Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



SHALAT RAGHAIB DI BULAN RAJAB

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :



Bismillah,
Rajab adalah bulan yang dipandang orang Arab Jahiliyah dahulu memiliki arti penting dan keistimewaan dibanding bulan-bulan yang lain, sehingga mereka memberi nama bulan tersebut Rajab. Kata Rajab berasal dari kata yang bermakna menghormati dan mengagungkan, sehingga bulan rajab bermakna bulan agung. Bulan Rajab memiliki 14 nama; yaitu Rajab, Al Asham, Al Ashab, Rajm, Al Harm, Al Muqim, Al Mu’alla, Manshal As Asinnah, Manshal Al Aal, Al Mubri’ , Al  Musyqisy, Syahru Al ‘Athirah dan Rajab Mudhar.

Bulan Rajab tidak memiliki keistimewaan kecuali sebagai bulan haram yang berjumlah empat. Tidak ada satu dalilpun yang sah yang menunjukkan keutamaan dan pengkhususan bulan ini dengan amal ibadah tertentu.

Namun berkembang banyak ke-bid’ah-an dibulan ini, diantaranya bid’ah shalat Raghaib.

Waktu Pelaksanaan Shalat Raghaib
Shalat Raghaib dilakukan pada awal malam Jum’at pertama bulan Rajab  diantara shalat maghrib dan Isya dengan didahulukan puasa hari Kamis, yaitu Kamis pertama di bulan Rajab.

Ibnu Utsaimin berkata: “(Diantara manusia ada yang menganggap)Pada bulan Rajab ada shalat yang dinamakan Shalat Raghaib yang dikerjakan malam Jum’at pertama antara maghrib dan isya”

Tata Cara Shalat Raghaib
Tata acara shalat ini dipaparkan dalam hadits yang dihukumi sebagian ulama sebagai hadits palsu dari Anas bin Malik:

“Rajab bulan Allah dan Sya’ban bulanku serta Ramadhan bulan umatku. Orang yang berpuasa di hari Kamis yaitu awal Kamis dalam bulan Rajab kemudian shalat diantara Maghrib dan ‘Atamah (Isya)- yaitu malam Jum’at- dua belas rakaat, membaca pada setiap rakaat surat al Fatihah sekali dan surat Al Qadr tiga kali serta surat Al Ikhlas dua belas kali, shalat ini dipisah-pisah setiap dua rakaat dengan salam, jika telah selesai dari shalat tersebut maka ia bershalawat kepadaku tujuh puluh kali, kemudian mengatakan Allahhumma Sholli ‘Ala Muhammadin Al Nabi Al Umiyi Wa ‘Ala Alihi, kemudian sujud lalu menyatakan dalam sujudnya: ‘Subuhun qudusun Rabul Malaikati War Ruh’ tujuh puluh kali, lalu mengangkat kepalanya dan mengucapkan: ‘Rabb ighfirli warham wa tajaawaz amma ta’lam Inaka  anta Al Aziz Al A’dzham’ tujuh puluh kali, kemudian sujud kedua dan mengucapkan seperti ucapan pada sujud yang pertama, lalu memohon kepada Allah hajatnya, maka hajatnya akan dikabulkan. Rasulullah bersabda : ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidak ada seorang hamba laki-laki atau perempuan yang melakukan shalat ini kecuali akan Allah ampuni seluruh dosanya walaupun seperti buih lautan dan sejumlah daun pepohonan serta bias memberi syafaat dihari kiamat pada tujuh ratus keluarganya. Jika berada di malam pertama dikuburnya akan datang pahala sholat ini. Ia menemuinya dengan wajah yang berseri dan lisan yang indah, lalu menyatakan: ‘Kekasihku, berbahagialah! Kamu telah selamat dari kesulitan besar. Lalu (orang yang melakukan shalat ini) berkata: ‘Siapa kamu? Sungguh demi Allah aku belum pernah melihat wajah seindah wajahmu dan tidak pernah mendegar perkataan seindah perkataanmu serta tidak pernah mencium bau wewangian sewangi bau wangi kamu’. Lalu ia berkata: ‘Wahai kekasihku! Aku adalah pahala shalat yang telah kamu lakukan di malam itu pada bulan itu. Malam ini aku datang untuk menunaikan hakmu, menemani kesendirianmu dan menghilangkan darimu perasaan asing. Jika ditiup sangkakala maka aku akan menaungimu di tanah lapang kiamat. Maka berbahagialah karena kamu tidak akan kehilangan kebaikan dari maula-Mu (Allah) selama-lamanya.“

