayat ini umum mencakup orang yang memerangi orang Islam dan yang tidak. Wallahu A'lam. Imam Syaukani di dalam kitabnya Nailul Authar (4-6) juga berpendapat seperti di atas. Maka dengan jawaban ini insya Allah hilanglah keraguan dan was-was yang dikemukakan olehpenulis.
[Disalin dari dari buku Al-I'lam Bi Naqdi Kitab Al-Halal wa Al-Haram, edisi Indoensia Kritik terhadap buku: Halal dan Haram dalam Islam, oleh Syaikh Shalih bin Fauzah bin Abdullah Al-Fauzan, Penerbit Pustaka Istiqamah Solo]
Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/206/slash/0
Comments (0)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.