Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"

[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].



BOLEHKAH WANITA ADZAN ?

Share/Bookmark
Posted By Abu Ayaz

Kategori :

Sudah di lihat :


HUKUM ADZANNYA WANITA

Oleh : Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh ditanya : Apa hukumnya adzannya wanita ?

Jawaban
Adzan sama sekali bukan hak wanita, tidak boleh bagi wanita untuk mengumandangkan adzan, karena adzan termasuk perkara-perkara yang zhahir dan ditampakkan, yang mana perkara-perkara macam ini adalah urusan pria, sebagaimana wanita tidak diberi tugas untuk melakukan jihad dan hal-hal serupa lainnya.

Adapun bagi umat nashrani, mereka beranggapan bahwa wanita memiliki derajat yang tinggi, bahkan mereka menyematkan pada kaum wanita hal-hal yang bertolak belakang dengan fitrah yang sesungguhnya, juga memberlakukan persamaan antara dua jenis manusia yang sesungguhnya berbeda.

[Fatawa wa Rasaiil Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 2/113]


ADZANNYA WANITA

Oleh : Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta'

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' ditanya : Bolehkah wanita mengumandangkan adzan, apakah suara wanita dianggap aurat atau tidak ?

Jawaban
Pertama : Pendapat yang benar dari para ulama menyatakan, bahwa wanita tidak boleh mengumandangkan adzan, karena hal semacam ini belum pernah terjadi pada jaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan juga tidak pernah terjadi di zaman Khulafa'ur Rasyidin Radhiyallahu 'anhum.

Kedua : Dengan tegas kami katakan bahwa suara wanita bukanlah aurat, karena sesungguhnya para wanita di zaman Nabi selalu bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang urusan-urusan agama Islam, dan mereka juga selalu melakukan hal yang sama pada zaman Khulafaur Rasyidin serta para pemimpin setelah mereka. Di zaman itu juga mereka biasa mengucapkan salam kepada kaum laki-laki asing (non mahram) serta membalas salam, semua hal ini telah diakui serta tidak ada seorangpun di antara para imam yang mengingkari hal ini, akan tetapi walaupun demikian tidak boleh bagi kaum wanita untuk mengangkat suaranya tinggi-tinggi dalam berbicara, juga tidak boleh bagi mereka untuk berbicara dengan suara lemah gemulai, berdasarkanm firman Allah.

"Hai itri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita-wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik". [Al-Ahzab : 32]

Karena jika seorang wanita berbicara lemah gemulai maka hal itu dapat memperdaya kaum pria hingga menimbulkan fitnah di antara mereka sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut.

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil ifta', VI/82, Fatwa No. 9522]


[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 117-118, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]


Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/122/slash/0


Share

Comments (0)

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.