Dari hadits ini kita dapat meringkas tata caranya sebagai berikut:

1. Jumlah rakaat dua belas dibagi setiap dua rakaat satu salam
2. Bertakbir dengan mengucapkan Allahu Akbar
3. Membaca setiap rakaat surat Al Fatihah sekali, surat Al Qadar tiga kali dan surat Al Ikhlash dua belas kali.
4. Kemudian ruku’ dan sujud sebagaimana biasa.
5. Setelah selesai sholat mengicapkan sholawat kepada Nabi tujuh puluh kali dengan lafadz Allahhumma Sholli ‘Ala Muhammadin Al Nabi Al Umiyi Wa ‘Ala Alihi
6. Kemudian sujud dengan membaca Subuhun qudusun Rabul Malaikati Wa Al Ruh
7. Lalu bangun dan duduk dengan mengucapkan Rabb ighfirli warham wa tajaawaz amma Ta’lam Inaka  anta Al Aziz Al A’zham
8. Lalu sujud lagi dan mengucapkan ucapan yang sama dengan sujud yang pertama
9. Kemudian berdoa kepada Allah sesuai dengan hajat kebutuhannya.

Demikianlah tata cara shalat Raghaib, namun hadits di atas hadits palsu yang diatas-namakan dari Rasulullah.

Kapan shalat ini Pertama kali dilaksanakan?

Shalat ini tidak pernah ada dan dilaksanakan dizaman Nabi dan para sahabatnya dan tidak pula pada tabi’in dan tabi’it tabiin. Sholat raghaib ini mulai dikenal dilakukan di Baitul Maqdis setelah tahun 480 H.

Hukumnya

Tidak diragukan lagi, hukum shalat Raghaib adalah bid’ah, karena tidak didasari dengan dalil-dalil yang shahih, menyelisihi tata cara shalat sunnah yang sudah dikenal dan tidak pernah dikenal pada zaman salafusl shalih ada yang melakukannya. Oleh karena itu  Al ‘Izz  bin Abdussalam menegaskan ke-bid’ah-an shalat Raghaib dalam beberapa sisi, beliau memberi peringatan tegas bagi ulama dan juga bagi ummat Islam secara umum. Adapun peringatan beliau yang khusus untuk para ulama ada dua, yaitu:

1. Seorang ulama jika melakukan shalat tersebut dapat memberi opini kepada masyarakat umum bahwa ini adalah sunnah, maka ia berdusta atas nama Rasulullah dengan amalannya yang terkadang mewakili lisannya.
2. Ulama yang melakukan shalat ini menjadi sebab orang lain berdusta atas nama Rasulullah dengan menyatakan: ‘Ini adalah salah satu sunnah beliau’. Padahal tidak boleh seseorang menjadi penyebab orang lain berdusta atas nama Rasulullah.

Sedangkan peringatan beliau (Al ‘Izz  bin Abdussalam) yang ditujukan kepada umat Muslim secara umum adalah:

1. Melakukan perbuatan bid’ah sama saja memotivasi para pembuat bid’ah untuk membuat kebidahan dan kebohongan (hadits palsu). Padahal memotivasi berbuat batil dan menolongnya dilarang dalam syari’at dan meninggalkan ke-bid’ah-an dan hadits-hadits palsu dapat mencegah munculnya kebidahan dan hadits palsu. Mencegah dan memperingatkan kemungkaran termasuk ajaran penting dalam syari’at.

2. Shalat ini bertentangan dengan anjuran Nabi untuk tidak banyak bergerak dalam shalat, karena dalam shalat ini terdapat pengulangan surat Al Ikhlash dan Al Qadar. Menghitungnya tidak dapat dilakukan secara umum kecuali dengan menggerakkan sebagian anggota tubuh.

3. Shalat ini bertentangan dengan perintah khusyu‘, merendahkan diri, menghadirkan hati dalam shalat, konsentrasi kepada Allah, merasakan keagungan Allah dan memahami makna bacaan dan dzikir.  Maka jika ia memperhatikan jumlah surat dengan hatinya, maka ia telah berpaling dari Allah dan meningalkanNya dengan satu perkara yang tidak disyari’atkan dalam shalat. Berpaling dengan wajah dicela dalam syari’at, apalagi berpaling dengan hati yang merupakan tujuan besar dalam shalat.

4. Shalat ini bertentangan dengan aturan yang sunnah dalam shalat nafilah (shalat yang tidak wajib), karena dianjurkankan padanya bahwa dikerjakan di rumah lebih utama dari masjid, kecuali shalat yang dikecualikan syari’at, seperti shalat istisqa’ dan kusuf. Rasulullah telah bersabda :

“Shalatnya seseorang dirumahnya lebih baik dari sholatnya di masjid kecuali sholat fardhu.”

Peringatan lain :
1. Shalat ini bertentangan dengan sunnah Nabi yaitu shalat sunah tidak dilakukan secara berjamaah, karena disunnahkan melakukannya secara bersendirian kecuali yang dikecualikan syari’at (semisal shalat tarawih) dan ke-bid’ah-an yang dibuat-buat atas nama Rasulullah ini tidak termasuk darinya.

2. Shalat ini bertentangan dengan sunnah untuk menyegerakan buka puasa, karena Rasulullah bersabda:

“Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasa“

3. Shalat ini bertentangan dengan perintah mengkonsentrasikan hati dari semua hal-hal yang menyibukkannya sebelum masuk dalam shalat, karena shalat ini dilakukan dalam keadaan lapar dan haus, apalagi di hari-hari yang sangat panas. Padahal tidak boleh shalat dengan keadaan terdapat hal-hal yang menyibukkan pikirannya yang sebenarnya dapat dihilangkan.
4. Kedua sujud (setelah selesai shalat tersebut) dilarang, karena syari’at tidak mengajarkan sujud yang tersendiri tanpa sebab sebagai amalan yang mendekatkan diri kepada Allah. Mendekatkan diri kepada Allah dengan satu ibadah memiliki sebab, syarat, waktu dan rukun-rukun tertentu yang tidak sah tanpanya. Sehingga sebagaimana tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan wukuf di Arafah, Mudzdalifah, melempar jumrah dan sa’I antara Shafa dan Marwa tanpa berniat haji atau umrah pada waktunya dengan sebab dan syarat-syaratnya, demikian juga tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah dengan sujud semata -walaupun sujud adalah ibadah- kecuali jika memiliki sebab. Juga tidak mendekatkan diri kepada Allah dengan shalat dan puasa di setiap waktu dan saat. Terkadang orang bodoh merasa mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan yang menjauhkannya dari Allah tanpa disadarinya.

Seandainya kedua sujud tersebut disyari’atkan, tentu menyelisihi perintah khusyu’dan khudhu’ disebabkan sibuknya menghitung jumlah tasbih dengan batin atau lahiriyah atau dengan batin dan lahir. Rasulullah bersabda:

Al-Imam Abu Bakr Ath-thurthusi menyebutkan bahwa Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata: “Adapun shalat rajab tidak pernah ada dinegeri kami Baitul Maqdis kecuali sejak tahun empat ratus delapan puluh hijriyah. Kami tidak pernah melihat dan mendengar perkara tersebut sebelumnya”,

berkata Al-Imam Abu Syamah rahimahullah: “Adapun shalat raghaib yang dikenal kaum muslimin sekarang adalah shalat yang dilakukan diantara dua isya’ malam jum’at pertama pada bulan rajab” (Kitab Al-Baits ‘Ala Inkaril Hawadits hal138).

berkata Al Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah: “Adapun shalat, maka tidak shahih ada shalat tertentu dibulan rajab. Hadits-hadits yang diriwayatkan tentang shalat raghaib pada malam jumat pertama dibulan rajab adalah dusta dan bathil tidak shahih, dan shalat ini adalah bid’ah dengan kesepakatan jumhur ulama’”

Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah: “tidak ada satupun hadits shahih yang dapat dijadikan sandaran tentang keutamaan bulan rajab, baik shaum, puasa dan tidak pula mengkususkan shalat malam dibulan tersebut.”,

Kemudian beliau rahimahullah menjelaskan bahwa hadits yang menjelaskan perkara diatas terbagi menjadi dua bagian, dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu).

Setelah itu beliau menyebutkan tatacara shalat raghaib dan berkata setelahnya: bahwa hadits tersebut palsu yang didustakan atas nama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Al-Imam Ibnush Shalah rahimahullah berkata tentang shalat raghaib: “Hadits (keutamaan bulan rajab) maudhu’, dan shalat tersebut adalah bid’ah yang muncul pertama kali pada tahun empat ratus hijriyah.”.

Al-Imam Al-Izz Abdus Salam berfatwa pada tahun enam ratus tiga puluh tujuh hijriyah bahwa shalat raghaib bid’ah munkarah, dan hadits (yang menyebutkan keutamaan shalat tersebut) palsu.”

Penutup

Shalat raghaib ini menyelisihi hadits lain yang tidak diragukan lagi keshahihannya:

Dari Abu Hurairah radhallahu anhu dari Nabi e bahwa beliau bersabda: “Janganlah kalian khususkan malam jum’at untuk shalat, dan jangan pula siangnya untuk berpuasa…” (Muttafaqun ‘alaihi)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Shalat Raghaib tidak memiliki dasar dan ia adalah ke-bid’ah-an, sehingga tidak disunnahkan berjamaah dan tidak juga sendirian. Terdapat dalam Shahih Muslim bahwa Nabi melarang pengkhususan malam jum’at dengan shalat malam atau hari Jum’at dengan puasa. Sedangkan atsar yang ada tentang hal itu adalah palsu menurut kesepakatan para ulama“

Dan beliau juga berkata: “Shalat Raghaib adalah bid’ah menurut pendapat para imam agama. Rasulullah tidak mensunnahkannya dan tidak juga seorang pun dari para khalifah beliau. Tidak pula dianggap sunnah oleh seorang pun dari para ulama agama seperti Malik, Syafi’I, Ahmad, Abu Hanifah, Al Tsauri, Al ‘Auza’I, Al Laits dan lain-lainnya. Sedangkan hadits yang diriwayatkan tentang shalat ini adalah palsu menurut ijma orang yang mengerti hadits’.

Dengan demikian jelaslah bahwa shalat Raghaib terlarang untuk dikerjakan karena ia adalah shalat yang bid’ah sebagaimana pendapat Al ‘Izz bin Abdussalam, An Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin serta yang lainnya.
Demikianlah penjelasan dari kami mudah-mudahan bermanfaat.


_________________________

Al Bida’ Al Hauliyah karya Abdullah bin Abdulaziz Ahmad Al Tuwaijiri,cetakan pertama tahun 1421 H ,Dar Al fadhilah, Riyadh, KSA hal 240.

HR Ibnu Al Jauzi dalam kitab Al Maudhu’aat 2/124-125. beliau berkata: ‘Hadits ini palsu, para ulama hadits menuduh Ibnu Juhaim pemalsu’. Hadits ini palsu menurut para ulama, diantaranya imam Ibnu Taimiyah, Al Syaukani, Al Fairuz Abadi, Al Maqdisi, Al Iraaqi dan Abu Syamah. (lihat keterangan lengkapnya pada Majmu’ Fatawa hlm 23/133 dan 134, Al Bida’ Al Hauliyah hlm 241)

Al Bidah Al Hauliyah hlm 242.

HR Al Bukhari dalam Shahihnya kitab Al Adzaan hadits no 731 dan Muslim dalam Shalihnya kitab Shalat Al Musafirin, hadits no. 781 dengan perbedaan lafadz.

HR Al Bukhari dalam Shahihnya, kitab Al Shaum no. 1957.

HR Muslim dalam shahihnya kitab Al Shaum no 1144.

Semua pernyataan Al ‘Iz bin Abdulsalam ini diambil dan diterjemahkan secara bebas dari kitab Musajilah ‘Ilmiyah Baina Al ‘Izz bin Abdulsalam Wa Ibnu Sholah Haula Sholat Al Raghaib Al Mubtada’ah dengan Tahqiq Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaniy dan Muhammad Zuheir Al Syaawies, cetakan kedua tahun 1405, Al Maktab Al Islamiy, Beirut. Hlm 5-9.

Majmu’ Fatawa karya Ibnu Taimiyah, disusun Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim hlm 23/132
wallahu a’lam

Dinukil dari kitab: Nuurul Huda wa Dzulumaatu Adh-Dhalaal, karya Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qahthani.

Sumber : 
http://haulasyiah.wordpress.com/2007/07/20/shalat-raghaib-di-bulan-rajab/
http://situs.assunnah.web.id/2009/06/22/shalat-raghaib-di-bulan-rajab/


Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.